Part 16

2.9K 226 3
                                    

Sasya terkekeh pelan, ia mengulurkan tangannya kembali mengusap hidung mancung Bryan sebelum mengusap bibir pria itu.

"Saya tau kalau saya tampan. Sudah puas menikmati hm? Nyonya Handoko?" Ujar Bryan dengan nada menggoda.

Sasya mencebikkan bibirnya, "Kau terlalu percaya diri sekali."

"Mau jalan-jalan?"

"Hun? Kemana?"

Bryan mengendikkan bahu, "Saya kurang tau, tempat apa yang pantas untuk kencan pertama."

Wajah Sasya memerah malu, ia memukul dada bidang pria itu pelan.

"Kenapa sih? Kok kamu malah mukul saya."

"Jangan bilang kamu gak pernah kencan sebelumnya." Cibir Sasya.

"Saya emang gak pernah kencan. Saya selalu sibuk sama pekerjaan." balas Bryan seadanya.

"Pantas saja sampai sekarang kamu masih sendiri Bry.." ucap Sasya dengan nada mengejek.

Bryan memutar bola mata, "Itu karena saya sengaja nunggu cinta pertama. Karena saya gak mau sama yang lain."

Sasya tertegun. "Maksud kamu apa Bry?"

"Selama ini saya sendiri karena saya sengaja, nunggu kamu." Bryan menatap lembut, "Karena... saya mau kamu yang jadi istri saya."

Blush..

"Apaan sih kamu.." Sasya menutup wajahnya karena malu. Sedangkan Bryan? Pria itu tengah menahan tawanya.

"Terserah kalau gak percaya juga nggak apa-apa."

Bryan melirik Sasya lewat ekor mata, gadis itu masih merona malu. Bahkan sampai telinganya pun memerah.

.
.

Dimas mencekal lengan Bagas saat pria itu kembali ingin meminum Vodka nya.

"Cukup, lo udah banyak minum dari tadi!" Gertak Dimas.

Bagas mendelik tajam, ia merebut kembali botol Vodka yang direbut Dimas. "Lo kemana aja brengsek! Hik.. dimana lo saat gua butuh hah? Hik.. lo.. sahabat macam apa?" Racau Bagas.

"Sorry, gua harus ke Bangkok buat jemput Mommy." Dimas menunduk, ia merasa bersalah pada sahabatnya. Tapi... saat itu juga Dimas di butuhkan disana.

"Emang Mom's kenapa?" Tanya Bagas heran.
Meskipun Bagas sudah banyak minum, tapi ia masih sadar, Bagas cukup kuat dengan alkohol, makanya seberapa banyak pun Bagas minum ia takkan mabuk.

"Kondisinya menurun, gua khawatir kalau Tuhan bakal cepet jemput Mom. Gua belum mau Mom pergi."

Bagas menepuk pundak sahabatnya, "Harusnya tadi gua gak marahin dia dulu."

Bagas menghela nafas berat, ia menyunggingkan senyum tipis.
"Hm.. semoga Mom's cepet sembuh ya."

"Thanks.." Dimas menuangkan Wine kedalam gelasnya.

"Gua udah ketemu sama Sasya." Ucap Bagas tiba-tiba. Membuat Dimas kembali mendongakkan kepala.

"Terus gimana?" Tanya Dimas penasaran.

Bagas mendengus,
"Sasya nolak gua." Iris dark brown nya mengilat benci. "Dan lebih parahnya lagi, dia milih cowok lain. Anjir kan?"
Terkekeh pelan, Bagas teringat kejadian tadi siang.
"Gua kesel, kenapa Sasya lebih milih dia dibanding gua. Padahal tuh cowok lebih dewasa dari kita."

Jari Bagas mengetuk pelan di meja, kepalanya mengangguk-angguk seolah sedang menikmati musik.
"Gua gak nyangka, selera Sasya menurun. Jatuh drastis. Mau aja sama yang lebih tua." Ucap Bagas dengan nada mencibir.

Menara Cinta [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang