Happy Reading ☀.
Setelah mendengar pengumuman dari kepala sekolah, Langit memutuskan untuk pulang ke rumah. Sebenarnya ia diajak para sahabatnya untuk ikut mendaki. Namun ia enggan tanpa alasan.
Disepanjang jalan, ia selalu memikirkan Bulan padahal ia baru kenal namun terasa ia pernah dekat. Tanpa pikir panjang lagi, Langit meneruskan kegiatannya. Langit mempercepat laju motor kesayangannya itu dengan alasan ia merasa sangat letih.
Sesampainya di rumah, ia langsung menuju ke lantai dua tempat kamarnya berada. Langit bingung ingin melakukan apa. Teman temannya sekarang tak ada. Dan keluarganya pergi ke rumah pamannya. Langit menghempaskan punggung lebarnya itu ke kasur tanpa melepas atribut sekolah.
Langit menatap langit-langit kamarnya yang berpola angkasa yang memang ia desain sendiri.
"Bulan?" Langit bermonolog sendiri.
"Kok gue mikirin lo ya?"
Langit bangkit dari posisi nyamannya lalu ia berjalan menuju tempat belajarnya untuk mengambil sesuatu kemudian ia pergi ke balkon kamarnya.
Hembusan angin mulai meraba wajah Langit setelah ia menginjak balkon kamarnya. Firasat Langit, nanti malam akan hujan. Langit berjalan menuju bangku yang terletak di sebelah puncak pohon yang menjulang dari lantai bawah rumahnya.
Langit mengamati sebuah foto kusam yang berada di jemari tangan kanannya. Ia merindukan sosok itu. Sosok yang lebih muda darinya. Namun mengajarkan berbagai pemikiran dewasa.
Tak lama, sesuatu bergetar di saku celana kanannya. Ia mengalihkan pandangan menuju handphone nya.
Rintik-rintik hujan mulai bersentuhan dengan kulitnya. Karena tak ingin tubuhnya basah, Langit dengan sedikit tergesa berlari menuju kamarnya dengan tangan kirinya yang diletakkan di atas kepala.
Langit meletakkan foto tersebut di meja belajarnya sembari mengambil handuk untuk melaksanakan ritual setiap manusia.
***
"Kenapa sih?" tanya Ana mengerutkan dahi.
Setelah mendengar teriakan Putri, mereka langsung menemuinya dengan berbagai pikiran yang berkecambukan.
"Ad-da da-da-ra-rah, " ucap Putri gagap. Ifa dan Ana memandang tak mengerti. Namun Bulan dengan cepat mengecek dan membersihkannya. Bulan menarik tangan para sahabatnya menuju ke ruang tengah tanpa mengucapkan sepatah kata.
"Jangan takut," ucap Bulan menatap satu per satu sahabatnya.
"Gimana bisa?!" protes Ana.
"Itu cuma tinta," balas Bulan terdengar dingin namun tersirat menenangkan.
"Yaudah yuk, naik!" ajak Putri yang masih terlihat terkejut.
"Emang ada apa?" tanya Ifa polos.
Bulan, Ana, dan Putri mengabaikan pertanyaan Ifa. Mereka menampakan kakinya di anak tangga menuju kamar Bulan.
"Heyyy!" kesal Ifa sembari mengikuti langkah sahabatnya itu.
Setibanya di kamar Bulan, Ana dan Putri menggelar karpet untuk menonton film horor kesukaannya sedangkan Ifa merebahkan punggungnya di kasur milik Bulan. Bulan melangkah menuju lemari untuk mengambil pakaian dan bergerak ke kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Langit
Teen Fiction"Jangan bergantung pada harapan, bodoh! Semakin tinggi, semakin sakit." - Aurenlyn Bulan Zean --------------------------------------------------------------------------- Permasalahan bertubi tubi menghampirinya, namun Tuhan memberi sebuah jalan akhi...