5. Kill Me

7.1K 800 40
                                    

Krist duduk di depan balkon yang di tralis. Melihat pemandangan diluar sana. Semua indah, bahkan sangat indah. Andai dirinya tak dikurung oleh iblis jahanam bernama Singto itu.

Lihat saja jika dirinya sudah sembuh, ia akan menghajar habis-habisan Singto dan pergi dari tempat laknat ini.

Demi apapun yang ada dimuka bumi ini, usianya sudah tiga puluh tahun dan ia bisa-bisanya kalah dari Singto? Krist tak habis pikir.

Hidup Krist sudah melankolis sejak dulu dan ia tidak ingin menambahnya lagi kini. Krist hanya hidup tenang, kenapa sulit sekali? Singto merampas semua ketenangannya bahkan merampas hidupnya. Kurang menyedihkan apalagi dia?

Krist bangkit, ia mencari sesuatu yang setidaknya bisa membuatnya mengakhiri hidup. Tapi Singto tampaknya terlalu cerdas, Krist tidak menemukan apapun. Jadilah Krist hanya bisa terpengkur dengan wajah geram diatas ranjang.

Matanya terfokus pada televisi layar datar dihadapannya. Krist memang punya banyak uang hasil bertarung, namun uang itu selalu diberikannya pada Earth, Olive, dan Som Oh sebagai ucapan terimakasih karena ketiganya sudah merawat dirinya sejak kecil.

Krist tidak pernah menonton televisi. Ia melirik remote yang ada di dekat tangannya, memencet asal tombol. Krist berlonjak kaget ketika televisi tiba-tiba menyala. Jangan hina Krist kampungan oke?

Pria dewasa itu menonton sebuah film aksi yang sedang tayang. Mengamati jurus yang dipakai. Mana tau ia bisa belajar sedikit untuk melawan Singto bajingan itu!

Krist nyaris saja melempar televisi dengan remote karena iklan. Ia menunggu cukup lama sampai film aksi kembali ditayangkan. Intinya Krist sekarang suka menonton televisi. Tidak menyangka televisi sekeren ini.

Sejenak saja Krist ingin melupakan apa yang Singto lakukan padanya. Krist juga ingin bersenang-senang.

Pintu kamar terbuka, Krist merasa awas. Takut jika Singto yang kembali. Krist dengan cepat menutup dirinya dengan selimut.

Alih-alih wajah sialan Singto, justru yang muncul adalah gadis cantik dengan pakaian serba hitam. Gadis itu tersenyum manis padanya.

"Aku mengantarkan obat untukmu." Ia menyodorkan sebuah plastik kecil berisi obat. Krist dengan ragu menerimanya.

Jan menarik kursi, duduk di sisi ranjang. Memandangi Krist dengan raut wajah sedih. Ia merasa iba. Mungkin karena Jan tidak pernah terjun langsung ke lapangan untuk membunuh orang, ditambah lagi ia juga wanita. Jelas perasaannya lebih sensitif dibanding Singto.

"Namaku Jan." Jan memperkenalkan diri tanpa diminta. "Aku partner Singto." Jan melanjutkan.

"Bisakah kau membebaskanku?" Krist bertanya. Ia sudah tidak tahan ada disini.

Jan tertawa kecil. "Andai aku tidak takut Singto akan menembak kepalaku. Aku akan membebaskanmu." Jelas Jan, ia lantas menjelaskan pada Krist bahwa Singto selalu serius dengan apa yang dikatakannya. Krist sudah paham. Ia sendiri korbannya.

"Dia memang brengsek."

"Ya, kau benar." Jan membenarkan. "Kau bisa tidur tenang malam ini, Singto tidak akan pulang. Ada job. Selamat beristirahat." Jan bangkit, meninggalkan ruangan pribadi Singto. Tidak lupa menguncinya.

Krist bisa bernapas lega.

.
.
Pagi harinya, Krist merasa kondisinya sudah lebih membaik. Ia bisa berjalan keliling kamar, makan dengan lahap, dan mandi dengan tenang. Krist berharap semoga Singto tidak usah kembali sekalian.

Krist bingung, jika Singto memang ingin menyiksanya kenapa pemuda itu masih memberinya makan? Bukankah lebih baik jika Singto membiarkannya kelaparan?

Fighter [SingtoxKrist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang