'Cinta itu terus berputar pada lingkaran hidup yang sama. Jika lo kurang bijaksana. Maka siap siaplah untuk merasakan sakit hati'
_Happy Reading_
Mata gadis itu sudah sembab. Sudah sedari tadi, cairan bening mengalir dengan deras di pipinya. Gadis itu sedang duduk di atas ranjang sambil memandang sebuah sosok figur di dalam foto itu yang tengah tersenyum. Ia meraba-raba permukaan poto itu. Berharap dapat merasakannya. Ia sedang berada dalam sebuah kamar yang bernuansa putih. Namun, kamar itu bukan miliknya.
"Aruni, kamu kenapa nangis lagi sayang?" Ibu Arunika memasuki kamar itu. Dan bertanya dengan lembut pada Arunika seraya mengelus puncak kepala Arunika.
"Ini salah Aruni ma," Isak tangis Arunika kembali terdengar mengingat kejadian tragis yang menimpanya dan keluarganya.
"Sayang, sudah berapa kali mama bilang kalo ini semua bukan salah kamu" Jelas Ibu Arunika.
"Ma, Aruni penyebab kematian Kak Yunda. Ini salah Aruni ma," Cairan bening kembali lolos jatuh dari mata gadis itu.
"Aruni, semua itu murni kecelakaan. Mana ada yang menginginkan hal seperti itu terjadi." Ibu Arunika menjelaskan lalu duduk di samping Arunika.
"Kalo waktu itu Kak Yunda gak nolongin Aruni, mungkin saat ini ia masih bisa tersenyum." Sesal Arunika akan masa lalu yang begitu suram.
Ibu Arunika merasa iba melihat anak gadisnya yang terus menerus menyalahkan dirinya atas kematian kakaknya. Sudah lima tahun yang lalu Yunda meninggalkan mereka.
Ibu Arunika yang sedari tadi menahan bentengnya akhirnya runtuh begitu saja. Ia memeluk Arunika. Keduanya terisak. Sedih sekali. Yaa, musibah memang tidak seorangpun yang menginginkan.
"Aruni, daripada kamu menangis terus terusan seperti ini. Mending kita ke makam kakakmu. Lagipula kita berkunjung ke sana terakhir kalinya bulan lalu." Ibu Arunika berusaha tegar. Bagaimanapun ia tidak boleh larut dalam kesedihan. Tidak baik untuk kesehatan.
Arunika memandang ibunya dengan setitik harapan. Namun, seketika kembali lesu ketika mengingat ia akan ke kuburan bukan ke rumah mewah milik kakaknya.
Arunika mengangguk atas usulan ibunya. Ia menghapus jejak air matanya. Ia berusaha untuk tetap tegar dalam situasi apapun.
"Senyum dong sayang," Pinta ibu Arunika sambil menarik kedua ujung bibir Arunika.
Arunika tersenyum kecil untuk ibunya. Ia tak mau jika ibunya harus sedih karna dirinya.
"Nah gitu dong sayang," Ujar Ibu Arunika ketika melihat setitik senyum terbit di wajah Arunika.
"Yuk kita pergi sekarang." Ajak ibu Arunika.
Arunika berdiri dari ranjang. Tubuhnya masih begitu terguncang setiap kali memasuki kamar Yunda. Lalu mereka pergi ke makam Yunda.
***
"Kak maafin Aruni ya. Kakak yang tenang ya di sana," Ucap Arunika sambil mengelus gundukan tanah merah di hadapannya. Cairan bening kembali lolos keluar.
"Yunda, kami selalu doakan kamu nak. Mama kangen sama kamu." Ujar Ibu Arunika seraya menaburkan bunga di atas gundukan tanah itu. Sesekali ia terisak.
Arunika dan ibunya membersihkan makam Yunda. Rumput yang sudah mulai tumbuh dicabut mereka. Hal itu memakan waktu hampir setengah jam.
"Kak kita pulang dulu ya," Pamit Arunika seraya memandang gundukan tanah itu untuk yang terakhir kali sebelum ia pulang. Ada rasa ketidakrelaan Arunika untuk meninggalkan makam Yunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA
Teen FictionArunika Joyce seorang gadis yang tidak menyukai senja. Baginya senja hanyalah akhir dari kisah cintanya. Jonathan Bagaskara seorang cowok yang sangat menyukai fajar. Baginya fajar menjadi saksi awal kisah cintanya. Lantas bagaimanakah kisah cinta k...