Ahn Hyun-ae Special Story | #32

13 10 4
                                    

"Pfftttt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pfftttt... Hahahaha" tiba-tiba saja Soo-yoon tertawa sangat keras. Hyun-ae melihat kearahnya lantas memasang wajah kesal. Tadi Soo-yoon membohonginya dengan bilang bahwa ibunya ada disini. Bagaimana Hyun-ae tak memasang wajah kesal. Lantas dalam beberapa detik Soo-yoon sudah mengaduh kesakitan karena mendapat satu jitakan keras dari Hyun-ae.

"Sialan. Kau pulang sana kalau akhirnya hanya ingin mengganggu ku saja" setelah mengatakan itu wajah Soo-yoon terlihat tertekuk. "Mian. Aku tak akan melakukannya lagi. Aku hanya ingin mengecek seberapa panik kau ketika ketahuan ibumu" "Tapi itu tak lucu bodoh" Lantas satu jitakan lagi dari Hyun-ae. "Ne. Jeongmal Mianhae"

"Ya. Cepat sana bantu aku bekerja" ujar Hyun-ae lantas menunjuk ke arah tumpukan yang berisi ramyeon yang belum ditaruh di dalam rak. "Ne" sesudah itu Soo-yoon langsung mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Hyun-ae seraya mengeluh beberapa kali.

Sedangkan Hyun-ae sudah mulai melayani para pembeli yang datang dan pergi seiring waktu ketika toko dibuka. Tetap tersenyum ramah walaupun terkadang beberapa pembeli sangat tidak sopan.

"Ahn Hyun-ae. Benarkan ?" Ujar seorang laki-laki yang terlihat beberapa tahun lebih tua darinya. "Seu... Seungcheol Oppa ?" "Ne majja. Kau bekerja paruh waktu disini ?" Hyun-ae terdiam ia harus jawab apa ? Karena laki-laki yang di depannya sekarang adalah teman masa kecil juga tetangga dirumahnya dulu. Rumah yang ia tinggali sebelum memilih untuk tinggal sendiri.

"I.. Iya. Oppa tolong rahasiakan ini dari Eommaku. Kumohon" "Memangnya kenapa kau ingin merahasiakan dari Eomma mu ?" Seungcheol terlihat bingung karena dia tak mau ikut campur apalagi jika alasannya belum jelas. "Soal itu––" belum selesai Hyun-ae berbicara tiba-tiba saja Soo-yoon berbicara. "Eonni, a... ada Eomma mu"

Hyun-ae memasang wajah kesal. Ia tak mau kedua kalinya tertipu olehnya. "Aku tak akan tertipu lagi. Lanjutkan saja melakukan yang kusuruh" "Tapi Eonni, aku serius" setelah Soo-yoon berbicara itu suara pintu minimarket yang dibuka oleh seseorang terdengar. Kali ini Soo-yoon tak berbohong.

Apa yang harus ia lakukan ? Terlebih lagi ia tak bisa kabur sekarang karena pegawai lain di minimarket itu sudah pulang. Ia benar-benar tak bisa melarikan diri. "Hyun... Hyun-ae ?" Suara Eommanya terdengar agak keras. Mungkin karena cukup kaget melihat Hyun-ae disini.

Seungcheol tiba-tiba berbicara berusaha membantu Hyun-ae, mencari alasan. "Ahh... Selamat siang Eomeoni. Hyun-ae sedang membantu kerja pa––" "Hentikan Oppa tak usah. Kenapa ? Kenapa melihatku seperti itu ? Eomma tolong berhentilah menatap kasihan seperti itu padaku. Lihatkan aku bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari uang Eomma lagi. Aku bisa hidup tanpa Eomma lagi. DAN YANG PASTI AKU BISA HIDUP TANPA LAKI-LAKI ITU KAN ?. AKU BISA HIDUP TANPA AYAH SEPERTI NYA" Hyun-ae terlihat menahan amarahnya. Tetapi, tetap tak bisa. Perlahan-lahan air matanya menetes deras.

"HYUN-AE EOMMA TAK MENGAJARKAN SIKAP SEPERTI ITU" wanita itu juga terlihat marah. Lantas ia menampar Hyun-ae keras, sangat keras. Hingga rasanya sakit sekali. Tak hanya di pipi yang Eommanya tampar tapi hatinya lebih sakit daripada tamparan itu.

"Eomeoni tolong hentikan" Seungcheol yang melihat itu angkat bicara. Tangannya menahan tangan wanita itu yang ingin menampar Hyun-ae lagi. Sedangkan Soo-yoon yang tak tahu harus berbuat apa hanya terdiam dan menatap ke arah Hyun-ae, dengan tatapan sedih.

Hyun-ae terdiam tatapannya dingin. Ia tahu suatu saat ini akan terjadi. Ia memutuskan untuk pergi dan tak peduli dengan pekerjaan paruh waktu nya. Ia berjalan sangat cepat meninggalkan minimarket walaupun dia masih bisa mendengar Eommanya memanggil namanya. Tetapi ia tak peduli. Ia ingin segera pulang.

Hyun-ae berlari ke seberang jalan. Mencoba memberhentikan taksi namun tak ada satupun taksi yang berhenti. Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti di depannya. Perlahan-lahan kaca mobil itu terbuka dan memperlihatkan sosok Hoshi yang sedang tersenyum kearahnya.

"Hei Hyun-ae kau ingin kemana ? Butuh tumpangan ?" Hoshi berbicara dengan suara yang keras. Karena takut suaranya tak terdengar. Hyun-ae tetap terdiam. Ia tak memandang Hoshi antusias seperti biasanya.

Dari seberang jalan terlihat Eommanya dan Seungcheol memanggil namanya. Eommanya menunggu lampu merah berubah menjadi warna merah kembali. Agar bisa menyeberang mengejar Hyun-ae.

Hyun-ae akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam mobil Hoshi dan melihat ke arah Eommanya. Tapi, ada orang lain selain Hoshi dan dirinya, Wonwoo. "Kau habis pergi dari mana ?" Tanya Hoshi. "Bisa langsung kau jalankan saja mobilnya. Akan ku jawab nanti" setelah Hyun-ae berbicara itu Hoshi berdeham pelan lantas mulai mengendarai mobilnya.

"Kau habis menangis ?" Wonwoo tiba-tiba berbicara seperti itu. Membuat Hoshi melihat kearah Hyun-ae melihat apakah yang dikatakan oleh Wonwoo itu benar dan ternyata benar. Matanya sembab dan agak merah. Juga masih kelihatan berkaca-kaca.

"Baiklah jika tak mau cerita. Tapi, kau tak lupa belajar untuk olimpiade matematika kan ?" Hyun-ae mengangguk kecil dan terus menatap ke arah jalan. "Tolong ke arah sana saja. Aku ingin kerumah seseorang" Ujar Hyun-ae berbohong seraya menunjuk agar belok ke kanan. Ke arah tempat ia tinggal sekarang.

"Nanti akan ada belajar bersama untuk Olimpiade matematika. Kau harus ikut. Maksudku Aku, kau dan Sanha juga" ujar Wonwoo lantas ia mulai memejamkan matanya mencoba untuk tertidur. Hyun-ae hanya terus terdiam tak tahu apa yang harus ia katakan.

⭕⭕⭕

Hyun-ae PoV

Mengapa aku harus mengalami semua ini. Eomma, kupikir aku sangat membencinya. Tetapi sebenarnya tidak. Itu hanya alasan agar aku juga selalu membenci pria itu. Sekarang aku tahu Eomma sepertinya juga benci padaku. Percuma saja aku berpikir untuk tak membencinya. Lama kelamaan rasa benci ini malah makin menumpuk.

Sungguh kalau boleh aku ingin mati saja. Lantas pergi ke dalam dunia kegelapan yang kekal. Tak ada masalah yang selalu menghampiri hidupku. Tak ada juga rasa penyesalan, rasa peduli yang percuma, dan rasa benci yang teramat sangat. Atau kalau boleh aku ingin terlahir kembali. Walau hanya sebagai bunga sekalipun.

Sore ini sangat kelam sekali. Cahaya matahari yang akan terbenam terlihat memasuki jendela ruangan kecil tempatku tinggal ini. Sangat sunyi walaupun sebenarnya di luar ramai oleh suara kendaraan yang berlalu-lalang. Tetapi aku tak mendengar apa-apa. Bahkan suara musik yang ku setel keras-keras tetap tak terdengar.

Pikiran ku selalu memikirkan untuk mengakhiri hidup. Aku seperti orang yang tak bernyawa. Maksudku semua yang ada di pikiran ku ingin sekali kulakukan. Mengakhiri hidup.

Tanganku bahkan bergerak sendiri mengambil silet di atas meja. Aku berusaha untuk berpikir lurus. Tetapi tak bisa. Sepertinya aku sudah gila. Saat ini bahkan aku sama sekali tak bisa mengendalikan tubuhku.

Silet yang sudah ku pegang ku gesekan pelan-pelan tepat di lenganku. Perlahan-lahan tetesan darah mengalir dan aku malah tersenyum puas. Satu gesekan lagi pada tanganku. Gesekannya tak dalam. Aku hanya ingin melukai tanganku.

Aku menggesekkan silet itu terus menerus hingga kurasa cukup dan perlahan-lahan aku sadar apa yang aku perbuat aku memegang tanganku. Sempat mengaduh perih. Tapi entah mengapa rasa marah dan kekesalan tadi telah hilang.

Aku terjatuh ke arah kasur. Lantas samar-samar pandanganku menjadi gelap.

⭕⭕⭕

Because You My First Boy (With Seventeen And Wanna One)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang