Semburat warna jingga nampak menghiasi langit senja diufuk barat. Angin semilir membelai pipi Denia yang sedang duduk di balkon kamarnya sembari menatap kosong ke depan. Pikirannya melayang entah kemana.
Gumpalan awan yang terpapar cahaya jingga berarak-arakan bagaikan permen kapas raksasa dan menambah kesan indah senja kali ini. Matahari hanya tinggal menunggu hitungan detik untuk berganti tugas dengan sang rembulan.
Tubuh Denia meremang kedinginan ketika angin bertiup lebih kencang dari sebelumnya. Ia membiarkan angin itu membelai wajah cantiknya tanpa berniat masuk atau memakai sweater yang sedari tadi berada dipangkuannya.
Denia menutup matanya membiarkan kilasan kenangan masa lalunya menari-nari dalam pikirannya. Ia ingin sejenak kembali ke masa itu walaupun sakit masih terasa di hatinya.
Setelah cukup puas bernostalgia dengan rasa sakitnya, Denia memilih masuk dan bergabung dengan keluarganya di ruang keluarga. Setidaknya kehangatan keluarganya bisa membuatnya lupa akan semua masalah yang ia sembunyikan selama ini.
"Kak." Denia memanggil Davian yang tengah sibuk bermain PS bersama Reno -papanya.
"Hmm." Davian menjawab namun perhatiannya tak beralih dari layar besar di hadapannya.
"Suruh kak Veron jangan gangguin aku terus dong," pinta Denia yang duduk di sofa samping Davian.
"Ya besok," ucap Davian singkat.
Denia yang merasa diacuhkan kemudian dengan sengaja merebut konsol PS milik Davian dan membuat cowok itu langsung melontarkan protesnya.
"Yes papa menang," seru Reno kala dirinya berhasil mengalahkan putranya walaupun dengan sedikit bantuan Denia.
Davian mendesah sebal. "Tuh kan jadi kalah dek."
"Bodo, siapa suruh gak dengerin adeknya ngomong." Denia menjulurkan lidahnya mengejek Davian.
"Veron siapa dek emangnya? Pacar kamu ya?" tanya Reno sambil tersenyum jahil.
"Ihh bukan pa, dia itu cowok jahil temennya kakak."
"Oh kalau mau dijadiin calon mantu buat papa juga gapapa kok dek," goda Reno lagi.
Denia mencebikkan bibirnya. "Males ah ngomong sama papa."
Dengan muka masam Denia memilih kembali ke kamarnya daripada harus mendengar godaan menyebalkan dari papanya.
🐣🐣🐣
Denia memasuki kelasnya yang nampak lebih riuh dari biasanya. Begitu ia masuk beberapa pasang mata nampak melihatnya dengan tatapan aneh.
Ia merasa penampilannya hari ini tidak aneh tapi kenapa orang-orang tampak memperhatikannya sedaritadi. Bahkan ketika berjalan menyusuri koridor pun ia merasakan hal yang sama.
"Ve, pada kenapa sih?" tanyanya pada Vega yang sudah duduk santai di bangku sampingnya.
"Kak Veron putus sama pacarnya," jawab Vega dengan sedikit berbisik. "Terus katanya lo yang jadi penyebab mereka putus."
"Lah kok gue sih?" tanya Denia merasa tidak terima dengan asumsi bahwa ia penyebab Veron dan pacarnya putus.
Vega mengendikkan bahunya tanda tak tau. "Katanya tadi malem kak Veron bikin surprise party buat pacarnya tapi malah diputusin."
Tanpa menaruh tasnya dulu Denia langsung berlari keluar kelasnya. Tujuannya saat ini adalah kelas Veron. Ia ingin menanyakan kabar yang beredar saat ini dan memastikan kalau semuanya tidak benar.
Denia menghentikan langkanya begitu sampai di depan ruang kelas Veron. Ia mengintip dari jendela dan tak menemukan keberadaan cowok itu di kelasnya.
Apa mungkin Veron belum berangkat... tapi sepertinya tidak mungkin karena jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan kurang lima dan sebentar lagi upacara akan segera dimulai.
Beberapa detik Denia napak bingung tapi akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kelasnya dan segera masuk barisan upacara. Perkara Veron akan ia pikirkan nanti.
🐣🐣🐣
Sepanjang pelajaran Denia tidak bisa fokus. Pikirannya melayang-layang entah kemana. Ia bahkan mendapat teguran dari beberapa guru karena tidak memperhatikan ketika sang guru menjelaskan materi.
"Vega, kalo gue bolos aja gimana?" Denia meminta pendapat Vega ketika bel istirahat kedua berbunyi. Percuma saja ia ikut pelajaran tapi fokusnya berkeliaran kemana-mana.
"Gak boleh, lo mau dihukum lagi kayak kemarin? Kalo lo keseringan bolos lo bisa dijadiin target loh sama guru BP."
Denia menghela napas berat kemudian menelungkupkan kepalanya di atas meja.
Suara getaran ponselnya membuat tubuh Denia tegak seketika. Ia melihat notifikasi di layar ponselnya yang berasal dari Davian. Kakaknya itu meminta bertemu sebentar di kantin.
"Ve ikut gue yuk," ajak Denia.
"Kemana?" Vega tak mengalihkan perhatian dari novel di hadapannya.
"Ketemu kak Davian gebetan lo."
Vega menutup novelnya dengan keras membuat Denia sedikit terkejut, "kuy lah calon adek ipar."
Vega langsung menggandeng Denia keluar kelas dengan terburu-buru. Denia sendiri hanya menahan tawa, sepertinya sahabatnya ini benar-benar tergila-gila akan pesona seorang Davian Alverio.
Sampai di kantin Denia dan Vega langsung menghampiri Davian yang sedang duduk santai sambil sesekali menyesap es jeruk di hadapannya.
"Hai kak Davian," sapa Vega dengan malu-malu membuat Denia memutar bola matanya sebal.
"Oh hai, lo kan yang nganterin gue ke ruang guru sama ngasih tas Denia waktu itu kan?"
Vega mengangguk mantap dengan senyum malu-malu yang masih setia melekat di wajah ovalnya itu. Bahkan dari dekat Denia bisa melihat semburat merah muncul di kedua pipi Vega.
"Kenapa kak?" tanya Denia to the point memotong percakapan Davian dan Vega.
"Nama lo kok jadi trending di kelas gue sih dek?" Davian balik bertanya.
"Kak aku ralat ya... bukan cuma di kelas kakak tapi satu sekolah ngomongin si Denia." Vaga tiba-tiba menyahut masih dengan senyum malu-malunya.
"Nah itu maksudnya, kok bisa gitu?"
"Mungkin gara-gara aku dijadiin target sama kak Veron makannya semua ngira aku yang bikin mereka putus," jelas Denia dengan sedikit lesu.
Seharian ini ia sudah mendapat entah berapa puluh kali tatapan menyebalkan dari para siswi di sekolahnya. Belum lagi gosip-gosip yang entah kebenarannya itu seakan membuat kuping Denia terasa panas saat mendengarnya.
"Kenapa gak lo klarifikasi sih dek malah diem-diem bae," Davian menyalahkan Denia membuat gadis itu ingin sekali menjitak kepala kakaknya.
"Ya nanti pulang sekolah aku langsung temuin kak Veron biar dia aja jelasin ke anak-anak tapi kakak juga bantuin aku kan tau sendiri kak Veron sikapnya gimana."
"Yadeh nanti gue bantuin."
"Thank you brother," ucap Denia yang dibalas anggukan malas oleh Davian.
Denia kemudian pamit kepada Davian untuk kembali ke kelas.
Denia yang baru satu langkah meninggalkan meja Davian kembali mundur kemudian mengambil gelas di hadapan Davian dan menenggak isinya yang masih setengah hingga tandas.
Davian baru saja mau melayangkan protesnya namun adiknya itu sudah berjalan cepat menjauhinya.
"Dasar adek durhaka."
🐣🐣🐣
Yash akhirnya part 6 selesai walaupun updatenya gak sesuai target but 괜찮아...
Hope u enjoy my story
🎨 06 Januari 2019
With love
DotterNatt yang lagi males-malesan termasuk males mikir 🙈

KAMU SEDANG MEMBACA
DENIA
Teen FictionDenia tidak menyangka bahwa hidupnya akan berubah 180 derajat setelah ia bertemu dengan Veron. Kakak kelas di sekolah barunya itu selalu saja membuatnya dalam masalah. Seolah itu tak cukup, Veron dengan tanpa berdosa memaksanya untuk menjalani hubun...