Setelah pembicaraannya dengan Bryan. Farrel segera datang ke rumah Eryudha Johan untuk membicarakan tentang tanah yang diminta Bossnya tersebut.
Suasana suram masih menyelimuti kediaman Eryudha, keluarga pun masih berduka atas kematian si sulung Eryudha. Bagaskara.Farrel sebenarnya tak enak hati datang kemari membicarakan soal penjualan tanah serta saham pada Johan. Tapi ia harus mengesampingkan apa yang menimpa mereka akibat kehilangan pewaris utama Eryudha Group.
Tugas dari Bryan adalah perintah mutlak baginya. Ia tak bisa melalaikan pekerjaannya ini.
Disamping itu, Eryudha Johan, ayah dari Bagaskara juga Nara Dilah.
Menyambut kedatangan Farrel dengan dingin dan datar.
Ia mempersilahkan Farrel duduk, Johan tau. Sangat. Mengapa Farrel datang menemui dirinya. Maka dari itu, Johan menerima kedatangannya meski setengah hati."Apa yang membuatmu datang kemari asistan Farrel?" Pertanyaan yang keluar dari bibir Johan hanya sekedar basa-basi belaka. Farrel pun mengetahui itu, ia tersenyum miring.
"Maaf jika kedatangan saya tidak sopan, saya turut berduka cita atas kematian putra sulung anda." Ujar Farrel tulus.
Johan mengangguk mengiyakan, alis pria paruh baya tersebut mengerut saat Farrel mengulurkan sebuah dokumen padanya.
"Tuan Handoko mengutus saya untuk membicarakan tanah yang anda miliki di Wonosobo." Farrel mengambil nafas sejenak. "Tuan Handoko tertarik untuk membelinya." Sambungnya kemudian.
Sesaat Farrel melihat kilau mata terkejut dari Johan, sebelum ekspresi pria tua itu kembali datar."Saya tahu semuanya, anda tidak perlu lagi untuk berpura-pura." Ujar Farrel kalem.
Johan tak terkejut seperti tadi, wajar jika Farrel mengetahuinya. Pria itu sangat pintar, dan Bryan beruntung bisa memiliki bawahan yang pintar dan setia.
"Kenapa dia ingin membelinya? Padahal ia bisa saja mengambilnya tanpa harus membeli?" Tanya Johan tak mengerti.
Farrel mendengus samar, "Tuan Handoko tidak mau mengambilnya secara cuma-cuma. Setidaknya, ia akan membayar setengah harga dari tanah yang anda jual tersebut. Dan perlu anda syukuri. Tuan Handoko tidak meminta haknya dari anda. Ia sudah sangat cukup dengan penghasilan yang ia punya sekarang. Anda tidak mengganggunya pun itu sudah membuat Tuan senang." Ucap Farrel panjang lebar.
Johan mengusap kasar wajahnya yang sudah dibumbui keriput.
"Lantas apa yang membuatnya begitu murka hingga menghancurkan perusahaanku dan anakku?" Johan tak bisa menyembunyikan nadanya yang bergetar.
Farrel tersenyum sinis, "Apa anda bilang tadi? Perusahaan anda? Apa anda tidak mempunyai rasa malu?" Farrel menatap rendah pria paruh baya didepannya. "Perusahaan itu milik Tuan Handoko, yang kau ambil secara paksa 17 tahun yang lalu."
"Dan mengenai anakmu, Bagaskara. Ia telah menculik istri dari Tuan Handoko. Dan ingin merebutnya dari sisi Tuan." Seringai kecil tersungging di bibir Farrel.
"Apa sekarang anda sudah mengerti kesalahan kalian? Itu sebabnya Tuan ingin perusahaanmu hancur."Johan tak tahu, jika kematian anaknya bersangkutan dengan Bryan. Keponakannya. Ia hanya mengira jika anak itu datang kembali untuk balas dendam pada keluarganya.
"Apalagi jika menyangkut nona Sasya, beliau tidak akan segan jika harus membunuh pamannya sendiri." Ujar Farrel dengan nada rendah.
Johan sempat ketakutan saat melihat Farrel, pemuda itu terlihat kalem dan sopan. Namun terlihat mengerikan disaat yang bersamaan.
"Jika anda setuju mengenai pembelian tanahnya, segera hubungi saya secepatnya." Farrel beranjak bangun dan mengambil dokumennya kembali.
"Maaf jika kedatangan saya sudah mengganggu ketenangan anda. Permisi." Pamitnya sebelum pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menara Cinta [Completed]
RomanceSejak kecelakaan itu terjadi.. Seiring berjalannya waktu hidup Sasya berubah. Sasya tak memikirkan lagi masa lalunya! Karena Sasya tak bisa mengingat semuanya. Karena jika Sasya mengingat hal itu. Hanya akan menambah luka di hatinya! Yang Sasya tau...