ia

139 13 1
                                    


"bisa bayangkan?" Senyum nya ketika lagu ini mengalun di telinga.

"Kita berdua berbaring di atas kasur, mendengar musik berdua melalui earphone, dan jemari kita saling bertautan.." Timpal nya.

"Hanya dengan membayangkan kamu, berbagi lagu, semua menjadi benar. Lucu kah?" Katanya sambil memutar ulang lagu yang baru saja selesai melantun. Senyum merekah di wajahnya lagi. Entah dengan isi kepalanya, tapi ia tak pernah tersenyum sesering ini.

Ia kembali memejamkan mata. Membayangkan kondisi dimana tangan saling menggenggam, degup jantung yang tak seirama, dan ingin satu sama lain...

"I'm the one that's always been here.. even through the darkest night and brave the tide,

for you and me.."

Lirik itu mengulang lagi.

"All I ever needed was you.." Gumamnya pelan.

"You never have the worry at all..

What happened to us, what happened to love.."

Ia tersenyum untuk kesekian kalinya. Meresapi lirik dan nada yang saling bersahut menjadi melody.

"Every step seems just a liitle better,

You mistake don't really seem to matter

I wont let go, we're okay

As long as I got you and you got me..."

Pelan tapi pasti senyum nya memudar. Hanya ada wajah tanpa ekspresi. Tangan itu mengerat.

"I've been saying to myself be stronger,

We can work it out it's gonna take a little bit longer

As long as I got you and you got me you say..

Things will get better.."

Lirik terakhir itu sukses membuatnya sesak. Udara yang harusnya bisa dia hirup dengan mudah terasa sulit untuk menyapa paru-parunya. Ia menutup wajahnya dengan ke dua lengannya. Bersembunyi diantara lipatan tangan. Entah menyembunyikan apa. Entah merasakan apa.

Yang iya tau, air matanya menang. Sukses terjun bebas dari pelupuk matanya. Walau di halangi kedua lengannya, masih saja berhasil membahasi pipinya.

Kamu.

Kalian.

Jangan bertanya mengapa ia seolah berada di titik paling rendah dalam hidupnya.

Jangan coba untuk menyalahkannya.

Tidak kah terlihat ia sudah cukup bodoh mempersalahkan hadirnya. Sosoknya. Hidupnya.

Ia sendiri bertanya mengapa harus ada padahal lebih baik lenyap.

Ia sendiri menyesal berbaring di atas kasur, di depan cermin, berharap bayangan itu nyata, menggengam, berbagi lagu, dan menjadi alasan untuk rasa syukur ketika dia sadar arti kelahirannya.

.

.

.

Kamu.

Kalian.

Dugann.

Apa berhak benar?

.

.

.

Gadis itu sendiri dikamar kecil. Gelap. Hanya cahaya Kecil dari pemutar musik kepunyaannya. Cahaya yang harusnya ia butuhkan untuk keluar dari gelap isi kepalanya. Juga isi hatinya.

Berulang kali ia mendengar lagu itu. Membayangkan dirinya yang lain, versi yang lebih baik, versi yang diinginkan semua orang. Harap mereka dan harap nya yang sering di sebut "Harusnya".

Bayangnya berucap,

" That's gonna be a little bit better.." timpalnya dengan senyum.




END.

:)

Girls At The Rainbow City (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang