Tentang kamu Yang Selalu Ada

64 17 6
                                    


Tentang kamu yang selalu ada. Pernahku mengabaikanmu ketika aku mendapat yang baru. Meninggalkanmu pada terlelapnya Ibukota. Seolah menenggelamkanmu dalam pikiran bawah sadarku, membuatnya nyaru dari kecilnya debu dan beningnya embun.

Aku memahami apa yang kau tuliskan. Setiap bahasa hatimu yang kau terjemahkan menjadi karya tulis melalui sebuah postingan sosial media hijau, aku memahaminya. Terkadang aku menangis, tersendu, bahagia, ketawa, agak kurang mengerti bahasamu, tapi kebanyakan aku benar-benar memahaminya. Bahasamu tidak begitu mempergunakan banyak diksi, namun tetap sampai pesan yang kau saratkan di tulisan itu menuju ke hati. Bahasamu ringan namun juga ada penekanan di setiap bait kata. Mendayu dan amat pilu.

Kesederhanaan tulisanmu menggambarkan pribadimu yang selalu memberikan tampilan apa adanya. Terkadang kau cerita hari-hari yang kau alami. Mendayu sedih. Membagi asa kepadaku yang tenggelam dalam gemerlapnya dunia. Ketika bahasaku sulit dimengerti, berbicara denganmu mudah untuk kupahami. Apapun opini yang kuutarakan, selalu kau respon dengan hati. Nyambung. Lurus. Dan membuatku puas ketika kita mencoba berdiskusi.

Kamu selalu ada di setiap sedihku kembali. Kamu adalah dermaga sementara ketika aku lelah berlayar, ketika aku lelah diterjang ombak samudra. Terkadang, kamu juga menjadi bandar udara yang siap menerima pesawat lain landas. Kenyamanan yang kau berikan –walau belum sepenuhnya- mampu membongkar tabir yang selama ini kujaga baik-baik.

Malam ini aku menangis, membaca tulisanmu yang begitu mengalir. Mendesir. Deras melebihi air terjun terderas yang pernah kusaksi. Rebas. Air mataku rebas. Berselancar hebat melalui gembungan yang berada di bawah mata. Masuk hangat menyentuh bibir. Asin. Kecut.

Baru kusadari bahwa ada rasa yang lebih dari sekadar kakak dari lubuk hatimu. Dari celah hatimu yang tidak pernah kujamah. Ada bahasa yang tidak bisa kumengerti. Oh maaf, bukan tidak bisa kumengerti, melainkan aku takut gengsi. Yang kutahu, itu bukan untukku. Kau menulis bukan tentangku, barangkali tentang yang lain. Aku tidak ingin terlalu percaya diri untuk masalah itu.

Dan tentang kamu yang selalu ada,

Kau memaknai filosofi dua telinga dan satu mulut. Manusia diberikan dua telinga dan satu mulut agar lebih banyak mendengar daripada berbicara. Dan kau telah menyeimbangi keduanya. Kau pendengar yang baik.. Ketika aku terguncang, kau menstabilkan. Kau mampu menembus pemikiranku pada batas titik wajar pemikiran orang pada umumnya.

Tapi maaf, untuk kali ini, aku belum jatuh hati. Tak tahu esok atau kemudian hari.

Sebab hati dan doaku masih senantiasa merapalkan namanya. Butuh banyak pertimbangan bagiku ketika merasakan cinta. Karena cinta, esensinya luar biasa. Cinta itu suci. Aku harus berhati-hati mengidentifikasi rasa yang kupendam. Apa ini cinta ataukah nafsu. Dan perasaanku terhadapmu tidak lebih dari sekadar pengganti si anak pertama atasku yang anak kedua.

Terima kasih untukmu yang selalu ada di belakang layar, di samping, di depan, di manapun aku butuh. Begitu tebal tabir antara kita. Seperti tempo hari pernah ku bilang, bahwa aku memerlukan rembulan. Namun kau bilang, rembulan hanya bisa menyinari gelap malam untuk saat ini. Untuk. Saat. Ini. 

MOZAICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang