Rasanya gambang, otak gue tiba-tiba jadi gak berkerja. Gue cuma natep layar hape Selly yang nampilin story-story lain yang bikin kepala gue makin panas.
Pandangan gue buram, dada gue sakit karena debaran yang menyakitkan.
Sampai gue gak bisa nahan diri gue buat ngeluarin suara isakan yang menyedihkan.
"Tall," Selly meluk gue.
Bikin tangisan gue makin kenceng, gue takut, takut kalau yang gue ucapin barusan itu bener.
"Kai gak mungkin selingkuh, Sell."
"Gue harap juga enggak, Tall."
Gue ngelepas pelukan Selly. Dia malah bikin gue tambah takut.
"Sell. . ."
"Kamu coba tanya dulu sama Kai. Jangan nutup mata, Tall. Cinta boleh, bodo jangan." Selly motong omongan gue. Dan kata-kata dia kayak nampar gue seketika.
Dan gue mulai inget keganjalan-keganjalan yang gue abaikan selama ini. Dari Kai yang sering ke Bandung, nginep di sana. Wangi manis di badan dia. Liptint di mobilnya. Hapenya yang sekarang jarang boleh gue pegang. Semua itu ada alasannya.
Kai punya cewek lain.
Dan gue terlalu bodoh buat nyadarin itu.
Gue terlalu percaya sama Kai sampai gue buta, buta karena gue terlalu cinta sama dia.
Gue lupa kalo Kai itu cuma cowok biasa.
Tapi gue juga gak boleh langsung percaya. Gue gak boleh ngabain kalau Kai sayang banget sama gue. Dia mau gue jadi pendaping hidupnya, ibu dari anak-anaknya. Kai cinta sama gue.
"Kita mau nikah," lirih gue.
Selly nempuk punggung gue sambil meluk gue erat.
"Makanya gue ngomong ini sama lo karena cewek ini hamil sekarang."
Seakan belum cukup gue kesakitan ini, Selly nambah lagi kesakitan gue.
Nggak. Nggak mungkin. Sesak, sesak banget dada. Ini belum tentu bener tapi kenapa sakit banget.
Gue harus tanya langsung sama Kai. Selly sahabat gue tapi gue gak boleh percaya begitu aja sama dia. Siapa tahu ini kebetulan.
Kebetulan dashboard dan pengharum mobil itu sama. Kebetulan cewek itu hamil sama cowoknya bukan laki gue. Mungkin aja ini kebetulan kan?
Gue cinta sama, dia gak akan menghianati gue.
"Gue harus ketemu sama Kai," gue turun dari ranjang buru-buru, ambil dompet sama hape dan nyari kunci mobil gue.
"Tall, tunggu." Selly nyegah gue.
"Tunggu dulu, jangan ngomong sama Kai sekarang. Lo lagi emosi. Tenangin diri lo dulu." Selly narik gue buat duduk lagi di ranjang.
Gue pengen bantah tapi yang dia bilang barusan gak salah. Kalau gue ngomong sama Kai sekarang kita bakal ribut.
Dan suara gaduh barusan bikin Mama gue masuk ke kamar, "Kok berisik banget lagi pada ngapain?" Tanya Mama santai tapi begitu lagi gue Mama langsung. . .
"Loh dek kamu kok nangis?" Mama panik liat gue yang malah nangis makin kenceng.
Gue sesenggukan sambil geleng, nggak bisa ngomong sama Mama. Sebelum gue tahu kebenerannya. Dan untung aja Selly juga diem. Dia bilang ke Mama kalo kita habis nonton drakor makanya gue nangis.
"Beneran, dek?" Tanya Mama sangsi.
"Iya, Ma." Jawab gue sambil ngapus air mata dan senyum tipis ke Mama.