Chapter 19 : Senyuman Reina

75 17 0
                                    

Halo selamat malam,  bertemu lagi dengan kisah ini... 

Happy Reading...

Secret Clover

“Gimana Rein, kamu suka tempat ini?”
Reina menoleh, ia hanya mengulas senyum tipis. Sudah sangat lama gadis itu tidak pergi ke taman rekreasi seperti sekarang. Terakhir ke sini saat ulang tahunnya yang ke 15, tepat satu tahun yang lalu bersama kakaknya, Reihan.

“Ini nggak seberapa Rein, aku bakal ajak kamu berkeliling semua tempat ini,” ucap Vano percaya diri.

“Semua tempat ini? apa kamu serius?” Reina terlihat ragu.

“Yah, seorang Vano pantang mengingkari janji. Itu prinsip cowok sejati.” Vano mengangguk yakin.

Reina tertawa kecil, baru kali ini ia merasa nyaman dengan seseorang, dan seseorang itu selalu saja membuatnya tersenyum, dan tertawa.

Vano berdehem, ia melirik ke bawah, tangan Reina yang nganggur. “Boleh aku pegang tangan kamu?”

Reina menoleh ke tangannya, ia mengangguk.

Mendapat lampu hijau dari Reina, Vano langsung mengeratkan jemari keduanya, hingga saling bertautan. “Jangan pernah lepaskan, mengerti?” vano memperlihatkan kedua tangan mereka yang sudah menyatu tepat di depannya.

Rein hanya mengangguk pelan, sedikit menunduk.

Selanjutnya, Vano bergerak, ia berlari dan membawa Reina masuk lebih dalam ke taman rekreasi.

***

Beberapa wahana bermain seperti komedi putar, roller coaster, bianglala, menghiasi tempat mereka berjalan. Tangan keduanya masih menyatu. Vano terus menuntun Reina untuk lebih menyaksikan suasana di sekitarnya yang dipenuhi kecerian. Mulai dari anak-anak yang berlarian, beberapa permainan yang tersaji di depan, sampai para penjual segala pernak-pernik, memenuhi taman bermain. Banyak pula jajanan di sekelilingnya.

“Rein, sini!” Vano menarik Reina masuk ke kerumunan orang berjualan topi karakter.

“Coba kamu pakai!” Vano mengambil sebuah topi dengan karakter panda dan memakaikannya di kepala Reina. “Kamu cocok Rein!”

“Ih, aku kayak anak-anak, dong kalau pakai topi ini. Sekarang giliran kamu!” Reina mengambil topi beruang dan memakaikannya ke kepala Vano. Reina terkekeh melihat ekpresi yang ditunjukkan Vano saat memainkan bola matanya tepat berada di tengah.

Reina merapikan tatanan rambut Vano yang berantakan saat memakaikan topi itu.

“Gimana? Udah cocok kan?” Vano kini memperagakan cowok cool penuh kharisma.

Bukannya tergoda, Reina malah tertawa dibuatnya.

“Pak, saya beli dua topi ini ya!” Vano mengeluarkan dompet dan membayarnya. Kemudian ia kembali menarik tangan Reina untuk berkeliling.

Sepanjang jalan, Reina tak henti-hentinya tertawa dengan tingkah kocak yang dilakukan Vano. Mulai dari menggodanya, membelikan es krim dengan aksi saling mencelomoti wajah dengan makanan dingin itu, sampai Vano yang hampir terjatuh demi menghindari tabrakan dengan anak kecil yang berlarian.

Beberapa saat kemudian, Vano dan Reina berhenti di salah satu wahana permainan bom bom car. “Mau naik itu, Rein?” ajak Vano menarik masuk ke antrian tiket bahkan sebelum Reina menyetujuinya.

***

T

abrakan demi tabrakan saat mengendarai mobil membuat tawa Reina dan Vano lepas. Keduanya menikmati permainan mobil itu dengan saling menghantamkan bemper saat bergerak memutar atau berbelok. Reina tak henti-hentinya tertawa sambil terus mengendarai mobil itu.

Rupanya waktu 30 menit sangatlah singkat untuk keduanya. Mobil berhenti dan giliran pemain lain yang masuk.

Vano kembali membawa Reina berkeliling. Kini pandangan keduanya tertuju pada salah satu bianglala di depan.

Tanpa menunggu persetujuan, Vano langsung mengerti Reina juga menginginkan hal serupa. Keduanya masuk dan mengantri membeli tiket untuk naik.

Tiba giliran saat petugas memberi aba-aba untuk masuk ke dalam. Reina dan Vano duduk berhadapan. Setelah bianglala mulai naik, keduanya sontak terdiam. Reina lebih fokus menikmati pemadangan di bawah. Sementara Vano melihat ke arah Reina yang begitu bahagia.

“Kamu senang, Rein?”

Reina menoleh, memosisikan diri berhadapan dengan Vano, walau sedikit canggung, apalagi Vano ini terus saja menatapnya.
“Aku sangat senang." Gadis itu tersenyum manis, walau masih kikuk. Dia menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. "Makasih Devan, udah bawa aku ke tempat ini.”

Vano ikut tersenyum, "Justru aku yang senang kalau kamu juga senang.”

"Hah?"

Sedetik kemudian keduanya sama-sama canggung. Kebungkaman menemani mereka sampai bianglala pada puncaknya. Sesekali Vano memotret Reina, lalu keduanya saling pandang. Saat bertatapan, mereka menatap arah lain lagi. Beberapa detik setelahnya, mereka bertatapan lagi. Secepat mereka saling menatap, secepat itu pula keduanya saling mengalihka pandangan. Itu terjadi beberapa kali. Sampai akhirnya Vano tak tahan lagi, dan mengutaraka maksud hatinya.

"Rein? Mau foto berdua, nggak?"

Reina berkedip beberapa kali. Jantungnya makin berdebar saat cowok tampan di depannya pindah duduk di sebelahnya. Berulang kali merapikan rambut saat kamera ponsel Vano mengarah ke mereka.

"Rein, kamu kejauhan." Vano mendekat.

Degh!

Bukan hanya jantung Reina yang berdebar saat tanpa sadar, keduanya sama-sama mendekat dan menyebabkan kedua pipi mereka bersentuhan selama beberapa detik. Cowok itu menelan ludah, takut-takut melihat Reina di sebelahnya.

Canggung, keduanya refleks menjauh. Setelah saling tatap lagi, keduanya tertawa. Akhirnya menyadari, bukan hanya diri sendiri yang gugup.

"Mau sekali lagi?" tawar Vano, dia masih tertawa, menyadari betapa dia berubah bagai jadi cowok amatir yang baru pertama kali di dekat cewek, saat di hadapkan pada sosok kalem seperti Reina.

Gadis pemalu itu mengangguk dan mendekat ke Vano. Dia ikut tersenyum kikuk menghadap kamera.

"Gaya kita kaku banget, ya?" Vano tertawa saat memeriksa hasil foto. "Sekali lagi?"

Reina mengangguk.

Kini keduanya tersenyum cerah menghadap kamera. Tak puas sekali, Vano memotret beberapa lagi, bahkan membuat wajah konyol seperti spongebob. Reina yang tertawa pun, tak luput dari jepretan kamera ponsel Vano.

***

Di suatu kamar minim cahaya. Seorang pria dalam kegelapan tengah berdiri di dekat jendela, menatap ke halaman rumahnya yang luas. Tangannya memegang ponsel.

“Diamlah Beni, kalau tidak semua akan kacau ditanganmu!” bentak seorang laki-laki dalam telepon.

"...."

“Ingat, tidak ada yang tahu kejadian pembunuhan itu kecuali kita!”

"...."

“Akan kupastikan mereka tutup mulut!”

"...."

“Gadis? Akan kubuat gadis sok tahu itu diam selamanya!”

***

TBC
Thank you for reading...:)

Secret Clover [Book 01]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang