Part 20

2.7K 229 2
                                    

Hela nafas teratur terdengar dari sampingnya, membuat Sasya harus menoleh melihat sosok yang dicintainya tengah berbaring menemaninya semalaman. Matanya menyorot sendu saat melihat wajah Bryan yang kelelahan. Tangan Sasya terulur, mengusap lembut surai kecoklatan milik suaminya.
"Kamu pasti capek Bry.." ucapnya dalam hati. Seketika Sasya merasa bersalah, ia selalu saja menyusahkan suaminya.

Sakit diperutnya sudah tak berasa lagi, meski Sasya harus melewati beberapa hari untuk menghilangkan rasa sakitnya. Tapi... selama ada Bryan disampingnya, ia masih bisa bertahan. Entah kenapa, Sasya selalu merasa mempunyai kekuatan ketika Bryan berada disisinya.

Kriiet...

Suara pintu terbuka membuat perhatian Sasya teralih. Ia melihat Lian berjalan menuju ranjangnya, ditemani seorang dokter cantik.

"Apa kau masih merasakan sakit diperutmu?" Tanya Lian tanpa basa basi. Pria itu menatap kurang suka pada sosok yang masih terlelap disamping adik angkatnya.

"Em.. masih sakit, tapi sudah lebih baik dari yang kemarin." Jawabnya lemah. Bahkan untuk menjawab pertanyaan Lian pun terasa sangat susah.

Lian melirik sahabatnya yang masih tertidur, kemudian menghela nafas.
"Harusnya kamu dengerin kakak, kalau aja kamu setuju buat konsultasi sama dokter spesialis kandungan maka ini bisa diatasi lebih awal."

Sasya menunduk, memang apa yang dikatakan Lian benar. Tapi ia akhir-akhir ini selalu merasa tidak enak. Apalagi jika harus merepotkan Bryan, dan kali ini pun tetap sama. Ia tetap saja merepotkan suaminya.
"Maaf.."

"Sudahlah, yang sudah terjadi biarlah berlalu." Sela Lian cepat. "Lagi pula, kita masih sempat menyelamatkan nyawamu."

"Makasih kak.." ucap Sasya sambil tersenyum manis.

Lian mengusap puncak kepala Sasya, "Sama-sama!" Balasnya sedikit ketus.
Lian melirik Azuna yang sedari tadi diam.
"Ah ya, kenalin. Dia Azuna Lin, dokter spesialis kandungan." Lian berhenti sejenak, seringai kecil hadir di bibirnya.
"Juga kekasih ku." Sambungnya kemudian dengan penuh percaya diri.

Pipi Azuna tampak bersemu, ia tersenyum tipis kearah Sasya.

Mendengar pernyataan Lian tadi membuat Sasya tersenyum manis, ia mengurkan tangannya. "Halo dokter Azuna! Namaku Sasya."

Azuna membalas uluran tangan tersebut, "Hello, nama saya Azuna Lin. Salam kenal?" Balas Azuna sedikit belepotan. Namun ia tetap tersenyum lembut.  Mereka agak lama berjabat tangan. Sasya pun tampak menyukai kekasih kakaknya.

"Maaf Sya, dia belum lancar menggunakan bahasa Indonesia. Jadi saat  ini kadang masih pake bahasa Inggris." Ucap Lian menyedarkan mereka.

Sasya tertawa kecil, "Gak apa apa kak, santai aja lagi. Btw.. Kak Azuna cantik banget." Puji Sasya tulus.

Lian menatap kekasihnya, ia mengangguk pelan. Membenarkan kata-kata Sasya. "Ya, memang."

"Kalian ketemu dimana?" Tanya Sasya penasaran. Ia melirik Azuna dan Lian secara bergantian.

"Kami bertemu di Hongkong. Beberapa bulan lalu." Ujar Lian dengan dahi berkerut, tampak mengingat-ingat pertemuan mereka.

"Ahh.. begitu ya? Padahal awalnya aku pikir kakak jomblo." Celetuk Sasya, tanpa sadar Lian menjitak kepala Sasya pelan.

"Jangan sembarangan!" Ketusnya dengan wajah memerah malu. Sasya terlalu blak-blakan.

Azuna menarik Lian menjauh dari Sasya saat melihat Sasya meringis kesakitan karena ulah Lian. "Dia baru saja sembuh! Kenapa kau menyakitinya?" Ucap Azuna kesal. Ia menatap tajam Lian.

Lian meringis, "Sungguh aku tak sengaja, aku lupa." Balas Lian dengan tatapan memelas.

"Bagaimana kau lupa?! Dia juga pasienmu tuan Wu." Ujar Azuna sinis.

Lian terperangah melihat sisi Azuna yang tengah marah. Ia belum pernah melihat Azuna yang ini.  Lian masih menatap Azuna dengan tatapan memelas. Sungguh! Lian benar-benar lupa! Lian begitu sensitif jika dikatai Jomblo.

Azuna pun luluh, ia tak bisa marah berlama-lama pada kekasihnya.

Sasya hanya menatap mereka tak mengerti, karena Lian dan Azuna berdebat dengan bahasa Mandarin.

Bryan yang sedari tadi memang sudah terbangun melihat Lian juga Azuna secara bergantian. Setelahnya ia tersenyum tipis. "Akhirnya dia bisa suka sama perempuan juga." Bryan membatin. "Ku pikir dia memang menyimpang." Batinnya lagi.

Hey! Dia tak berkaca sama sekali! Selama ini Bryan lah yang membuat sahabatnya itu jauh dari makhluk yang bernama perempuan!

"Gimana hm? Apa kamu udah merasa lebih baik?" Ujar Bryan tiba-tiba.

Sasya tersenyum, ia memencet hidung Bryan. "Aku kira kau masih tidur Bryan. Sepertinya aku merasa jauh lebih baik sekarang."

Bryan melepaskan tangan Sasya dari hidungnya. "Kau baru saja sembuh, tapi tanganmu tak bisa diam."

"Biar saja." Balas Sasya cuek.

Nah, lihat mereka. Masih pagi sudah bermesraan didepan orang.

"Oh ya, kamu sudah periksa dia?" Tanya Bryan pada sahabatnya.

Lian menggeleng, "Belum, bukan aku yang akan melakukannya. Tapi dia." Jawab Lian sambil menunjuk Azuna dengan dagu.

Bryan mengangguk pelan, kemudian ia beranjak bangun saat Azuna memeriksa Sasya.

.
.

Farrel mengacak rambutnya frustasi, disampingnya Edo tak kalah frustasi darinya.
Bayangkan saja, selama beberapa hari ini mereka berdua lah yang mengurus perusahaan Bryan.

Mata Farrel nampak lelah, sungguh. Dia ingin tidur, walau sebentar saja. Tapi matanya melotot saat salah satu staf dari devisi keuangan meletakan beberapa berkas baru yang datang dari departemen pemasaran. "Tuan Farrel, ini dokumen dari departemen pemasaran." Jelasnya.

"Kenapa kau yang membawanya?" Tanya Farrel penuh selidik. Pria itu menatap malas tumpukan beekas yang baru datang.

"AKU MAU PULANG!!" teriak Farrel dalam hati.

Ia melirik foto Sharon yang tengah tersenyum. Memijit pelipisnya pelan, Farrel kembali bekerja. Ia ingin cepat-cepat pulang. Dan menemui pujaan hatinya.

.
.

"Kali ini apalagi? Gua udah bilang. Lo menyerah aja." Ujar Dimas pelan. Ia tak suka dengan rencana Bagas tadi.

"Gak, gua gak bakal nyerah. Sasya milik gua, Dim." Balas Bagas tak senang. Ia menatap dingin sahabatnya.

Dimas tersenyum miring setelah mendengar keputusan Bagas. "Dia udah nikah Bagaskara. Kau pun begitu, kalian udah sama-sama punya kehidupan sendiri." Dimas terdiam sebentar. "Jangan menghancurkan sebuah ikatan. Apalagi pernikahan."

"Kau sudah bukan anak kecil, berusaha lah menerima apa yang sekarang kamu jalani."

"Kamu gak paham, Dim. Gua.."

"Lo yang gak ngerti." Sela Dimas cepat.

Bagas terdiam, "Kau tau dari mana kalau dia udah nikah?"

"Gua nyuruh orang buat selidikin mereka." Gumam Dimas.

"Lihat, bahkan lo belum bisa lepasin dia!"

"Lo dan gua beda! Gua cuma mau tau dia sekarang gimana. Bukan malah merencanakan dia pisah sama suaminya!" Sindir Dimas tepat sasaran.

Bagas tersenyum kecut, tampaknya ia tak bisa meminta bantuan Dimas lagi kedepannya.

"Baik, aku akan melakukannya sendiri. Tanpa bantuan darimu. Pasti tak masalah." Bagas membatin.

Next...

12 Jan 2019

Menara Cinta [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang