23 - Sean Adamson

69 9 0
                                    

"Gue nggak cemburu. Gue cuma nggak suka kalau ada cowok lain yang ngedeketin dia"

Sean Adamson. Laki-laki keturunan Indo-Jerman ini memiliki paras yang mampu membuat wanita terpesona dibuatnya. Dengan iris mata birunya yang tajam, menambah daya pikat tersendiri bagi Sean. Tinggi badannya melebihi rata-rata lelaki di Indonesia. Kulitnya putih bersih. Rambutnya hitam legam. Serta pembawaannya yang ramah membuat banyak orang mengaguminya.

Dan sosok itu kini tengah bersandar pada mobil berwarna hitam yang terparkir didepan teras rumah Belva.

Orang yang pertama kali melihat keberadaan Sean disana adalah Agam. Ia langsung mentap sinis pada Sean yang malah tersenyum ramah kepadanya.

Ingin rasanya Agam menghancurkan wajah memuakkannya itu. Tapi sebuah fakta membuatnya urung melakukan hal tersebut. Fakta bahwa Sean adalah anak dari Darwin Adamson. Salah satu sahabat lama mamanya yang telah berjasa saat mamanya masih muda dulu. Jadi terpaksa Agam harus menahan hasrat membunuhnya itu.

Namun ada hal lain yang lebih menyebalkan. Sean merupakan kakak kelas Belva semasa SMP. Dari penjelasan Belva, mereka bisa dikatakan cukup dekat. Bahkan Belva terang-terangan mengatakan pada Agam jika gadis itu sangat mengagumi kakak kelasnya itu. Hingga saat kelas 2 SMP, sean memutuskan untuk pindah kenegara sang ayah. Jadilah tadi malam terjadi reuni dadakan.

"Kak Sean," teriak Belva yang baru saja menyusul Agam.

"Ngga usah lari-lari," Peringat Agam saat melihat Belva begitu antusias menghampiri Sean. Ingin sekali Agam mengurung Belva dikamar seharian agar tidak bisa bertemu dengan bule kesasar itu.

Belva tak menggubris ucapan Agam. Ia tetap berlari-lari kecil hingga sampai didepan kakak kelasnya itu.

"Kita satu sekolah?" tanya Belva yang melihat seragam Sean sama dengan yang tengah ia kenakan kini.

"Yap," jawab Sean singkat sambil mengamati senyum manis Belva.

"Kak Sean ngapain disini pagi-pagi?" tanya Belva dengan senyum cerianya. Berbanding terbalik dengan Agam yang tengah menggeram marah melihat Belva tersenyum kepada orang lain. Seharusnya Belva hanya tersenyum pada dirinya.

"Mau jemput lo," jawab Sean yang akan mengacak gemas rambut Belva. Namun Agam yang telah berdiri dibelakang Belva langsung menangkis tangan kurang ajar Sean itu yang mendapat tatapan heran dari Sean.

"Sorry. Belva udah mutlak berangkat sekolah bareng gue," ucap Agam datar seraya menarik Belva agar lebih dekat dengannya.

"Kata siapa?" tanya Belva yang tak setuju dengan ucapan Agam. Gadis itu menatap Agam tak suka.

"Aku barusan," jawab Agam santai.

"Oh kalau gitu gue berangkat duluan aja," pamit Sean yang merasa tidak enak pada Agam.

"Jangan kak. Masa udah sampai sini malah nggak jadi gitu aja." Belva pun merasa tak enak hati dengan Sean.

"Gimana kalau kalian suit? Nanti yang menang berangkat bareng aku, terus yang kalah bisa pulang bareng aku. Gimana?" tanya Belva memberi solusi.

"Oke." Sean menyetujui perkataan Belva.

"Nggak. Kita tetep berangkat bareng," tolak Agam yang segera menarik tangan Belva menuju motornya.

"Nggak bisa gitu dong Gam. Kalian harus suit. Kalau nggak aku bakal berangkat sama Kak Sean selama 1 bulan," ancam Belva yang mampu menghentikan langkah Agam.

"Fine," pasrah Agam yang akhirnya menyetujui hal itu. Lagipula Agam yakin bahwa dirinya yang akan menang.

Agam pun berjalan mendekati Sean hingga kedua laki-laki itu persis saling berhadapan.

Dragoste (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang