11

1.1K 142 28
                                    

"Hanya satu pintaku, jangan berpaling ketika aku benar-benar merasa nyaman bersamamu. Bisakah kau mengabulkannya?"

🔹🔷🔹

Tin!

Suara klakson mobil Nathan yang sudah berada di halaman rumah Arunika. Arunika sengaja meminta Nathan untuk menjemputnya lebih awal dengan alasan ia mau menyalin pr yang belum sempat ia kerjakan.

Arunika menyibakkan tirai jendela kamarnya untuk memastikan bahwa itu suara klakson mobil Nathan. Dan benar, ia mendapati Nathan yang kini sedang bersandar di mobil. Namun, ada sesuatu yang terlihat berbeda pada Nathan dibanding hari hari sebelumnya. Cowok itu memakai kacamata berwarna hitam dengan baju sekolah yang sudah dibaluti jaket. Hal itu membuat tingkat ketampanan Nathan bertambah pesat.

"Tampan," Batin Arunika dari jendela kamarnya yang masih mengamati Nathan. Arunika benar-benar terbuai dibuat Nathan. Arunika begitu mengagumi ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna itu. Namun, lamunan indahnya itu harus disudahinya ketika pintu kamarnya digedor.

"Arunika, teman kamu udah nungguin di bawah tuh!" Ucap Ibu Arunika dari balik pintu kamar.

"Iya ma!" Sahut Arunika seraya mengambil tas ransel sekolahnya yang sudah tergeletak di atas ranjang miliknya.

Arunika menuruni anak tangga rumahnya satu persatu. Hingga ia tiba di bawah dan mendapati kedua orang tuanya yang tengah sarapan pagi.

"Ma! Pa! Aruni berangkat sekolah dulu ya," Pamit Arunika. Tak lupa ia menyalami kedua tangan orang tuanya.

"Kamu nggak sarapan dulu sayang?" Tanya Ayah Arunika.

"Nanti Aruni sarapan di sekolah aja. Dadahh!" Arunika meninggalkan orang tuanya yang masih berada di meja makan. Dan bergegas keluar rumah.

"Ngapain lo segitunya lihatin gue?" Tanya Nathan pada Arunika dengan dahi berkerut. Namun, yang ditanya tak kunjung jawab.

"Gue ganteng? Gue keren? Sampe-sampe lo gak kedip gitu lihat gue," Nathan membuka kacamatanya dan mengaitkannya di saku jaketnya.

Alhasil hal itu membuat Arunika terkejut dan langsung mencubit perut sixpack milik Nathan. Sang empunya perut pun menjerit kesakitan. Hal itu sempat tertangkap indra penglihatan Nancy yang tengah berdiri di ambang pintu. Namun, ia tak menghiraukannya. Toh, ia bukan siapa-siapa Jonathan.

"Makanya, lo jadi cowo jangan sok kegantengan!" Ledek Arunika. Namun itu berbanding dengan hatinya. Lantas ia membuka pintu mobil dan memasukinya.

Nathan hanya tersenyum melihat tingkah menggemaskan Arunika. Lalu ia menyusul Arunika yang sudah memasuki mobil.

"Than, gue boleh minta tolong gak sama lo?" Tanya Arunika di tengah perjalanan. Kali ini ekspresi Arunika terlihat begitu serius.

"Emang lo mau minta tolong apa?" Nathan menjawab walaupun pandangannya masih terfokus ke arah jalanan.

"Tolongin gue buat cari tau siapa yang udah nempelin poster kemarin,"

"Gue pasti bantuin lo kok. Sebenarnya gue mau minta maaf sama lo," Nathan kini menatap Arunika dengan serius.

"Minta maaf? Dalam rangka apa?" Tanya Arunika bingung.

"Andai aja waktu itu gue gak meluk lo. Pasti semuanya gak akan seperti ini," Terlihat rasa penyesalan dari mata Nathan.

"Ini bukan salah lo ataupun gue. Ini semua pure ketidaksengajaan, so gak ada yang perlu disalahkan." Jawab Arunika yang tak mau menyalahkan siapapun.

ARUNIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang