"Aku takut sepi, tapi yang lain tak berarti.."
"Rumpang?"
Aku mengangguk. Ternyata gumaman ku terdengar jelas oleh gadis disebelah ku.
"Aku suka lagu itu." Timpal seseorang yang tadi bertanya.
Aku menoleh dan tersenyum.
"Benarkah? Kenapa?"
"Liriknya.. dalam mungkin?"
Setuju dengan pernyataan itu, aku mengangguk.
"setiap mendengar lagu ini, entah kenapa, aku sedih."
"Pasti karena liriknya.." Balasnya sambil tertawa pelan.
Sekarang aku menggeleng pelan..
"susah mengutarakan alasannya. Cuma, ada yang beda disini.." kata ku sambil menunjuk dada ku. Letak jantung yang bersebelahan dengan hati. Letak hidup yang bersebelahan dengan rasa.
"Sesak, sakit, terharu, aku pun tak tau menggambarkannya sebagai apa.. tapi lagu ini, hebat." Timpalku dengan senyum.
"penyanyi nya mungkin, kan cantik." Balasnya sambil merebahkan tubuh ke karpet. Sekarang ia telentang.
Malam ini kami bicara mengenai lagu yang sedari tadi menggema di ruangan ini. Menjadikan bahasan tentang makna yang dalam kurasakan.
"bisa jadi?" balas ku sambil tertawa.
Diam menjadi kegiatan mereka selanjutnya. Masih menikmati nada demi nada, dengan pikiran masing-masing dikepala. Menunggu salah satu pecahkan hening diantara bunyi yang beriring.
"Aku kira aku yang paling cantik disini." Ucap gadis yang sekarang berbaring disampingku.
Aku yang masih duduk bersila, kemudian tersenyum. Lalu menatap sosok disamping ku.
Ia gadis paling ceria yang pernah aku kenal. Dia selalu punya canda dalam setiap kalimatnya. Jika bicara mengenai parasnya, aku Cuma punya satu kata untuk menggambarkan seberapa bersyukur aku mengenalnya.
"Indah."
"Cuma itu kata yang pas untuk mu." Timpalku.
"Gombal?"
"Jujur." Balas ku dengan senyum. Disambung dengan tawa yang pecah oleh ku. Masih menahan malu.
Tidak ada yang serius. Ucapan ku yang jujur dari hati tidak pernah ditanggapi dengan serius. Dia kira, sahabatnya ini hanya bercanda dengan perasaannya. Tidak ada percaya dalam setiap tulus ku untuknya. Karena dia tau, sahabatnya ini hanya sahabat. Walau sebagian diri ku menginginkan lebih, nyatanya aku sadar diri, dia anggapku sekedar sahabat. Cuma itu kata yang pas untuk perasaan diantara dua manusia ini.
"Semakin hari kau semakin menggelikan" canda gadis itu sambil meletakan tangannya di atas matanya. Menutupnya. Tidak ingin melihat, atau memperlihatkan hal yang sebenarnya ingin ku perlihatkan.
"Bercanda dengan sahabat sendiri masa tidak bisa. Serius amat sih.." balas ku getir.
Aku lalu berdiri dan meninggalkan ia yang masih berbaring dengan menutup mata.
Ku langkahkan kaki ku keberanda kamar. Menatap langit yang sering menjadi candu bagi pecinta malam.
Sebenarnya Aku paham kenapa Aku menyukai lagu itu.
"Aku takut sepi, tapi yang lain tak berarti.." gumamku pelan.
Hanya kalimat itu saja.
Rumpang. Sama dengan hati ku kali ini.
Tak perlu susah untuk berbalik. Aku yakin, sekarang pun dia masih berbaring menutup matanya. Tidak akan percaya dengan perasaan ku. Menolak melihat keseriusan ku.
Tanpa tahu menahu, air mata ku mengalir secara tiba-tiba. Sesak ini enggan untuk ku tunjukan. Karena rasanya pun, ia tidak akan percaya hadirnya telah menjadi alasan dari sendu ku.
Aku terlalu sulit untuk tersenyum.
.
.
.
.
"... mereka berbohong, mimpiku tetap semu."
END.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls At The Rainbow City (End)
Short StoryKalau aku jatuh kemudian cinta, sanggup kamu mendengar kisah penuh drama kepunyaanku?