Senja mulai menyelimuti langit. Sedangkan Nathan dan Arunika masih berada tepat di depan makam Yunda.
"Nathan, pulang yuk? Udah sore," ujar Arunika yang langsung berdiri. Sebelumnya, keduanya jongkok di samping makam Yunda.
"Kok cepat banget?" tanya Nathan yang juga ikut berdiri.
"Emang lo mau nginap di sini? Atau mau nyusul buat rumah di sini juga?" jawab Arunika.
"Nggak gitu juga, tolol," Nathan menoyor kepalan Arunika dengan pelan.
"Yaudah, ayo pulang!" ajak Arunika kemudian bergegas menuju mobil Nathan yang sedang terparkir.
Nathan yang ditinggal begitu saja oleh Arunika segera bergegas menyusul Arunika.
"Lo minta pulang pasti karna senja, ya?" tebak Nathan yang sudah menyamakan langkahnya dengan Arunika.
Arunika tak menjawab. Ia malah semakin mempercepat langkahnya. Arunika yang tak melihat jalan, kaki kanannya tersangkut di salah satu ranting. Arunika nyaris terjungkal ke depan jika Nathan tak sempat menahan tubuhnya.
"Makanya kalau jalan tuh lihat-lihat," ujar Nathan.
"Bilang aja kalau lo senang bisa meluk-meluk gue kayak tadi. Modus,"
"Udah ditolong bukannya bilang makasih," ledek Nathan.
"Makasih," ujar Arunika tak ikhlas. Lalu ia mempercepat langkahnya menuju mobil Nathan.
Sebelum benar-benar sampai di dekat mobil, Nathan terlebih dahulu menahan pergelangan Arunika. Alhasil keduanya berhenti.
"Arunika, gue tau lo nggak suka sama senja. Tapi caranya gak harus gini juga. Lo harus belajar untuk menyukainya. Dan sekarang gue rasa udah waktunya buat lo tau tentang perasaan gue selama ini sama lo," Nathan menghela napas sejenak. Tangannya semakin erat menggenggam kedua tangan Arunika, "Gue suka sama lo. Setelah gue banyak ngabisin waktu bareng lo, gue merasakan nyaman yang nggak seperti biasanya. Walaupun kita sering berantam, tapi itu yang membuat gue selalu merasa bahagia. Arunika, lo mau jadi pacar gue?"
Nathan mengungkapkan perasaannya tepat di bawah langit senja, dengan ribuan nisan yang turut menyaksikan. Nathan memang tidak seromantis pria di luar sana ketika mengungkapkan perasaan mereka. Bagi Nathan, hal yang di luar kebiasaan akan menjadi memorable moments.
Lidah Arunika terasa kelu, sulit untuk berbicara. Napasnya tercekat. Pikirannya masih berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan Nathan.
"Arunika, kedatangan lo di hidup gue itu selalu gue nantikan. Sama halnya dengan nama lo yang artinya fajar. Lo mau kan jadi pacar gue?" ujar Nathan dengan sorot serius. Meminta kepastian dari Arunika.
"Ya, gue maulah. Gue tau kalau gue itu cantik pake banget, makanya lo nembak gue,kan?" jawab Arunika tak seperti perempuan di luar sana.
Cara jadian keduanya sangat anti mainstream.
"Jadi, kita udah sah, kan?" tanya Nathan seperti masih belum percaya.
"Pala lo sah! Emang lo pikir kita lagi ijab kabul apa?"
"Jangan galak-galak dong, sayang," ujar Nathan dengan cengengesan.
•••
Amel terus berteriak sepanjang Arunika bercerita. Arunika sudah menduga reaksi Amel akan hubungannya dengan Nathan. Norak. Satu kata itu menggambarkan keadaan Amel saat ini.
Nancy yang tak jauh dari tempat duduk Arunika dan Amel juga tak sengaja mendengar kabar itu. Ada sedikit rasa sesak, namun ia harus belajar mengikhlaskan. Terkadang di dunia ini, kita yang lebih dulu mengenal tapi orang lain yang merasakan kebahagiannya. Itu cara semesta mendewasakan kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA
Teen FictionArunika Joyce seorang gadis yang tidak menyukai senja. Baginya senja hanyalah akhir dari kisah cintanya. Jonathan Bagaskara seorang cowok yang sangat menyukai fajar. Baginya fajar menjadi saksi awal kisah cintanya. Lantas bagaimanakah kisah cinta k...