Gadis dan Wanita

200 20 7
                                    


Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan MEMANG ADA unsur kesengajaan.

:)

***

"Andai kau izinkan

Walau sekejap memandang

Kubuktikan kepadamu
Aku memiliki rasa.."

Nyanyi nya dengan nada sumbang. Gadis itu bernyanyi dengan gitar yang dimainkannya. Melantunkan nada yang kadang seiring namun sering juga tidak beriring. Tapi ia tidak peduli. Lagu itu 'ijinkan aku menyayangimu' terus dikumandangkannya.

"Cinta yang kupendam
Tak sempat aku nyatakan
Karena kau telah memilih
Menutup pintu hatimu"

"Cieee yang galau lagi.." Ucap seorang wanita yang baru saja memasuki kamar. Ia tidak digambarkan sebagai gadis. Karena wanita melambangkan ia lebih matang dari segi fisik dan hati. Tentu saja, karena ia lebih tua dari si gadis yang masih focus dengan gitar dan nyanyiannya.

"Sayangku
Dengarkanlah isi hatiku
Cintaku
Dengarkanlah isi hatiku"

Nyanyinya dengan kuat. Wanita yang baru masuk tadi tidak digubrisnya. Bahkan dia mengeraskan suara, mendalami penghayatan.

"Yaelah dek, galau mulu ih!" Kata kakaknya sambil mengelus pucuk rambut gadis itu. Gadis itu berhenti bernyanyi lalu tersenyum. Ia meletakan gitarnya dan membaringkan tubuhnya di sembarang tempat.

"Kak Nis.. Jatuh hati itu buruk yah." Kata si adik sambil menatap langit-langit kamar. Entah apa yang dipikirkannya.

"Weees, adek kakak kenapa?" Balas kakaknya.

"Entahlah, aku tidak pernah merasa seberantakan ini."

"Benarkah? Bukannya dulu kamu pernah jatuh hati?"

"Iyah pernah, tapi terasa beda."

"Lalu, apa bedanya?"

Si adik diam. Lalu merubah posisinya menghadap kakak tirinya. Nisa.

"Dulu, Aku meyakinkan diriku bahwa dia memang pantas menjadi milikku. Sekarang, aku meyakinkan diriku, Bahwa memang aku tidak pantas untuknya." Balas adiknya serius. Nisa memasang wajah bingung.

"Lalu bagaimana kau sebut itu jatuh hati?"

"Karena rasanya ingin Bersama. Tapi tak bisa." Jawabnya cepat. Nisa diam. Mencerna ucapan adiknya yang sedikit melankolis malam ini.

"Kok kayak lagu tulus yah?" Pikir kakaknya.

Eri tertawa. Dia bahkan tidak sampai berfikir ke lagu itu.

"Kita sangat ingin Bersama, tapi tak bisa apa-apa" Nyanyi Nisa pelan.

"Sayangnya tidak ada kata "Kita" dalam Kisah ini. Hanya ada aku." Kata Eri, sang adik kembali ke posisi duduknya semula. Ia mengambil gitar dan kembali menyanyikan lagu.

"Cinta yang kupendam
Tak sempat aku nyatakan
Karena kau telah memilih
Menutup pintu hatimu

Izinkan aku membuktikan
Inilah kesungguhan rasa
Izinkan aku menyayangimu"

"Bagaimana kakak bertemu Irma dulu? Dia bahkan lebih muda dari ku." Ucap Eri sambil menghentikan gitarnya.

"Lah, kenapa tiba-tiba?"

"Well, Irma adalah teman segrup ku, aku dengar sebenarnya ia telah menyukai kakak sejak lama. Tapi yang tidak ku ketauhi, sejak kapan kakak mulai jatuh hati kepada mahluk satu itu." Katanya sambil menampilkan senyum usil. Nisa tertawa pelan.

"Yah, Aku tidak tau kapan aku jatuh hati. Yang ku mengerti saat itu ialah, aku nyaman saat ia membuat lelucon receh yang tidak lucu, dan merasa kehilangan saat dia terlalu focus dengan gamenya. Mungkin sesederhana itu."

"Fuck!"

"What?!!" balas kakaknya bingung karna umpatan adiknya.

"You are really fall in love with her." Sambung Eri.

"Wajah kakak yang memerah saat menjelaskan membuat ku cemburu.." Gumam Eri sambil tertawa pelan.

"Cemburu? Karena apa?"

"Karena apa yang kakak rasakan sedang aku rasakan juga. Tapi sayangnya, apa yang aku rasakan tidak berarti di hidupnya." Balas Eri dengan senyum memaksa. Nisa menghela nafas. Adiknya malam ini kelewat galau. Sedihnya bisa-bisa menular kemana-mana.

"Sudahlah.. Jangan memikirkan orang tak memikirkan mu. Lihat, sekarang kau sakit, dan kau tidak mungkin menyalahkannya. Karena yang berharap itu kamu Eri, kecewa itu kamu yang buat." Nisa pelan memeluk adiknya.

Adiknya hanya tersenyum miris dan membalas pelukan hangat kakaknya.

2019 tahun patah hati. Setelah idolanya ketauan pacaran, kini hatinya patah karena menyimpan rasa yang terlalu dalam. Sempat mendapati alasan untuk berhenti menyalahkan diri sejak kejadian dulu. Sekarang alasan itu hilang. Mungkin larut Bersama dalamnya rasa yang ia pendam. Harapnya begitu. Sialnya tidak demikian. Mungkin ini yang dinamakan sepaket patah hati.

Eri melepas pelukan.

"Kenapa kau tidak menyatakannya?"

Eri diam. Memandang kakaknya kosong.

"I can't.. aku terlalu takut untuk benar menyatakan aku jatuh hati. Meski ia, memang sudah."

"Takut ditolak?"

Eri menggeleng.

"Entahlah kak, Dunia ini terlalu lurus. Kita yang belok." Jawab sang adik.

"Kenapa enggak nyambung jawabnya?"Selidik Nisa yang tau Eri sedang mengalihkan pembicaraan.

"Sudah jelaskan kak? Aku menyukai gadis straight. Untuk apa menyatakan? Sedari awal sudah ditolak. Tapi masih berharap ada kesempatan. Jatuh hati kedua dalam hidupku, Fuck! memang membuatku berantakan." Eri memainkan gitarnya lagi.

"Bila cinta tak menyatukan kita
Bila kita tak mungkin bersama
Izinkan aku tetap menyayangimuu

Sayangku
Dengarkanlah isi hatiku
Cintaku
Dengarkanlah isi hatiku


Izinkan aku membuktikan
Aku sayang padamu.."

.

.

.

.

.

END.

:"

Girls At The Rainbow City (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang