"Itu guru botak rasanya pengen gue lempar ke segitiga bermuda."
Denia menoleh dan terkikik mendengar gerutuan dari Vega.
Di pagi yang cerah ini mereka harus dihadapkan dengan ulangan Fisika dadakan. Mereka semua belum belajar, mengerti materinya saja belum tapi dengan seenak jidat pak Kisyuran menyuruh mereka menyimpan buku di tas dan menyiapkan selembar kertas.
Denia aslinya sudah bingung karena ia tak mengerti materinya sama sekali. Harusnya dulu ia menuruti permintaan mamanya untuk sekolah di sekolah musik bukan di SMA dan mengambil jurusan MIPA seperti sekarang ini.
Tapi Denia sedikit bersyukur walaupun ia tak terlalu pandai ia masih bisa masuk jurusan MIPA walaupun nilainya tak terpaut jauh dari KKM dan termasuk golongan rangking bawah tapi tak mengapa yang penting capnya adalah anak MIPA.
Setelah setengah jam lebih berkutat dengan soal dan hanya berhasil menjawab separuh Denia bisa menghela napas lega karena bel istirahat berbunyi tak lama setelahnya.
Ia ingin segera ke kantin dan membeli segelas es teh untuk melegakan tenggorokannya yang terasa begitu kering.
Denia tak lupa kalau hari ini ia harus mengajari Veron bermain gitar tapi tak mengapa lah ia ke kantin sebentar baru setelahnya ke ruang musik.
"Lo tau Den--"
"Nggak," potong Denia cepat. Vega langsung menjitak kepalanya.
"Dengerin dulu elah!" gerutunya dengan bibir mencebik. "Kak Raka kayaknya naksir lo deh."
Dahi Denia mengernyit. "Nggak mungkin lah, Ve. Lo tau sendiri kan kak Raka itu populer banget, mana mungkin dia suka sama gue."
"Eh seriusan Den, dia sering tau chat gue cuma buat nanya tentang lo." Vega masih kekeuh dengan pendapatnya.
Denia hanya terkikik kecih menanggapi itu. Mana mungkin cowok sepopuler Raka naksir padanya. Raka itu terlalu sempurna. Tampan iya, jago futsal iya, keluarganya kaya tujuh turunan iya, ketua OSIS pula. Sepertinya tak mungkin sosok sesempurna itu mempunyai perasaan padanya. So impossible.
"Follow me!"
Tiba-tiba tangan Denia ditarik oleh Kevin. Vega sendiri sedikit terkejut dan bingung harus melakukan apa.
Entah apa yang diinginkan Kevin kali ini tapi yang jelas cowok itu nampak begitu menyeramkan menurut Denia walaupun tak bisa dipungkiri si menyeramkan itu adalah mantan cinta pertamanya. Beberapa hari ini Denia sudah merasa sedikit tenang karena Kevin tak menganggunya dan hanya memperhatikannya terkadang. Tapi sekarang entah karena apa cowok itu kembali berulah membuatnya kembali ketakutan.
Denia hanya menurut saat ia melewati deretan lab dan Kevin membawanya menaiki tangga. Ia diam saja karena tak ingin menjadi pusat perhatian tapi tetap saja para orang yang berkerumun menggunjingnya.
"Denia bukannya pacar Veron ya?"
"Ihh dasar cewek kurang belaian. Kemarin sama Veron sekarang malah sama murid baru."
"Dasar player."
"Kayaknya itu cewek emang suka ngincer cogan deh kemarin gue liat dia juga jalan sama Raka."
Denia mencoba menulikan pendengarannya dan menyamakan langkahnya dengan langkah Kevin yang lebar-lebar.
Kevin menghempaskan tangan Denia kasar begitu mereka sampai di rooftop.
"Kenapa?" Susah payah Denia mengeluarkan kata itu. Seperti ada batu besar tersangkut di tenggorokannya membuatnya sulit berucap.
Kevin menatapnya tajam. Denia sontak menunduk dalam. Ia takut dengan tatapan itu.
"Gue mau kita balikan." Tembak Kevin seolah tanpa beban.
Denia mendongak dengan mata membulat. Cowok gila di depannya ini ternyata semakin gila dari hari ke hari.
"Nggak." Denia menggeleng cepat. "Gue nggak mau."
Rahang Kevin seketika mengeras mendengar kalimat penolakan dari Denia. Sebelah tangannya kemudian mencengkram kedua pipi Denia dengan begitu erat membuat cewek itu bergetar ketakutan.
"Lo berani nolak gue? Gue kurang apa hah?" Kevin membentak Denia di akhir kalimatnya membuat Denia semakin didera ketakutan yang teramat sangat.
"Si--sikap kasar lo ini yang bikin gue nggak mau balik lagi sama lo." Denia mengecilkan nada bicaranya. "Apalagi yang udah lo lakuin dulu makin bikin gue nggak bisa balik sama lo."
Kevin berdecak sebal dan melepaskan cengkramannya. Ia ingat kembali peristiwa beberapa bulan yang lalu yang mengakibatkan Denia pergi darinya padahal ia benar-benar mencintai cewek itu.
Memang ia tau apa yang ia lakukan itu salah tapi ia hanya tak ingin Denia pergi darinya tapi justru perbuatannya itu yang membuat Denia pergi.
"Lo tau gue nggak sengaja Den."
"Lo tau? Sekali lo bikin kepercayaan seseorang rusak lo nggak akan pernah bisa balikin kepercayaan itu seperti semula, Vin." Denia menatap Kevin dengan mata berkaca-kaca. Ingatannya terlempar kembali ke masa kelam itu. Dan ia takut.
"Apa yang harus gue lakuin biar lo percaya lagi sama gue?" tanya Kevin nampak begitu frustrasi.
Denia menatap Kevin sendu kemudian berucap, "pergi dari hidup gue dan lupain semua tentang kita."
Denia mengusap pipinya karena setetes air mata telah lolos dari pelupuk matanya. Kemudian tanpa menunggu respon Kevin Denia langsung berlari meninggalkan Kevin menuju ruang musik. Ia tak ingin dimarahi Veron lagi.
Ketika ia masuk ruang musik belum ada sosok Veron di sana. Dan karena itu Denia langsung mendekati grand piano di sana.
Tangannya langsung menari dengan luwes di atas tuts hitam dan putih. Melodi kepunyaan Yiruma ia mainkan dengan apik. Yiruma merupakan pianis favoritnya dan melodinya sudah ia kuasai semua seperti melodi berjudul Flower yang sedang ia mainkan saat ini.
Meskipun jarinya terus bergerak tapi pikirannya semakin kosong. Tatapan Denia lurus ke depan tak menikmati melodi yang sedang ia mainkan. Ia benci seperti ini.
"Galau mbak?" pertanyaan dengan nada mengejek itu memasuki indra pendengaran Denia membuatnya menghentikan permainannya.
Di ambang pintu sana ada Veron berdiri dengan tas gitar menggantung di bahunya. Padahal di ruangan ini sudah ada banyak gitar tapi Veron justru membawa gitar sendiri.
Veron masuk dan duduk di sofa yang ada di sana. "Sini ajarin gue."
Denia segera mengampiri Veron dan duduk di samping cowok yang sedang mengeluarkan gitar hitamnya.
Beberapa menit berlalu dengan Denia yang mengajari Veron teknik dasar dalam bermain gitar, mengenalkan apa saja kunci gitar, dan bagaimana cara menyetem gitar. Dan Denia bersyukur Veron termasuk mudah mengerti penjelasannya.
Begitu bel masuk berbunyi Denia langsung meminta ijin kepada Veron untuk kembali ke kelas.
"Nih." Veron melemparkan sebungkus coklat ke pangkuan Denia. "Bayaran lo."
Denia tersenyum. "Makasih kak." Denia mengambil coklat tersebut. "Kalau gitu aku ke kelas dulu."
Sepanjang perjalanan ke kelas senyum Denia mengembang. Coklat dari Veron bisa menaikkan moodnya yang sedang drop. Perlahan Denia bisa melihat bahwa sebenarnya Veron itu orang yang baik hanya saja cowok itu selalu ingin menampilkan sisi jahatnya kepada orang lain.
🐣🐣🐣
Yash setelah sekian lama dianggurin gegara fokus sama akun wp yang satu akhirnya update juga 😀
Buat readers yang budiman jangan lupa Vomment yash 😉
See u next part
🎨 Kamis, 07 Maret 2019
With love,
DotterNatt yang liburannya telah usai

KAMU SEDANG MEMBACA
DENIA
Teen FictionDenia tidak menyangka bahwa hidupnya akan berubah 180 derajat setelah ia bertemu dengan Veron. Kakak kelas di sekolah barunya itu selalu saja membuatnya dalam masalah. Seolah itu tak cukup, Veron dengan tanpa berdosa memaksanya untuk menjalani hubun...