Part 30 ( Epilog )

3.9K 204 8
                                    

Pemakaman telah usai, namun Sasya tak beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri. Ia masih setia menatap pusara sang mama, Sasya bahkan lupa cara mengedipkan mata.
Satu persatu dari sekian banyak orang memutuskan untuk pergi meninggalkan gadis kecil yang rapuh.
Bahkan keluarganya pun hanya diam menatapnya dengan tatapan sinis dan dingin.

Aby menatap pusara Meyla, dingin, dan tak perduli sedikit pun bahkan Aby tak merasa sedih ditinggal istrinya.
Dan dengan tak sopannya, Aby membawa calon istri baru. Calon ibu baru untuk anak-anaknya kelak.

Zrrrasshhh

Hujan pun turun membasahi bumi, seakan ikut bersedih karena kehilangan.
Gadis kecil itu, Sasya. Ditinggal sendirian di makam sang mama. Bahkan hujan tak menyurutkan niat Sasya untuk menemani mamanya.

"Mama.. hiks.." Sasya terisak, ia terduduk disamping makam Meyla karena tak kuat menahan dinginnya air hujan.

"Mama bangun! Ayo pulang sama Sasya.." air matanya terus mengalir deras bagai air hujan yang setia menemaninya yang duduk sendiri.

Tak ada seorangpun yang bermaksud mengajaknya pulang. Tidak ada.

Hari mulai sore, hujan pun sudah berhenti sejak sepuluh menit yang lalu. Sekali lagi Sasya menatap makam mamanya.
"Mama.. Sasya pulang dulu. Mama harus janji, kalau Sasya pulang. Mama nanti pulang juga." Bisiknya lirih. Tenggorokannya sakit karena terlalu lama menangis.

Sasya pun beranjak bangun, gadis kecil itu meringis kala merasakan sakit pada lututnya. Sasya berjalan dengan tertatih, ia melihat ke sekitarnya.
Hanya dirinya sendiri disini, kemana perginya semua orang tadi?

Kenapa Sasya ditinggal?

Sepanjang perjalanannya Sasya memagis dalam diam. "Mereka jahat!" Batinnya kesal.

Saat sudah keluar dari komplek pemakaman, Sasya berniat beristirahat dibangku. Ia memijit lututnya yang sedikit merah.
"Sakit.." rengeknya entah pada siapa.

Gadis kecil itu tidak sadar jika dua pasang mata mengamatinya dari jauh.

Bryan turun dari mobilnya karena penasaran. Ia mendekati gadis kecil yang duduk sendirian di bangku dekat komplek pemakaman.

"Kenapa dia sendirian disini?" Bryan membatin. Matanya menatap ke sekitar gadis itu.

Tidak ada siapa-siapa.

Tanpa sadar Bryan mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih.

Jahat sekali, kenapa mereka meninggalkan gadis ini sendirian? Tiba-tiba gerimis, Bryan segera membuka payung yang sedari tadi ia genggam.

Dengan langkah lebarnya menuntun mendekati gadis kecil. Membiarkan Lian meneriakkan namanya berkali-kali.

"Hey.. gadis kecil. Kenapa sendi- oh astaga. Jangan menangis oke?" Bryan panik saat melihat gadis kecil didepannya menangis.
Perlahan Bryan menghapus air matanya dengan lembut.

Sasya terkejut saat melihat pemuda tampan didepannya. Tangisnya semakin pecah saat Bryan menghapus air mata dipipinya.

"He-hey.. saya sudah bilang jangan menangis." Ujar Bryan berusaha menenangkan.

Entah inisiatif dari mana, Bryan tiba-tiba memeluk Sasya. Melepas payung yang melindungi mereka dari rintik hujan. Bryan mengusap punggung Sasya, sesekali ia menepuk kepala gadis itu pelan.

Sasya memeluk erat pemuda didepannya. Ia memang tidak mengenal pemuda itu. Tapi hanya dialah yang menemani Sasya dikala ia sedih.
Dia memang orang asing, tapi dia lebih baik dari pada keluarganya yang meninggalkan dia seorang diri di pemakaman.

"Kakak kenapa masih disini?" Tanya Sasya saat tangisnya sudah reda.

Bryan tersenyum, "Memangnya kenapa jika saya masih disini?" Bryan balik bertanya.

Bibir Sasya mengerucut, bukannya menjawab kakak didepannya ini malah bertanya balik.
"Kakak menyebalkan!"

Bryan tersenyum saat melihat pipi Sasya mengembung lucu. Ia mencubit gemas pipi gadis kecil didepannya. "Kebetulan saya memang ada urusan didekat sini. Lalu kenapa kamu sendirian disini hm?"

Menganggukkan kepalanya pelan, Sasya menatap tepat dimata dark purple milik Bryan.
"Mereka meninggalkan Sasya sendiri disini. Mereka pulang tanpa mengajak Sasya." Jawabnya jujur.

Bryan menyipitkan matanya tidak suka setelah mendengar jawaban Sasya.
"Baiklah, ayo kakak antar kamu pilang ke rumah." Ajaknya dengan nada lembut, meski berkebalikan dengan isi hatinya yang dongkol.
Apalagi setelah melihat lutut Sasya yang memerah. Emosi Bryan naik sampai ke ubun-ubun.

Sasya mengangguk, ia mengulurkan kedua tangannya.

Bryan yang paham segera menggendong Sasya. "Nanti kakak bawa kamu ke klinik dulu ya?"

Sasya menggelengkan kepalanya, "Tidak mau."

"Kenapa?"

"Sasya takut disuntik!"

Ah.. sekarang Bryan tau siapa nama gadis kecil dalam gendongannya. Sasya... nama yang cantik.

"Lihat lah, kau seperti induk Kanguru." Cibir Lian setelah Bryan masuk kedalam mobil.

Bryan menjitak kepala sahabatnya.

"Aish!" Ringis Lian pelan, Bryan tak main-main.

"Kau bawa kotak obat?" Tanya Bryan setelah mendudukkan Sasya di bangku.

"Cari saja disitu. Biasanya ada. Kotak biru oke?" Jawab Lian yang kini fokus pada jalanan.

Bryan mencari kotak obat itu dengan teliti. Tak sampai tiga menit Bryan menemukannya. Ia segera mengobati luka Sasya dengan hati-hati.

"Kita mau kemana?" Tanya Lian tanpa mengalihkan tatapannya.

Bryan menatap Sasya, tak sengaja ia melihat lambang keluarga Alvaro di baju Sasya. Ia tersenyum tipis, lalu berkata. "Kediaman Alvaro."

Mereka pun terdiam, Bryan sesekali mengusap kepala Sasya. Membuat gadis itu nyaman berada didekatnya.

Tak berapa lama, mereka sampai didepan gerbang kediaman Alvaro.
Bryan turun diikuti Sasya.
"Baik-baik disini. Jangan bilang kau bertemu denganku oke?" Kata Bryan pelan.

Sasya mengerutkan dahi, kemudian ia mengangguk. Kakak didepannya ini ingin merahasiakan pertemuan mereka. Sasya tersenyum manis.
"Okey." Balasnya.

"Siapa nama kakak?" Tanya Sasya saat Bryan ingin masuk kedalam mobil.

Bryan tampak berpikir sejenak. Lalu ia mengambil sapu tangan didalam saku jasnya. Dan memberikannya ke Sasya. "Kau akan tahu jika membacanya. Tapi ingat, Sasya tidak boleh kasih tau siapa pun!"

"Siap! Sasya akan simpan ini baik-baik!"

Bryan tersenyum miring, sebelum masuk kedalam mobil.

Meninggalkan Sasya yang menatapnya sedih karena kepergiannya.

"Kakak.. aku harap kita akan bertemu lagi." Ujar Sasya lirih. Ia masuk kedalam rumahnya ketika tak lagi mendapati mobil Bryan.

"Hm? Bryan Handoko? Nama yang keren!" Ujarnya diselingi senyum kecil.

~ Selesai ~

20 Jan 2019

Menara Cinta [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang