BAB 15

255 42 3
                                    

Nah, para pembaca yang budiman. Aku merasakan sensasi yang berbeda saat aku berlari kearah Laknos.

Aku merasa percaya diri dan ... juga kuat seolah aku diberikan restu oleh salah satu dewi atau dewa. Aku menyerangnya, tapi Laknos menahan tombak ku dengan kepaknya. Baja bertemu baja berdengung dihutan ini, percikan api pun mengenai wajahku tapi aku tidak peduli.

Dia maju dan aku mundur, tapi jangan salah. Aku menyerangnya, api di tombao ku masih menyala-nyala dengan terangnya menerangi hutan ini, aku menggeram saat kapak Laknos mengenai pipi ku membuat darah keluar dari pipi ku.

Laknos berhenti menyerangku, lalu dia menancapkan kapaknya ke tanah. Tanah bergetar dan aku merasa ada tarikan hingga aku mundur beberapa langkah. Untungnya saja punggungku tidak menabrak pohon.

Aku meludah dan menatap mata merahnya. "Sekarang, giliranku."

Aku berlari dengan tombak api berada didepan tubuhku. Aku melindungi diriku saat kapak Laknos ingin memenggal kepalaku, aku tidak mau mati saat ini. Aku masih ingin hidup.

Maka aku mengambil alih, tangan Laknos yang memegang kapak pun terlepas karena aku menebasnya dengan perisai ku, kini aku memegang kartu kemengan. Aku melompat tinggi dan menusuk dadanya dengan tombak api ku.

Laknos meraung, monster itu bergerak gelisah saat api membakar tubuhnya. Bersamaan dengan itu, Laknos berubah menjadi percikan api lalu lenyap.

Napas ku terengah-engah tapi aku tersenyum karena Laknos telah kalah. Aku menghampiri Justin dan Rasverina, mereka menatapku seolah mereka ingin mengatakan, apa kau yang melakukan itu?

Aku tersenyum, api telah padam di tombakku membuat ku memejamkan mata sambil bergumam samar, terima kasih, Dewi Api yang Agung.

"Sierra! Kau sangat keren tadi!" pekik Rasverina sambil memelukku erat membuatku sesak napas.

"Remuk aku!" dan Rasverina melepas pelukan ku begitu saja. Justin hanya tersenyum kearah ku dan aku membalasnya.

Aku menelaah hutan ini, berapa banyak monster yang akan menunggu kami? Mereka seolah di perintahkan oleh seseorang, aku janggal dengan kajadian ini. Laknos tadi seolah ada yang memanggil nya untuk datang dan menyerbu kami. Belum lagi kapaknya yang terdapat lambang es di gagangnya.

Aku menggelengakn kepalaku, tidak...perkiraan ku pasti salah.

"Teman-teman!" teriak seseorang, aku merasa tidak asing dengan suaranya. Aku menoleh kebelakang dan melihat Jason yang menghampirir kami dengan wajah yang ternoda jelaga.

Aku mendelik saat dia memeluk ku sekilas. "Kemana saja kau? Laknos menyerang kami dan kau justru tidak ada!" kataku, merasa marah karena dia hilang begitu saja seperti di telan bumi.

Jason tiba-tiba saja tertarik pada sepatu yang dia pakai. Aku pun merasa bersalah karena aku memarahinya, bagaimana pun dia tidak tahu jika kami diserang Laknos. Aku menepuk bahunya.

"Kau kemana saja? Kami membutuhkan mu tadi." ucapku selembut mungkin.

Jason tidak langsung menjawab. Dia menghela napas lalu menatap mataku lekat-lekat, aku sendiri pun sedikit risih di tatap seperti itu oleh Jason. Maka aku mengamati hutan ini, menghindari kontak mata dengan Jason.

Jason menghela napas. "Lebih baik kita lanjutkan perjalanan kita. Lebih cepat lebih baik." katanya.

Sejak Jason berkata seperti itu, entah kenapa aku merasa ada janggal dengan ucapan nya. Lebih cepat, lebih baik. Aku yakin kata-kata itu mengandung banyak arti.

Kami menyusuri hutan. Bedanya hutan ini sangat gelap, banyak kabut membuat kami harus berhati-hati berjalan.

Kabut mulai menipis, aku merasakan kepalaku pusing dan rasa mual yang tidak tertahankan. Samar-samar aku mencium aroma yang membuatku ingin pingsan.

Aroma ini begitu busuk, sangat busuk. Kepalaku semakin pusing membuatku terhuyung kebelakang. Aku merasakan ada seseorang yang menahan tubuhku, aku melirik kebelakang dan melihat Justin yang menahan tubuhku agar tidak jatuh.

Aku bergumam. "Terima kasih."

"Kita harus tetap sadar, kita berara di hutan mati yang berarti akan semakin dekat dengan tempat Dewi Salju." kata Rasverina, suara gadis itu seperti sedang mengantuk dan aku rasa dia merasakan apa yang aku rasakan.

"Ya." Justin bergumam lalu menggendongku dengan gaya bridal style dan spontan aku memekik dan mengalung tangan ku ke lehernya.

Aku tidak protes, aku yakin Justin melakukam itu agar aku tidak terjatuh. Aroma busuk itu perlahan memudar seiring kami berjalan. Cahata mentari sedikit menyinari hutan mati ini, aku menghirup aroma segar tumbuh-tumbuhan.

Rasa pening di kepalaku berangsur-angsur membaik dan rasa mengantukku pun menghilang begitu saja. Justin menghentikan langkahnya dan menurunkan ku perlahan. Dan aku bisa menelaah hutan ini.

Hutan ini penuh salju, udara terasa dingin menusuk, aku merasakan perasaan ku tidak enak. Aku menarik napas dalam-dalam. Kemudian aku merasa degup jantungku terasa kencang, punggunku pun merinding.

Maka aku menoleh kebelakang melihat seorang gadis berjubah hitam dengan rambut berwarna coklat emas panjang, kulitnya berwarna seputih salju, mata hijau daun nya menatap kami dengan tatapan tajam.

Sebelum aku berkata, Rasverina berseru. "Brengsek! Apa yang kau lakukan disini?!"

Gadis itu terkekeh lalu mengatakan hal yang membuatku menegang sepenuhnya.

"Halo, saudariku. Kita bertemu lagi." [ ]











Hai rakyat Atlas! Apa kabar? Sehat ya!

Okeh, maap nih karna update nya lama karena gue lagi banyak urusan muehehehehe, maap yak

Jangan lupa vote sama komen nya! Aing tunggu sampe Real Madrid menang⚽⚽⚽

Oke, see ya!

A PRINCESS: The Ice World [#2] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang