"Jadi rencananya adalah," Jan menghembuskan napasnya. Krist, Liu, Bright, dan Praepailin menyimak dengan baik apa yang akan Jan katakan. Mereka berkumpul di ruang pribadi Jan tentu saja untuk membahas rencana agar Krist bisa kabur.
Mereka sadar hal ini sangat sulit dan berbahaya.
Lampu diatas meja menyala, suasana mendadak hening dan dingin. Hanya kegelapan pekat yang melingkupi kelimanya.
"Krist kau bisa kan menuruti semua perintah Singto? Bersikap seolah selalu ada disampingnya. Buat dia terlena dan yakinkan dia bahwa kau tidak akan meninggalkannya." Jan memandang lurus mata Krist. Memberikan semangat pada Krist, meyakinkan Krist bahwa pria itu bisa melakukannya.
"Aku sudah berusaha. Tapi Singto malah curiga dan mengancamku. Dia seolah tahu apa yang kupikirkan." Krist memainkan jemarinya, masih teringat jelas bagaimana Singto mengancamnya kemarin.
Jan menghembuskan napasnya kasar. Ia sudah menduga bahwa Singto memang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, pemuda itu dapat memahami jika ada yang berbeda dan lain disekelilingnya. Mereka harus bergerak hati-hati, jika salah gerak sedikit maka entah akan menjadi apa mereka.
"Jangan takut Krist. Kau harus melakukannya terus menerus, buat dia yakin bahwa kau memang berubah." Jan meyakinkan Krist, karena hanya jalan ini yang bisa mereka tempuh. Krist mengangguk.
"Urusan pesawat, aku sudah menghubungi salah satu temanku. Dia bersedia meminjamkannya pada kita." Ucap Bright memaparkan rencananya. Mereka tidak mungkin membawa Krist lari dengan kapal karena itu terlalu berbahaya dan Singto mudah menemukannya. Memakai pesawat organisasi sama saja bunuh diri. Jadi Bright memutar otak, ia menghubungi salah satu temannya yang merupakan anggota Yakuza. Namanya Daisuke dan dengan senang hati Daisuke membantu Bright.
"Untuk tempat tinggal... aku punya sebuah rumah kecil di lereng pegunungan China. Akses ke gunung itu sangat sulit. Jadi kurasa Krist akan aman." Liu angkat bicara. Ia sudah mempersiapkan ini dengan matang. Liu beberapa tahun lalu membeli sebuah rumah kecil di lereng pegunungan.
"Praepailin kau harus terus mendampingi Krist. Aku akan memberi kalian senjata itu sangat berguna karena kita juga tidak tahu rencana Singto apa." Jan memijit pelipisnya. Alis Krist berkerut.
"Maksudmu?"
"Ya, aku merasa tiak akan percaya jika Singto tidak merencanakan apapun. Dia licik Krist. Dia bergerak bagai bayangan tidak ada yang pernah tahu." Ucap Jan.
Krist merasa sedikit gentar.
.
.
Bright, Liu, dan Praepailin sudah keluar ruangan sejak sepuluh menit yang lalu. Menyisakan Krist dan Jan yang sedang berbicara. Krist berusaha mengorek banyak informasi dari Jan. Terutama tentang masa kecil Singto. Jan menceritakannya, Krist merasa merinding mendengarnya. Singto benar-benar seperti iblis. Dia sangat berbahaya dan tidak ada yang bisa mengubahnya."Kenapa kau ingin menolongku?" Tanya Krist serius pada Jan. Ia benar-benar penasaran kenapa Jan mau bersusah payah mau membantunya dan menghianati Singto.
"Aku hanya ingin Singto tidak melalukan hal diluar batas." Jelas Jan. Krist mengernyitkan dahinya dalam. "Singto tidak pantas melakukan ini, Krist. Terlepas berapa banyak orang yang sudah dia bunuh. Aku menyayangi Singto sebagai sahabatku itu sebabnya aku tidak ingin dia menyakiti siapapun."
"Aku juga menyayanginya, dulu." Krist tersenyum kecil. Jan mengenggam tangannya.
"Bahkan hingga sekarang?" Krist tersentak. Ia memandang Jan dengan sedikit bingung. Krist tidak tahu harus menjawab apa, ia rasa semua jawaban tak cocok.
Jan mengulas senyum lebar.
"Aku tahu jawabannya." Jan melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Ini waktunya ia pergi untuk mengurus sesuatu. Jan mengajak Krist untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fighter [SingtoxKrist]
FanfictionSepuluh tahun lalu bagi Krist, Singto hanyalah bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa. Penolakan menyakitkan mendorong Singto untuk membuktika pada Krist bahwa dia bukanlah orang yang bisa diremehkan. Singto tumbuh menjadi seorang pembunuh bayaran h...