15 Best Brother

31 7 0
                                    

"ICHAAAA.." Rio berlari ke arah adiknya dan langsung memeluknya.

"Ada apa ini? Cha kenapa? Cerita sama kakak?" Tanya Rio berturut turut.

"Icha mau pulang Kak." Jawab Farisa.

Sebenarnya Rio penasaran dengan semuanya,melihat adik satu satunya menangis membuat hatinya sakit. Dia melihat kearah Johnny seperti meminta penjelasan, tapi Johnny malah mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Rio juga bingung kenapa Fina juga menangis tapi teman temannya tidak berusaha menenangkannya.

"Kak, Icha mau pulang. Sekarang ayok Kak. Hhhhhhh. Icha capek Kak." Ucap Farisa disela sela tangisannya.

"Yya udah ayo pulang. Udah jangan nangis terus atuh." Rio mengusap punggung adiknya.

"Mau kita anterin pulangnya Cha?." Tawar Thalita.

Farisa hanya menggeleng.

"Kalian duluan aja biar nanti Icha gue yang urus." Kata Rio.

"Kalo gitu kita duluan ya Kak Rio, Cha." Pamit Feli.

"Iya. Icha udah jangan nangis lagi. Orang macam dia ga pantes lo tangisin. Jangan sakit awas aja kalo besok ga masuk. Kita semua bakalan cabut dari sekolah terus ke rumah lo." Kata Melysa.

Farisa hanya mengangguk dipelukan Kakaknya menanggapi perkataan Melysa.

Dan satu persatu dari mereka pun mulai meninggalkan sekolah.

"Udah nangisnya?"

Farisa mengangguk dan melepaskan pelukannya pada Rio.
Rio mengusap sisa air mata yang ada di pipi Farisa dengan ibu jarinya.

"Yuk pulang." Rio menarik pelan lengan Farisa tapi Farisa diam saja.

"Kenapa lagi?"

"Gendong." Jawab Farisa dengan suara paraunya.

Rio sama sekali tidak merasa kesal. Dia tersenyum kemudian jongkok dihapan Farisa.

"Ayo naik."

"Hehe makasih Kak Rio." Farisa pun digendong sampai ke parkiran.
Rio senang jika Farisa manja seperti ini.

Flashback-
Terakhir kali Rio menggendong Farisa itu saat Farisa SD. Saat itu Farisa sedang bermain sepeda di taman komplek tapi ternyata Farisa belum begitu ahli mengendarai sepeda sehingga sepeda yang dikendarainya jatuh kedalam kolam ikan yang ada ditaman tersebut.
Farisa menangis dan kemudian Rio datang yang kebetulan memang sedang ada disana.

"Icha kenapa?"

"Huaaaa sakit Kak. Kaki Icha sakit."

Rio pun membantu Farisa untuk bangkit. Dan melihat kearah kakinya. Kakinya berdarah.

"Yaudah ayo Kakak gendong."

"Terus nanti sepedanya gimana Kak?"

"Sepeda bisa dibeli lagi. Ditoko banyak. Kalo Icha cuma satu ga ada lagi." Jawab Rio. Kemudian Rio menggendong Farisa sampai rumah.

👫👫👫

Mobil Rio pun sampai didepan rumah mereka. Tapi Farisa masih belum beranjak dari duduknya.

"Gamau turun?" Rio melepaskan sabuk pengamannya.

"Eh udah sampai Kak?" Farisa membuka pintu mobilnya tapi kemudian lengannya ditahan Rio.

"Jangan sungkan cerita sama Kakak, Kakak bakalan jadi pendengar yang baik buat Icha. Janji mau cerita?"

"I-iya Kak. Icha kedalam dulu." Farisa pun masuk ke rumahnya.

"Gue inget sekarang, Johnny. Iya benar dia Johnny. Padahal gue gak berniat buat rebut dia dari lo John. Lo punya dendam sama gue kenapa malah adek gue yang lo sakitin." Rio menghela napasnya, kemudian keluar dari mobil.

Rio pun masuk kedalam rumahnya. Sebentar dia melihat ke arah kamarnya Farisa dan pintunya masih tertutup rapat.

"Kakak ga bakal biarin siapa pun nyakitin lo, Cha. Apalagi sampai bikin lo nangis. Maaf Kakak belum bisa jadi Kakak yang baik buat lo." Rio pun masuk ke kamarnya.

.
.
.

Tok tok tok

"Cha? Boleh Kakak masuk?"

"Bentar Kak." Jawab Farisa singkat. Dan terbukalah pintu kamar Farisa dengan menampilkan Farisa yang matanya merah dan sedikit bengkak mungkin terlalu banyak nangis dan ketiduran.

"Baru bangun atau baru selesai nangis?"

"Tadi ketiduran bentar Kak. Kecapean mungkin."

"Oke." Rio kemudian masuk ke kamar adiknya dan langsung tiduran diranjangnya.

"Kakak ngapain kesini?" Farisa duduk ditepi ranjangnya.

"Masih gamau cerita?" Rio bangun dan duduk bersila.

"Oh itu. Tapi Icha bingung harus mulai dari mana."

Rio menarik Farisa ketengah ranjangnya sehingga mereka duduk berhadapan.
Rio sebenarnya sudah tau. Karena tadi sebelum ini dia bertanya pada Melysa dan Melysa pun menceritakan semuanya.

Hanya saja Rio ingin mendengarkan langsung dari adiknya.

"Kenapa bingung?"

"Icha gamau benci sama orang lain. Tapi kenapa rasanya sakit banget. Dibohongin sama orang yang udah kita percaya itu sakit Kak. Dia tau semuanya,tapi kenapa nyembunyiin itu dari Icha. Harusnya sebelum Icha suka sama tuh orang dia bilang sama Icha kalo dia sama si dia itu belum putus. Bahkan katanya masih sayang. Terus Icha ini apa? Cuma pelarian doang gitu?" Farisa berusaha untuk tidak menangis lagi.

"Apa susahnya sih untuk jujur? Kalo jujur dari awal kan masalahnya ga bakal serumit ini."

Rio memeluk adiknya yang mulai menangis lagi.

"Udah ya. Sekarang mending Icha tidur udah malem. Jangan kebanyakan nangis nanti besok pasti bengkak matanya."

"Hhhhhhh gabisa tidur Kak."

"Kakak temenin sampe Icha tidur."

Farisa membaringkan tubuhnya, dan Rio menaikan selimutnya sampai batas dada.

"Kak, Icha kangen sama Mama Papa. Kapan mereka pulang ke rumah? Mereka ga lupa kan kalo punya anak?"

"Hush jangan ngomong kayak gitu." Rio memukul mulut Farisa pelan,
"Kakak juga kangen, tapi kan mereka kerja buat kita juga Cha. Kalo pulang juga di rumah kan Mama sama Papa ga pernah tuh ngurusin kerjaan. Karena mereka juga tau kalo dirumah itu waktunya quality time sama anak anaknya."

"Iya juga sih. Tambah kangen."

"Mau vidcallan ga sekarang?" Tawar Rio.

"Mau. Tapi kasian kan sekarang udah malam. Waktunya mereka istirahat."

"Yaudah sekarang Icha tidur aja. Nanti kapan kapan kita vidcallan sama Mama Papa." Kata Rio yang dibalas anggukan oleh Farisa.

Rio mengusap usap kepala Farisa. Itu adalah cara paling jitu untuk buat Farisa cepat tidur. Dan terbukti, baru sekitar 10 menitan Farisa sudah tertidur.

"Good night. Happy nice dream, dear." Rio mencium singkat kening Farisa kemudian  keluar dari kamar Farisa.




Tbc

Makasih yang udah baca dan vote.

The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang