"Soojung kau belum pulang?" Jongin berdiri di depan meja asistennya dengan setelan resmi yang sudah berantakan.Soojung baru saja menatap layar monitor yang penuh dengan tulisan menjenuhkan melonggo mendapati pemandangan tidak biasa di depannya. Pasalnya ia belum pernah melihat Jongin berpenampilan tidak rapi seperti ini. Rambutnya acak-acakan hanya disisir dengan jari dan jasnya tersampir di tangan kirinya.
Dasi yang biasanya tersimpul rapi di kerah Jongin sudah tidak ada. Meninggalkan tiga kancing teratas kemeja putih yang dikenakannya terbuka, memperlihatkan sedikit dadanya yang keras.
Oh Tuhan! Kim Jongin benar-benar panas sekarang. Dan Soojung tidak bisa berhenti menatapnya.
"Soojung?"
'Soojung!!!' Jongin dan dewi batinnya memanggil Soojung secara bersamaan dengan nada yang sangat berbeda. Suara Jongin lembut dan menghanyutkan sedangkan dewi batinnya berdecak memperingatkan.
"Aa-aku ehem." Soojung kehilangan kata-kata untuk sesaat. Ia tidak harus menjadi gugup harus karena memandang Jongin dengan kondisi yang mengenaskan itu. Tidak boleh.
"Aku harus mempersiapkan dokumen untuk besok, Sajangnim." Ucap Soojung dengan suara yang lebih baik meski dengan sedikit serak, karena efek dari lelah bukan Jongin. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul sembilan tiga puluh malam. Dan dia saja baru menyelesaikan pekerjannya .
"Kenapa kau tidak meminta sekeretaris Park untuk melakukannya? Ini tugasnya." Jongin bertanya.
"Sekretaris Park sedang hamil. Dan ini mendadak, aku hanya ti...."
"Baiklah." Potong Jongin seenaknya tanpa mau mendengar lebih lanjut penjelasan Soojung. "Apa masih lama?"
"Tidak," jawab Soojung ketus yang merasa tersinggung. Kim Jongin memang selalu seperti itu. Percayalah dia itu lebih menyebalkan dari pada Lee Young Joon bossnya Kim Miso.
"Aku hanya tinggal mentransfernya ke dalam flashdisk, Sajangnim." Lapor Soojung.
"Kalau begitu pulanglah bersamaku."
"Hah?" Soojung tidak yakin mendengar apa yang Jongin katakan barunya.
Apa ia tidak salah? Pulang bersama? Sejak kapan Jongin bersikap baik?
"Ini sudah malam." Jongin beralasan.
Soojung tahu kalau ini malam. Jika bukan karena Jongin yang mendadak memutuskan akan pergi ke Jeju besok pagi, ia juga tidak akan pulang selama ini.
"Tidak apa-apa aku bisa menggunakan taxi, Sajangnim." Dengan halus Soojung menolak. Pulang bersama bossnya itu hanya bukan ide yang bagus.
"Sulit mendapatkan taxi jam segini. Cepat bereskan barangmu." Nada bicara Jongin penuh otoritas, itu berarti Soojung harus menurut. Lagi pula Jongin itu bukan tipe yang akan menerima kata tidak. Tidaknya Soojung itu tidak akan berarti bagi Jongin.
Setelah bekerja bersama CEO SK Group itu selama lima bulan Soojung mulai mengenal katakter Jongin. Pria itu tidak suka penolakkan. Apapun yang dia mau harus terlaksana. Begitu juga yang terjadi beberapa bulan lalu saat Jongin membuat keputusan besar untuk mengakusisi Hynix, perusahaan semikonduktor yang hampir bangkrut.
Tidak ada prospek sama sekali terhapat perusahaan itu. Bahkan bisa dikatakan jika Hynix hampir collapse. Tapi Jongin melawan dewan direksi lain dan tetap ngotot untuk mengakuisisi Hynix. Tentu saja dengan 52% saham, suaranya menang. Jongin melakukan marger dan akuisis, merubah Hynix menjadi SK Hynix dan menjadikannya sebagai salah satu anak perusahaan SK Group.
Perlahan namun pasti Jongin membuktikan jika keputusannya itu benar. SK Hynix mulai menunjukkan perubahaan yang sangat baik di tangan dingin CEO muda Korea itu.