BAB 10

284 45 1
                                    

"Untuk apa mereka di bangkitkan kembali?" tanyaku kepada Jason.

Jason tampak seperti tidak sabar mengalahkan orang mati itu. "Untuk menyerang kita!" detik itu kami di serbu orang-orang mati itu.

Aku menyerang mereka tapi tidak se-brutal Jason. Jason tampak ada amarah yang terpancar dari cowok itu, aku menyabet dan menusuk dengan tombak ku. Saat mereka ingin menyerangku, aku melindungi diri dengan perisai ku. Dan aku melihat orang mati itu lari dan masuk kedalam tanah lagi.

Aku menebas sepasukan orang mati itu. Salah satu dari mereka menyerangku dengan brutal, aku tak kalah brutal nya. Tapi aku merasa tenaga ku terkuras habis hingga orang mati itu menrebut tombak ku dan menodongkan nya kepadaku. Aku mundur beberapa langkah, aku menepuk perisai ku hingga berubah menjadi gelang peraknya.

Aku tak tau harus melakukan apa, Rasverina sedang sibuk dengan orang-orang mati yang mengerubunginya, Justin juga sama sibuknya dengan Rasverina, Jason? Ah, dia bahkan telah membantai semua orang mati.

Aku semakin terpojok dan aku menabrak pohon di belakang ku. Beberapa centi lagi mata tombak ku yang tajam akan membunuhku, aneh rasanya jika aku mati dengan senjataku sendiri.

Entah apa yang terlintas di pikiran ku, hingga aku menendang orang mati itu dan merebut tombaknya dan secepat kilat aku menusuk orang mati itu hingga berubah menjadi asap hitam. Aku meniup rambut yang berada di wajahku dan tersenyum.

Dan tampaknya pertarungan telah selesai. Aku terjatuh di atas salju, nafas ku tiba-tiba saja sesak bukan main seolah oksigen di sekitar ku lenyap begitu saja. Keringat membasahi pelipisku, perutku seakan di pukuli oleh pohon-pohon ek. Tak lagi sanggup menahan sakit itu, mata ku jereng ke atas dan pingsan lah aku.

***

***

***

Aku terbangun saat sesuatu yang dingin menempel di kening ku. Aku menatap sekeliling dan mengerutkan kening ku dengan bingung, aku berada di sebuah rumah yang tampak telah tua dengan kayu-kayu yang di makan usia. Aku bangun dengan kepala yang berdenyut nyeri tapi aku busa tahan, aku kembali menelaah rumah ini.

Rumah terbuat dari kayu tua dan usang, di dinding yang terbuat dari kayu itu terdapat banyak senjata seperti pedang, belati, panah dan sebangsanya. Disebelah kananku terdapat sebuah lukisan, lukisan yang tampaknya dibuat asal-asalan tapi lukisan itu tampak seperti kristal yang aku temui di tas ku.

Aku menyenyahkan pikiran itu. Aku mengambil kain dingin yang berada di keningku dan meletakan nya dilantai kayu. Dimana yang lain? Apa mereka meninggalkan ku sendiri? Aku rasa tidak karna panah dan busur Rasverina berada di hadapan ku, tidak mungkin gadis Pemburu itu pergi tanpa panah dan busur. Mustahil.

Pintu rumah itu terbuka menampilkan Justin dan Jason jangan lupakan Rasverina, gadis itu tampak seperti orang-orangan salju, hampir seluruh tubuh Rasverina dipenuhi salju, tapi mata seterang rembulan itu berbinar-binar dan wajahnya memiliki rona merah super sehat.

"Kalian darimana saja?" tanyaku.

"Setelah kau pingsan, aku dan yang lain membawa mu kemari. Aku rasa ini tempat yang cocok untuk istirahat mengingat di luar ada badai salju." jawab Jason tapi itu bukan jawaban atas pertanyaan ku.

"Mengumpulkan kayu bakar dihutan." ujar Justin. Itu adalah jawaban yang aku inginkan.

Justin meletakan setumpuk kayu bakar dan merenggangkan ototnya dan Rasverina memilih untuk duduk di sampingku seraya mengelap panah-panah perak kesayangannya.

"Seharusnya kami tidak meninggalkan mu sendiri disini. Maafkan kami." kata Rasverina dan aku tersenyum.

Itu sama sekali tidak masalah yang terpenting mereka kembali dengan selamat dari badai salju itu. "Ngomong-ngomong kita dimana?" tanyaku lagi.

"Di bangsal senjata tua." jawab Jason cepat seraya menyalakan api dengan sihirnya.

Bangsal senjata. Tidak buruk bagiku lagipula tidak ada seorang pun disini. Aku mendekatkan diri diam di depan api unggun, rasa hangat menjalar keseluruh tubuhku.

"Eh ... boleh aku bertanya?" kata Justin seraya menatap sekeliling dengan waspada.

"Apa?" ujarku.

"Apa benar ini bangsal senjata? Aku merasakan punggungku merinding."

Rasverina terkekeh dengan suara merdu. "Tentu saja, apa kau takut hantu atau semacamnya?"

"Hei!" Justin protes. "Selama ini aku bersembunyi ditempat-tempat yang lebih dari ini, bukan berarti aku takut hantu!"

"Kau pasti mersakan nya 'kan?" tanya Justin sambil menatap wajahku.

Aku tidak yakin aku takut atau tidak. Aku sama sekali tidak merasa ada janggal disini apalagi sampai merinding seperti Justin. Maka aku menggeleng sebagai jawaban Justin.

Jason menghela napas. "Sepertinya kau penakut, Bung." katanya seraya terkekeh geli.

Aku terkekeh samar begitu juga Rasverina. Aku merasa Justin tidak bercanda mengenai bangsal senjata ini, aku tidak merasakan apapun hingga aku merasa punggungku seperti di aliri listrik. Aku duduk tegak dan menatap lukisan yang sempat aku lihat tadi.

"Aku curiga dengan lukisan itu." kataku seraya menunjuk lukisan yang berada diujung rumah itu.

"Lukisan?" Rasverina mengerutkan keningnya dan menatap lukisan itu dengan bingung.

"Sierra, itu bukan lukisan biasa." ujar Jason, tangan nya merayap kesisi badan nya dan menyentuh gagang pedangnya.

"Memangnya itu lukisan apa?" tanya Rasverina yang tampak penasaran.

Aku menatap Jason. Kenapa Jason sangat takut? Setahuku dia berani dalam segala hal, tapi sekarang dia takut dengan lukisan yang menurutku biasa saja. 

Aku bertanya, "Jason, kau baik-baik saja?"

Jason tak menjawan, dia justru berdiri dan menghampirir lukisan itu lalu merusaknya. Aku sangat terkejut dengan apa yang dia lakukan. Aku seakan melihat api yang menjilat-jilat di sekeliling tubuhnya.

Aku ingin menghampiri nya agar menghentikan perbuatan nya. Tapi aku merasa tidak punya tulang dan aku benci hal itu.

"Kenapa dia sangat marah?" tanyaky kepada Rasverina yang terus saja memperhatikan Jason.

"Dia marah." hanya itu kata Rasverina. Aku merasa ada yang di sembunyikan dari ku. Tapi bukan waktunya untuk mencari tahu, saat aku berusaha berdiri terdengar suara desis-an.

Punggungku merinding, Rasverina dan Justin langsung berdiri sambil menyiapkan senjata mereka. Dan sial nha aku tidak bisa berdiri, aku merasa lemah dan rapuh. Aku harus bisa berdiri, aku tidak mau teman-teman ku terluka.

Sebelum aku bisa berdiri, bangsal senjata itu meledak. Aku terlempar dan punggungku menabrak pohon. Napas ku terengah-engah dan telingaku berdengung nyaring, pandangan ku mengabur. Samar-samar aku melihat Rasverina menghampiri ku, wajahnya bernoda asap.

"Apa..tadi itu apa?" tanya ku sambil berusaha berdiri.

Rasverina menggeram marah, dilihatnya Jason dan Justin yang tengah melawan sosok besar dan aku tidal tahu sosok apa itu. Rasverina membantuku berdiri laku menghela napas panjang.

"Sierra, kita harus pergi ke selatan. Sekarang juga." [ ]








Jangan lupa vote dan komen nya yaaa

Koreksi kalo ada yang salah.

Oke see ya!

A PRINCESS: The Ice World [#2] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang