XIV : Lil Kiss

717 33 2
                                    

Duduk berhadapan dengan Veron memang memberi pengaruh luar biasa bagi Denia. Apalagi sikap diam Veron membuat suasana semakin menegangkan baginya.

Seusai tampil tadi Veron disuruh atau lebih tepatnya dipaksa Laisa untuk mengajak makan malam Denia sekalian sebagai rasa terimakasih karena telah mau tampil di cafenya. Dan dengan berat hati Veron menuruti hal itu.

Dan di sinilah mereka sekarang. Di restoran tak jauh dari cafe milik Laisa.

Seolah tak betah dengan keadaan seperti ini akhirnya Denia bersuara dengan sedikit ragu.

"Kak Veron."

Veron yang sedang sibuk menscroll layar ponselnya mendongak. Menatap Denia dengan sebelah alis terangkat seolah berkata apa.

"Kapan aku berhenti jadi target kakak?"

Denia mengiggit bibirnya. Merutuki dirinya yang menyuarakan pertanyaan yang jelas-jelas akan membuat suasana semakin menegang. Ya tapi sudahlah toh dia sudah terlanjur bertanya. Siapatau Veron akan melepaskannya setelah ini.

"Kapan-kapan." Veron menjawab dengan malas.

Denia menghela napasnya. Bukan itu jawaban yang ingin ia dengar. "Kata kakak kalau kejutan kakak berhasil kakak mau lepasin aku?"

Veron menatap Denia dengan tajam. Oh god cowok ini benar-benar selalu bisa membuat nyali Denia menciut seketika.

"Itu kan kalau berhasil. Nyatanya gue diputusin tuh."

Memang begitu faktanya. Kejutan yang gagal bahkan sebelum dimulai. Tapi harusnya Veron tetap melepaskan Denia karena gadis itu sudah cukup membantunya menyiapkan kejutan untuk Agatha. Apa semua itu kurang?

"Oh iya kak, kakak dulu kan kayak frustrasi banget ditinggal kak Agatha tapi kenapa kok sekarang pengen balas dendam sih?"

Ya sejujurnya Denia sudah penasaran sejak cukup lama tapi keberaniannya belum terkumpul untuk menanyakan hal ini. Ia ingat betul bagaimana keadaan Veron setelah putus dari Agatha tapi lihat sekarang. Veron tampak santai-santai saja dan begitu berambisi untuk membalas dendam.

"Siapa sih yang nggak sedih ditinggal sama orang yang lo sayang apalagi itu first love lo. Ya tapi setelah gue pikir-pikir lagi buat apa mikirin orang yang bahkan gak pikirin perasaan kita. Buang-buang waktu, buang-buang tenaga," jawab Veron santai.

Ucapan Veron membuatnya kagum. Ia pernah berada di posisi Veron beberapa bulan yang lalu dan sampai sekarang ia belum bisa melupakan hal itu. Dan lebih bodohnya lagi ia masih menyimpan sedikit perasaan pada mantan pacarnya.

Ia berharap bisa seperti Veron. Menderita secukupnya, bahagia seterusnya. Tapi Denia tau hal itu sulit apalagi dengan kehadiran Kevin yang seolah mengejarnya dan ingin menjeratnya lagi.

"Lo sendiri gimana sama si anak baru yang songong itu? Udah move on?"

Denia mengangguk ragu. Dia memang sudah bisa melupakan sedikit demi sedikit kenangannya bersama Kevin tapi semua seakan sia-sia karena kehadiran Kevin. Tembok pembatas yang Denia buat seakan langsung hancur begitu Kevin muncul di hadapannya.

"Gue denger dia sepupunya Agatha."

Mata Denia membulat. Kevin sepupu Agatha?

Pikiran Denia kembali melayang ketika bertemu Agatha kemarin. Ternyata itu sebabnya Agatha mengatakan hal yang membuat Denia penasaran. Tapi apa Agatha tau apa yang terjadi beberapa bulan lalu. Dan Denia hanya berharap semoga Kevin biaa menyimpan hal itu sendiri dan tak menyebarluaskannya.

"Kakak tau darimana?" tanya Denia dengan sisa keterkejutannya.

"Dari temen gue. Dia kan satu sekolah sama Agatha."

Denia hanya berdeoh dan menghabiskan sisa makan malamnya.

Setelah menghabiskan makan malamnya Denia dan Veron beranjak menuju parkiran. Namun langkah mereka terhenti ketika mendapati dua orang yang mereka kenal baru saja memasuki restoran.

Yap Agatha dan pacar barunya yang membuat Veron langsung dengan sigap merangkul bahu Denia. Denia sedikit terkesiap dengan rangkulan Veron yang tiba-tiba.

"Hai Tha." Veron menyapa ramah Agatha dengan senyum manis menghiasi wajahnya.

"Hai Veron." Agatha balik menyapa Veron sama ramahnya. "Oh iya sayang kenalin ini mantan aku Veron. Dan Veron kenalin ini Panji."

Veron menjabat tangan Panji tanpa melepaskan rangkulannya terhadap Denia.

"Oh jadi namanya Panci, eh Panji maksud gue." Veron terkekeh begitu juga dengan Denia tapi berbeda dengan Panji yang justru menampilkan ekspresi datar karena penghinaan secara tidak langsung ini.

"Oh iya lo nggak mau kenalin pacar pura-pura lo ini?" Agatha tersenyum miring menatap Denia seolah meremehkan gadis itu.

Denia menegang. Bagaimana Agatha bisa tau kalau hubungannya dan Veron itu palsu. Ah atau dia tau dari Kevin.

Veron justru tertawa lepas mendengar perkataan Agatha.

"She's Denia dan dia itu beneran pacar gue," balas Veron dengan nada yang begitu yakin.

"Oh ya?" Agatha berdecih. "I don't believe it. Apa buktinya kalau lo sama dia pacaran beneran. Gue tau Ron lo nggak akan segampang itu move on dari gue."

Mata Denia membulat ketika tanpa aba-aba Veron tiba-tiba mencium pipinya sekilas. Tubuhnya menegang dan jantungnya seakan terpacu karena sentuhan lembut bibir Veron di pipinya. Menghasilkan gelenyar aneh yang merambat ke seluruh tubuhnya.

Ini aneh. Denia pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Denia meremas ujung kemejanya menetralisir perasaan gugup yang menyerangnya tiba-tiba. Pipinya bahkan terasa begitu panas saat ini.

"Gimana masih kurang buktinya? Apa perlu gue cium bibirnya biar lo percaya kalau gue beneran pacaran sama Denia?"

Denia menatap ke arah Veron dengan tatapan tidak percaya. Cowok itu dengan mudahnya mengatakan hal yang tidak-tidak. Rasanya Denia ingin membekap mulut Veron saat ini.

"Oke buat saat ini gue percaya but gue yakin lo pasti nggak bener-bener sayang sama dia karena gue tau hati lo itu masih buat gue. Right?" Agatha tersenyum miring.

"Udah deh lo itu sekarang bukan siapa-siapa gue jadi stop urusin hidup gue mending lo urusin si Panci Panci ini." Veron menatap Panji. Ia suka melihat ekspresi kesal dari pacar Agatha ini.

Panji mengepalkan jarinya hampir saja akan meninju Veron tapi Denia dengan sigap menangkap tangan Panji sebelum kepalan tangan itu mengenai wajah Veron.

Setelah menghempaskan tangan Panji, Denia langsung menarik tangan Veron keluar dari restoran. Ia bahkan lupa kalau ia tadi sedang sangat gugup karena ciuman kecil Veron di pipinya.

"Lo kenapa narik gue hah?" Veron menatap tajam Denia karena tidak terima diseret paksa oleh Denia padahal ia belum puas mengejek si pacar baru Agatha.

Denia mengela napas berat. "Aku cuma nggak mau ada keributan kak."

Veron memutar bola matanya. Ada keributan atau tidak dia sih bodo amat.

Denia mengambil helmnya dan memakainya. Ia menoleh ke arah Veron yang juga melakukan hal yang sama. Ya ini pertama kalinya Denia melihat Veron menaiki motor.

Denia baru saja akan menyalakan motornya saat suata Veron menginterupsinya dan jarinya batal menekan tombol starter.

"Besok istirahat gue tunggu di ruang musik. Ajarin gue gitar."

"Iya kak."

Memang apalagi yang bisa Denia katakan selain 'iya'? Menolakpun seakan sia-sia jika lawannya adalah Veron Arsena.

🐣🐣🐣

Yash berhubung cerita ini udah ditagih mulu sama si VidiaAnanda jadilah terpaksa update 😪

Hope u enjoy it

🎨 05 Februari 2019

Withlove
DotterNatt penulis amatiran yang unyu

DENIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang