Chapter 3

136 83 48
                                    


Happy reading!

Hargai cerita saya dengan menekan tombol bintang🐽

Putri, Ana dan Ifa merasa khawatir dengan sahabatnya, Bulan. Pasalnya selepas dari perpustakan ia tak kembali lagi. Padahal KBM sebentar lagi akan dimulai.

"Ishh... Dimana si Bulan," kesal Ana.

"Ga pernah kaya gini dia," lanjutnya.

"Ifa khawatir sama Bulan," ucap Ifa dengan memandang pintu kelas,  mereka berharap Bulan segera tiba.

"Udah udah kita positif aja," ucap Putri menenangkan.

"Gue ga bisa! " bantah Ana.

Mereka terus berharap agar Bulan segera ke muncul di kelas.
Waktu terus berjalan teratur,  namun tak terlihat batang hidungnya Bulan. Mereka semakin khawatir karena terdengar bell berbunyi menandakan KBM di mulai.

"Gimana ini?" ucap Ifa cemas.

"Gue juga bingung, " balas Putri yang diangguki oleh Ana.

"Apa kita cari aja? " saran Ana.

"Tapi Pak Seno udah di pintu," balas Putri sambil menatap jendela yang menjuru keluar kelas.

Pak Seno— guru yang mengajar memasuki kelas mereka. Mau tak mau mereka harus mengikuti pelajarannya dengan hati gelisah dan pikiran yang berantakan.

Di sepanjang pelajaran, Putri mengeluh sakit perut. Kemudian Dia ijin menuju ke UKS ditemani Ana.

Sesampainya di UKS, mereka terkejut melihat Bulan yang terbaring dengan keadaan yang mengenaskan.

"Bulann!!" teriak Putri histeris. Mereka mendekati Bulan.

"Lo kenapa? Kok bisa kek gini? Itu pipi lo kenapa? Tangan napa di perban? Bibir kok biru? Rambut lo ko kusam? Lo udah ma—" Putri bertubi tubi mengeluarkan pertanyaan yang kemudian di potong oleh Bulan.

"Gue gapapa," kata Bulan. Putri dan Ana menganga tidak percaya dengan jawaban Bulan.

"Kaya gini lo bilang ga papa?!" suara Ana naik satu oktaf.

Bulan menghela napas dan berkata, "Nanti gue ceritain."

"Okee, awas kalo lo bohong! " ucap Ana sambil mengancam.

"Ngapain ke sini?" tanya Bulan.

"Eh ini si Putri sakit perut katanya," celetuk Ana.

"Tapi setelah liat lo, gue jadi gak sakit lagi deh." Putri menyambung perkataan Ana.

"Hah!? Lo suka sama sesama jenis? Astagfirullah. " sergah Ana sambil mengusap usap punggung Putri.

"Enggakk lahhh!" bantahnya.

Bulan yang melihat candaan sahabatnya itu merasa terhibur. Bulan percaya meskipun semua orang yang dia sayang menjauh, sahabatnya tetap ada disampingnya.

"Kalian kembali kelas," ucap Bulan.

"Gak! Gue mau nemenin lo," bantah Putri yang disetujui oleh Ana.

"Gue ga papa," Bulan berusaha menyakinkan.

"Tolong." lanjut Bulan memelas.

Tampak Ana dan Putri saling pandang sebagai isyarat percakapan mereka. Kemudian mereka menetujuinya dan pasrah kembali ke kelasnya.

Setelah meninggalkan Bulan sendiri, Bulan kemudian menerawang kejadian di masa lalunya yang menjadi pakar permasalahan.

Bulan menyerengit pusing. Sekujur tubuhnya dipenuhin keringat dingin. Tangan yang bergetar berusaha mengambil gelas yang berisi air putih yang ada di meja. Lalu menegakkan.

Bulan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang