Chapter 10. Doni

64 16 11
                                    

Happy Reading!💙

Vote+komen teman temanku!✨



Langit tiba di halaman kediaman Doni. Ia melepaskan helmnya dan beranjak untuk mengetuk pintu rumah Doni.

"Assalamualaikum," salam Langit sambil mengetuk pintu rumah Doni.

Tak sampai menunggu lama, pembantu dari rumah ini membuka pintu untuk mempersilahkan Langit masuk. "Wa'alaikumsalam, silakan masuk den,"

"Doni mana bi?" tanya Langit yang sudah duduk nyaman di sofa ruang tamu.

"Sepertinya masih di kamar, bibi panggilan dulu ya," ucap pembantu itu dan berjalan meninggalkan Langit yang tengah menatap foto-foto yang terpajang di ruang tamu.

Sebenarnya bukan pertama kali Langit menginjak di rumah Doni ini, namun ia sudah berkali-kali. Apa lagi kedua orang tuanya sudah saling mengenal dan berteman dekat. 

Langit menatap satu per satu foto keluarga Doni dari Doni masih kecil hingga beranjak dewasa. Langit akui Doni memang memiliki paras yang memadai. Namun kalian tahu kan sifat Doni yang membuat geleng-geleng kepala.

"BIBII!!! SEMPAK DONI SI DIMANAA?? UDAH DI CARI GA KETEMUU!!" teriak Doni yang membuat Langit geleng geleng kepala. Tiba-tiba Langit memiliki ide untuk meledek Doni. Ia menyalakan perekam suara dari handphone nya.

"BUKAN ITU BI! SEMPAK YANG KEMARIN AKU BELI, YANG GAMBAR BETMEN KAN DI CUCII!!"   teriak Doni lagi. Langit berusaha menahan tawa di ruang tamu.

Sementara di kamar Doni terlihat berantakan. Bibi nya tengah mencari barang yang telah di sebutkan oleh Doni tadi.

"Nih den ketemu," ucap Bibi yang masih dalam posisi telungkup karena mencari di bawah kasur.

"Alhamdulillah ya Allah,"

"Itu belum di cuci den, bibi kemarin ga nyuci itu," ucap Bibi membereskan kamar Doni yang seperti kapal pecah.

"Kayanya Doni lupa baru deh bi hehe," tutur Doni cengengesan menatap bibi nya.

Bibi hanya geleng-geleng kepala menatap tuan mudanya itu. Sudah beranjak dewasa tapi kelakuan masih saja seperti anak kecil.

"Den, udah di tunggu sama den Langit di bawah," ucap Bibi membawa pakai kotor dari kamar Doni untuk di cuci.

"Iyaa bi, bilang aja suruh tunggu. Siapin bekal pake plastik ya bi." ucap Doni yang tengah berkaca, lalu menyisir rambutnya menggunakan jemari.

"Sip, Doni sudah ganteng," ucap Doni narsis.

Doni menuruni tangga dengan tas yang berada di pundaknya. Tak lupa membawa jaket dan kacamata nya itu.

"Lama banget kaya cewe lo," desis Langit menatap datar Doni

"Ya maap, orang ganteng mah harus lama persiapannya biar selalu awet muda," sombong Doni.

"Najis," desis Langit menatap jijik.

"Ini den bekalnya," ucap Bibi menyerahkan bekal yang di bungkus plastik.

"Oke sip sama-sama," jawab Doni menyeleneng pergi mendahului Langit. "Kuy berangkat,"

"Bocah tolol," umpat Langit menatap Doni.

"Pamit bi, Assalamualaikum," lanjut Langit menuju ke halaman rumah Doni.

"Wa'alaikumsalam,"

Langit melajukan motornya dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan Doni yang tengah memeluk erat dirinya.

"Don, gausah peluk-peluk gue, gue gigu anjir!" ucap Langit mengoyahkan badannya agar Doni melepaskan pelukannya.

Pelukan Doni sedikit renggang namun belum terlepas, "Lo jangan cepet cepet dong, gue takut ni,"

Bulan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang