Chapter 8

114 43 31
                                    

Happy reading!

Di kediaman keluarga Samuel, terlihat wanita paruh baya yang tengah terduduk manis di salah satu sofa yang terletak di ruang tamu sambil melakukan kegiatan sehari-harinya, yaitu membaca. Tak lama kemudian terdengar pintu terbuka yang membuyarkan kegiatannya itu.Vona-Ibunya Langit melihat anak sulungnya memasuki rumah dengan badan sedikit berkeringat. "Abis olahraga? Tumben kak,"

"Eh mah, engga ko," ujar Langit yang terduduk di sofa ruang keluarga kemudian meneguk air minum milik ibunya.

"Ih Langit!!" kesal Vona memukul pelan tangan Langit karena asal ambil minum miliknya.

"Elah mah, dikit doang," ujar Langit seraya merebahkan badannya di sofa.Vona bangkit dari posisi duduknya, lalu berjalan ke dapur membawa air minum untuk putra sulungnya. "Nih,"

"Makasih mah," ujar Langit mengambil gelas yang berisi air putih dari tangan ibunya, lalu meneguk habis dan meletakkannya di meja yang berada di depannya itu.

"Kamu habis ngapain emang?" tanya Vona tanpa menatap putranya. Pandangannya terulur pada koran yang tadi belum sempat ia baca.

"Nganter Bulan,"

Vona menghentikan kegiatan membacanya dan menatap Langit lalu tersenyum. "Tumben, kamu kan gamau nganter anak perempuan, waktu itu aja nganter anak temen mamah kamu gamau,"

"Ya kan beda mah," elak Langit menatap malas ibunya yang tengah senyum-senyum tidak jelas. "Dia kan udah bantu Langit," lanjutnya.

"Ah masaa?" Vona menaik turunkan kedua alisnya untuk menggoda sang putra.

"Ish udah ah, Langit ke atas dulu," ujar Langit mendengus kesal. Ia tak ingin menjadi olok-olokkan sang ibu.

"Anak jaman sekarang," gumam Vona menggeleng-geleng kepala sambil melanjutkan kegiatannya tadi yang tertunda.

Tak lama kemudian, terdengar nyaring bunyi bel rumah. Vona bergegas berdiri dan berjalan menuju pintu untuk mengetahui siapa yang datang pagi-pagi ini.

"Assalamualaikum tante," ucap serempak teman-teman Langit setelah terbukanya pintu.

Vona mengulas senyum. "Wa'alaikumsalam, kalian nyari Langit?" tanya Vona sambil mempersilakan masuk. Kemudian duduk di ruang tamu.

"Itu tujuan kedua tante," ujar Doni cengengesan tak jelas sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Tujuan pertamanya apa?" tanya Vona bingung menatap para sahabat anak sulungnya yang terlihat senyum-senyum tidak jelas.

"Biasa ngisi perut," jawab Doni seraya mengelus-elus perutnya yang di balas kekehan kecil oleh Vona.

"Aduh, maaf ya tante ini emang suka malu maluin," ujar Arya kikuk sambil mencubit lengan Doni. Sementara yang lain menatap tajam ke arah Doni.

"Aaa aduhh....." ringis Doni seraya memegang lengannya.

"Gapapa ko, nanti makan bareng aja, Langitnya masi di kamar," ucap Vona tersenyum.

"Ale dimana?" tanya Ryan penasaran. Sahabat-sahabat Langit memang sudah akrab dengan keluarga Langit. Jadi tak heran jika, mereka sering bermain bersama ataupun bertamasya bersama.

"Tadi udah bangun, mungkin lagi mandi," jawab Vona yang diangguki oleh Ryan.

"Tan aku ke kamar Langit dulu ya," ucap Arya yang diikuti oleh Doni dan Ryan.

"Iyaa, sekalian ajakin suruh turun ya buat makan," pinta Vona yang diangguki oleh mereka. Kemudian mereka menaiki tangga menuju kamar Langit.

Doni, Arya, dan Ryan pun memasuki kamar Langit tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Terlihat Langit yang sedang mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya memegang ponsel. Langit belum menggunakan baju sehingga badan kekarnya terlihat jelas.

Bulan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang