Malaikat, Sang Juru Penyelamat

6.8K 643 69
                                    

Daniel menatap rumah kosongnya. Dia tahu ini akan terjadi, cepat atau lambat. Bahkan tanpa dia harus memicu segalanya. Sejak awal Beam sudah bersiap untuk pergi. Selama enam bulan, walau tinggal bersamanya, Beam selalu meletakkan pakaiannya di koper. Beam tinggal disini tapi hatinya tidak. Tapi, dia tidak menyangka kalau Beam akan pergi secepat ini.

"Shit, dimana anak itu sekarang" ujar Daniel khawatir.

Beam sedikit gila. Dia bukan orang yang suka berpikir panjang. Dia akan mengikuti kemauan orang lain jika dia menyukai orang tersebut. Itulah yang dilakukan Daniel selama ini, berpegang pada kebaikan Beam. Walau tahu Beam tidak mencintainya tapi dia terus menahannya.

Daniel menatap nomor telpon di hapenya. Hanya ada empat orang didunia ini yang Beam percayai, dan Daniel tahu kalau salah satunya bukan dia. Daniel berpikir sejenak sebelum akhirnya dia menelpon seseorang.

"Halo" saat ini pukul delapan malam. Daniel tidak menyangka Phana akan mengangkat telponnya pada dering pertama.

"Ha-halo" jawab Daniel gugup. Dia berjalan mondar mandir untuk menenangkan hatinya.

"Ada apa Phi? Apa Beam membuat masalah?" tanya Phana. Daniel mendesah. Ia tahu Beam tidak bersama Phana hanya dengan mendengar reaksi Phana. Jika Phana bersikap seperti ini maka Kit juga pasti tidak tahu keberadaan Beam.

"Se-sepertinya aku salah pencet nomor telpon" elak Daniel.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Daniel basa basi

Phana terdiam sesaat "Lebih baik sejak Phi memungut Beam" candanya. Daniel tertawa canggung. Phana akan membunuhnya jika tahu saat ini Beam tidak lagi bersamanya.

"Ba-bagus kalau begitu...ehm...sampai jumpa" jawab Daniel sambil memutuskan sambungan telponnya.

Daniel menghela nafas panjang. Nama berikutnya dalam daftar orang kepercayaan Beam adalah kedua orang tua beam. Tapi Daniel tahu, Beam membenci kedua orangtuanya yang kini sudah menikah lagi. Jadi Beam tidak mungkin bersama mereka.

Daniel menatap pesan terakhir yang Beam berikan padanya.

"Aku akan menunggumu di kantor"

Daniel merasa bersalah. Ia memiliki pekerjaan di Hongkong selama seminggu sebelum mereka berpisah. Disanalah dia memutuskan untuk mengiyakan ajakan direkturnya. Menikah dengan putri satu-satunya Direktur mereka. Daniel mendesah. Dia mengirimkan pesan pada Beam.

"Be. Aku tahu kamu membenciku tapi setidaknya katakan kamu ada dimana. Jangan membuatku khawatir" kirimnya.

Daniel berdiri di pinggir jendela kamarnya. Dia menatap hampa pada tempat tidurnya. Beam benar-benar meninggalkannya, bukan hanya melarikan diri darinya tapi juga pekerjaannya.

"Shit" Daniel memukul dinding apartemennya kuat. Tangannya terasa sakit tapi hatinya terasa lebih sakit.

*****

Beam mengikuti Forth masuk ke apartemennya. Dia sedikit mabuk sehingga kesulitan menyeret kopernya. Dia meletakkan kopernya di tengah ruangan.

"Ini tidak seperti yang kuduga" ujar Beam sambil memandang ke sekelilingnya.

"Kenapa? Ini terlalu kecil? atau terlalu biasa?" tanya Forth sambil tersenyum tipis. Dia berjalan ke sebuah kamar dan membuka pintu kamar tersebut. Beam menyeret kopernya dan masuk ke dalam kamar.

"Aku hidup sendirian jadi untuk apa tinggal di rumah yang luas" jawabnya. Beam menatap ke luar jendela kamar tersebut. Beam bisa melihat sebuah balkon luas, kolam renang mini dan pemandangan sungai Chao Praya yang berhiaskan lampu serta Wat arun yang megah. Tempat ini jelas tidak murah.

Angel and DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang