V : Musik dan Masa Lalu

802 42 1
                                        

Hari ini adalah hari terakhir Denia menjalani hukumannya. Tentu saja Denia merasa senang karena penderitaannya akan segera berakhir.

Dengan senyum tipis yang terus ia pancarkan sedari tadi Denia menyapu lantai gudang olahraga dengan semangat.

Pemandangan yang kontras justru terlihat dari Veron yang sejak awal memasang wajah lebih dingin dari biasanya. Denia menyadari hal itu namun ia abaikan yang terpenting menyelesaikan pekerjaannya dan hukumannya berakhir.

Mendengar sura pintu terbuka Denia menoleh dan mendapati Veron lagi-lagi meninggalkannya seperti sebelum-sebelumnya.

Denia tak menghiraukan itu setidaknya tiga hari ini Veron tak menganggunya walaupun ia yang selalu menyelesaikan hukuman.

Tak memakan waktu lama untuk membersihkan ruang olahraga karena sudah ia bersihkan dua hari berturut-turut
Ia hanya perlu menyapu ulang dan menata alat yang sehabis digunakan untuk olahraga.

Suasana sekolahnya masih cukup ramai karena banyak siswa yang masih tinggal di sekolah untuk ekstrakulikuler ataupun pelajaran tambahan untuk kelas tiga seperti Davian.

Denia kemudian bergegas ke halaman parkir untuk mengambil motornya. Perutnya sudah lapar dan badannya pun terasa lengket.

Begitu sampai Denia terkrjut karena melihat kedua ban motornya kempes padahal tadi pagi baik-baik saja.

Apakah Veron mengerjainya lagi?

Denia melihat ke sekeliling mencari keberadaan Veron namun tak ia temukan.

Terpaksa Denia menuntun motornya menuju bengkel yang tak terlalu jauh dari sekolah tapi cukup bisa membuat peluhnya bercucuran.

"Bang pompa dong." Denia memanggil montir bengkel yang sedang sibuk membongkar mesin salah satu pelanggannya.

"Eneng namanya Denia?" Montir tersebut bertanya membuat kening Denia berkerut.

Bagaimana bisa montir itu tau namanya? Tidak mungkin kan kalau montir itu secert admirernya atau penguntitnya.

Denia kemudian mengangguk ragu menjawab pertanyaan sang montir. "Kok bisa tau nama saya?"

"Tadi saya di suruh kalau ada cewek namanya Denia mau pompa motor jangan dilayani," jelas sang montir.

Denia menghembuskan napas berat. Ia tau siapa yang bisa melakukan hal ini kepadanya. "Terus orangnya sekarang di mana bang?"

"Ada di cafe itu neng," sang montir menunjuk ke arah cafe bernuansa hijau yang berada di seberang bengkel.

Tanpa menunggu lagi, Denia berjalan cepat menuju cafe itu.

Memasuki cafe mata Denia langsung meneliti ke setiap sudut ruangan dengan dominasi cat hijau dan tanaman gantung dengan daun menjulur ke bawah mencari keberadaan Veron. Matanya tertuju pada sudut ruangan di mana ia melihat Veron sedang asik menyesap kopi.

Denia menarik dan menghembuskan napasnya beberapa kali mencoba mengumpulkan keberaniannya yang selalu saja menghilang kala ditatap dingin oleh Veron.

Dengan yakin Denia melangkah mendekati Veron.

"Kakak kok bully aku lagi sih?" tanya Denia begitu sampai di hadapan Veron.

Masa bodoh jika Veron akan murka padanya toh sekarang Davian satu sekolah dengannya jadi ia bisa minta bantuan pada kakaknya itu jika Veron melakukan hal buruk padanya.

Veron meletakkan cangkir kopinya dan menatap Denia dengan serius. "Tolong gue."

Tolong? Denia tak salah dengar kan? Apa mungkin kuping Denia rusak karena terlalu sering mendengarkan musik lewat headset? Tapi sepertinya tidak.

DENIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang