Part 11

3.2K 236 11
                                    

Sasya terbangun, ia merasakan sepasang lengan melingkari perutnya. Tersenyum tipis, ia mencoba melepaskan lengan tersebut.
Ini sudah pagi mereka harus bangun, terbukti dari banyak suara dari luar. Percakapan antar pelayan tak luput dari pendengaran Sasya, meski hanya sekedar gumaman yang tak jelas.

"Kau mau kemana hn?" Suara serak Bryan membuyarkan lamunannya. Pria itu baru bangun, Sasya sendiri heran. Biasanya Bryan terbiasa bangun pagi.
Apa mungkin karena hari ini libur? Mungkin juga kan?

"Mau mandi.." gumamnya.

Bryan mengucek mata, melihat jam yang berada di nakas.

"Hm... kau keberatan gak kalau saya ajak ke rumah sakit?"

"Lagi?"

"Hei, ini untuk kebaikanmu juga. Saya dan Lian udah bicara soal operasi mata kamu."

Ah.. Sasya ingat sekarang.. "Baiklah aku mau."

Sasya berbalik menghadap kearah pria tersebut. Tangannya terulur, ia ingin tahu bentuk wajah Bryan seperti apa.

Bryan menatap gerak-gerik Sasya, ia penasaran. Apa yang mau dilakukan gadis ini terhadapnya?

Tapi bukannya menemukan wajah, Sasya malah menyentuh dada pria itu.

Bryan menggenggam tangan Sasya, lalu mengarahkan ke wajahnya sendiri. Ia melihat senyum manis gadis itu. "Kenapa kamu mencari wajah saya?"

"Aku cuma mau tau, bentuk wajah calon suami ku seperti apa." Jawab Sasya polos.

"Yang jelas, bentuknya nggak kotak."

"Terus apa? Bentuk Gurita kah?"

"Bukan."

"Apa dong?"

"Kepiting."

Mereka terdiam, Bryan beranjak bangun. "Aku duluan yang mandi."

Setelahnya Sasya mendengar suara gemericik air.

Sasya duduk bersandar dikepala ranjang, termenung. Ia teringat, dirinya bukan lagi seorang gadis. Keperawanannya telah diambil Bagas, memang dia sendiri yang meminta. Saat itu karena rasa kecewa Sasya menyerahkannya begitu saja.

Lantas.. bagaimana dengan Bryan nanti? Bagaimana Sasya menjelaskannya?

Sasya melupakan hal ini karena terus larut dalam kasih sayang yang diberikan Bryan padanya. Bagaimana jika pria itu tau kalau Sasya tak lagi perawan?

"Bodoh... sungguh.. kau bodoh." Sasya mengatai dirinya sendiri, air matanya jatuh.

Bryan memang baik, selama ini pria itu selalu baik dengannya. Tapi bagaimana saat pria itu tau kenyataan ini..
Apakah ia akan membuang Sasya begitu saja?

Meremas selimut, air matanya tak lagi terbendung.

"Kau kenapa menangis..?" Ucap Bryan tiba-tiba. Ia menatap khawatir pada Sasya.

Sasya terlonjak karena mendengar suaranya.

Bryan menatapnya heran karena Sasya tak menjawab, "Saya tanya sama kamu. Apa yang bikin kamu nangis seperti ini?"

Sasya masih diam, tak berani menjawab.

Bryan menghela nafas, ia berbalik menuju lemari. Mengambil pakaian lalu memakainya.
Diam-diam Bryan melirik Sasya lewat ekor mata. "Sebenarnya apa yang bikin kamu begitu sedih? Kenapa kamu gak mau cerita ke saya?" Batin Bryan.
Bryan keluar dari kamarnya tanpa sepatah kata pun.

Tangisan Sasya kembali pecah, saat Bryan pergi begitu saja.

Rasa mual menyerangnya, membuat Sasya berhenti menangis. Ia melangkah tertatih menuju kamar mandi. Mengeluarkan semua makan malamnya di westafel.

Menara Cinta [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang