15

909 52 7
                                    

'Definisi kamu dalam kamusku ialah; yang sudah kuperjuangkan, yang sedang kuperjuangkan, dan yang akan kuperjuangkan'

---Jonathan Bagaskara.


Nancy baru saja keluar dari cafe dengan perasaan campur aduk. Kesal, kaget, sedih, dan marah semuanya menjadi satu dan tergambar jelas di raut wajahnya. Ia pikir Arunika benar-benar tulus mengajaknya ke cafe untuk sekadar mengobrol. Namun, nyatanya Arunika membawa Nathan. Dan lebih parahnya lagi Arunika dan Nathan menuduhnya sebagai pelaku teror kemaren.

Nancy menarik napas dalam-dalam berusaha menetralisir emosi yang sudah di puncak. Tentu saja ia sakit hati terhadap Nancy dan Nathan.

"Gue ga ngerti mengapa Nathan dan Aruni nuduh gue, padahal gue ga ngelakuin apapun," Monolog Nancy. Lalu ia mendaratkan bokongnya di kursi taman yang tak jauh dari cafe. Lampu taman yang tidak terang membuat Nancy tak mengenali seseorang yang baru saja duduk di sampingnya.

"Lagi ada masalah, ya?" Suara khas seorang cowok mengangetkan Nancy. Ia buru-buru membersihkan air matanya dengan tissue yang baru saja ia ambil dari tas selempangnya.

"Eh? Lo siapa?" Tanya Nancy dengan dahi mengernyit.

"Gue Nuel, masa iya lo ga kenal sama gue," Ujar Imanuel seraya terkekeh kecil.

"Bu--bukan gitu kak," Gugup Nancy. "Soalnya wajah kak Nuel ga jelas karna cahaya di taman minim banget," Lanjut Nancy.

"Maksudnya wajah gue abstrak, gitu?" Tanya Imanuel dengan nada bercanda.

"Ng-nggak. Maksud gue--" Nancy menggaruk kepalanya yany tidak gatal.

"Hehehe, gue becanda, kok." Ucap Imanuel dengan kekehan ringan.

"Kalo lagi ada masalah jangan terlalu dipikirkan, ntar kesehatan lo memburuk. Masalah itu udah menjadi bagian dalam kehidupan setiap orang. Gue pikir lo paham yang gue maksud." Kali ini Imanuel tampak serius.

"Iya kak, makasih udah ngasih pencerahan."

"Nuel, lo kemana aja sih? Gue cape tau nyariin elo, gue--" Alhena yang baru saja datang spontan berhenti bicara ketika menyadari bahwa Imanuel tidak hanya sendirian.

"Nancy, gue duluan ya,"

•••


"GUYS! KITA JAMKOS, GURU RAPAT. GUE SENENG BANGET ANJIR!!" Suara Amel memenuhi seisi kelas. Tanpa malu ia berteriak di atas meja sambil joget dengan tempo tak beraturan.

"YES, KAGA JADI ULANGAN!" Revan ikut berteriak. Mengekspresikan segala kebahagiaan.

Suasana kelas yang awalnya hening kini berubah menjadi ricuh. Memang siswa-siswi merasa merdeka ketika guru rapat ataupun jam kosong.

Arunika hanya menatap seisi kelas dengan malas. Pikiran dan hatinya kini sedang terisi oleh kehadiran Nathan. Apakah ia mulai jatuh cinta Setelah pertemuan yang berkesan tidak cukup baik, dilanjutkan perdebatan kecil setiap kali berjumpa, hingga ia merasa diteror.

Arunika memandang ke arah luar lewat jendela. Cuaca yang sebelumnya tidak terlalu cerah, kini mulai terlihat tanda-tanda hujan akan segera turun.

Arunika berusaha melepas segala masalah yang ia rasakan dalam beberapa minggu belakangan ini melalui hujan yang mulai jatuh.

"Lo kalo mau cerita sama gue, silakan, gue bakalan berusaha menjadi pendengar yang baik," Randa, teman sekelas Arunika yang diam-diam jatuh hati pada Arunika. Randa sudah menaruh hati pada Arunika sejak pandangan pertama. Namun, nyalinya terlalu kecil untuk express his feeling.

Arunika sedikit terkejut akan kedatangan Randa, lantas ia membalikkan tubuhnya, menghadap Randa.

"Hidup itu emang sesulit ini, ya? Apa yang kita inginkan tak bisa kita gapai. Sedangkan yang sama sekali tak kita butuhkan seolah berbaris di depan mata. Apa ini adil?" Ujar Arunika yang mengalir begitu saja. Tatapannya seolah bercerita bahwa ia sedang mempunyai masalah. Ia membenarkan posisi anak rambutnya yang sempat diterpa angin saat melihat hujan di jendela.

Randa menarik kedua ujung bibirnya. "Ya, memang semua itu kembali kepada orang yang menjalaninya. Kalo sanggup, ya berjuang. Kalo ga sanggup, berhenti. Terkadang kita perlu mendengarkan kata hati kita, apakah sudah saatnya kita berjuang atau berhenti untuk menggapai sesuatu yang kita inginkan." Ucap Randa berusaha memberikan pikiran dan pandangan yanh baru kepada Arunika.

Hujan di luarpun kini semakin deras, suara petirpun ikut meriuhkan suasana saat ini. Tiba-tiba, tanpa Arunika duga, satu dentuman petir yang begitu dahsyat berhasil membuatnya ketakutan. Detak jantungnya seolah berhenti. Lampu kelasnya kinipun ikut padam. Sontak siswi yang lainnya ikut berteriak histeris.

Randa yang melihat Arunika ketakutan, merengkuh gadis itu. Arunika menempatkan kepalanya di dada Randa. Ia masih ketakutan.

"Gausah takut, kan ada gue," Ujar Randa sambil terkekeh.

Arunika yang baru sadar akan posisinya dengan Randa saat ini langsung melepas pelukan. Untung saja, penghuni kelas tidak terlalu memperhatikan mereka. Ditambah lagi lampu yang sudah padam. Tapi, sepasang mata elang telah merekam di benaknya adegan pelukan Arunika dan Randa.

"Maaf, gue tadi reflek," Ucap Arunika berusaha mengusir rasa takutnya.

"Ga papa, ternyata lo takut juga sama petir," Ucap Randa yang terdengar seperti ledekan. Kemudian ia terkekeh. "Akhirnya gue dapat satu fakta tentang lo, takut petir," Imbuh Randa.

"Biarin yang penting gue tetap cantik," Ucap Arunika berlagak sok cantik. Arunika juga ikut terkekeh melihat Randa.

Sebenarnya, Arunika tidak begitu dekat dengan Randa sebelumnya. Tapi, hari ini seolah menghapus pandangannya mengenai Randa yang ia anggap cowok tak peduli. Mungkin ia akan mengganti julukan itu dengan, Randa si cowok humor atau Randa si cowok asik.

Sejenak Arunika bisa merasakan kelegaan, setelah beberapa minggu terakhir selalu dihantui masalah.

Jonathan Bagaskara, nama cowok itu tiba-tiba terlintas di benak Arunika. Sedang apa dia? Lagi ngapain dia? Lagi sama siapa dia? Beberapa pertanyaan semacam itu ikut terlintas.

Bodo! Peduli apa gue sama cowok nyebelin kek dia! Mendingan juga Randa. Batin Arunika berusaha mengenyahkan Nathan dari pikirannya dan dari muka bumi. Arunika memang sesadis itu.

"Aruni, gue mau gabung sama yang lain dulu, ya, lo ga papa gue tinggal sendiri, kan? Apa perlu gue panggilin Amel?" Tanya Randa, ya Randa berniat untuk bergabung dengan teman lainnya yang tengah asik bermain Truth or Dare di depan kelas--lesehan. Tidak hanya hanya cowok saja yang bermain, cewek juga ikutan, termasuk Amel.

"Gue papa sendiri, soalnya udah biasa sendiri, kok. Amel kagak usah suruh ke sini, dia lagi asik main tuh," Jawab Arunika.

Arunika memerhatikan teman sekelasnya yang begitu heboh bermain. Bahkan ia bisa mendengar semua Truth or dare yang dilontarkan pada Yasmin. Dan semuanya aneh. Semisal truth, mereka akan bertanya.

Kapan lo nikah?

Kalo uda nikah, pengen punya anak berapa?

Kok jomlo mulu sih, neng?

Lo nonton bokep berapa kali sehari? Nah, yang ini pertanyaan paling aneh, dan pemiliknya siapa lagi kalau bukan Amel. Alhasil yang lain tertawa heboh. Sedangkan Amel memasang wajah tanpa dosa.

Pertanyaannya saja sudah absurd, apalagi jika dare. Kalian bisa bayangkan apa yang akan terjadi.

•••

HALO? APA KABAR SEMUA? UDAH LAMA BANGET GUE GA LANJUTIN CERITA INI. DAN SEMOGA KALIAN SUKA YA:))

BTW, VOTE DAN COMENT JANGAN LUPA! DAN JUGA JANGAN LUPA FOLLOW IG GUE @anthonlc

JANGAN BOSAN-BOSAN YA SAMA CERITA INI. TERUS, AJAK TEMAN ATAU PACAR KALIAN UNTUK BACA CERITA INI JUGA.

SAMPAI JUMPA DI NEXT PART.

TBC









ARUNIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang