Tangan Arjuna masih tertahan di udara. Jantungnya berdegup kencang menunggu reaksi Ken saat tangannya ia sodorkan ke arahnya. Rasa tidak percaya diri mulai bermunculan. Takut Ken akan menampiknya atau malah tak menanggapinya sama sekali.
Ken tidak mengerti. Saat ia berniat membalas uluran tangan laki-laki di depannya ini, jantungnya berdetak tidak normal. Nama yang diucapkan pemuda itu tidak asing, tapi siapa. Tangan yang tadinya akan membalas uluran pemuda di depannya, beralih ke arah dada kirinya. Entahlah, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang tidak teratur seperti saat penyakitnya berulah. Namun Ken merasa ada hal yang aneh. Dia tidak merasa sakit, tapi malah merasa nyaman dan bahagia.
Beberapa potong ingatannya yang hilang samar-samar kembali bagaikan putaran kaset yang rusak. Dia seperti pernah mengucapkan nama itu. Dia juga seperti pernah mendengar nama itu. Kedua matanya terpejam sesaat untuk mengingatnya.
Arjuna..
Juna..
Kak Juna..
Arjuna..
Tidak!
Tidak mungkin...
" Aku Arjuna," kata Arjuna mengulanginya untuk memperkenalkan diri. Ken langsung tergagap. Kedua matanya terbuka lebar lagi dengan nafas yang memburu. Tapi Ken bisa mengontrolnya kembali.
Mega sudah khawatir saja. Dia sudah ambil ancang-ancang akan menahan tubuh Ken jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Tapi ternyata Ken bertahan.
Ken mencoba tersenyum walau masih agak bingung dan penasaran.
" Ken. Panggil aku Ken! " ucap Ken masih dengan raut wajah bingungnya.
Ken membalas uluran tangan Arjuna ramah. Dapat Arjuna rasakan sentuhan Ken masih sama seperti dulu. Lembut dan dingin.
Arjuna menghela nafas lega dan cukup bahagia saat Ken mau menyambutnya dengan baik. Ini bagaikan sebuah rambu-rambu bahwa dia akan mudah memasuki hidup Kenshaka, membantunya mengingat masalalu dan mengembalikannya ceria seperti dulu.
" Saat mendengar namamu, aku merasa Kakakku hidup kembali, tapi itu tidak mungkin. Kakakku sudah lama meninggal," kata Ken menarik kedua sudut bibirnya.
Ada kesedihan yang sangat kentara saat Ken mengatakannya. Dia terlihat seperti seseorang yang sangat kehilangan.
" Aku -," kata Arjuna tiba-tiba terpotong. Semangatnya terlalu menggebu ketika ingin mengatakan bahwa dia lah Kakaknya, tapi rasanya belum sanggup.
Arjuna tak ingin mengacaukan pertemuan yang indah ini. Ken itu berbeda. Dia tidak boleh mendengar suara keras dan berfikir terlalu keras. Jika dia mengaku sebagai kakaknya, Ken sudah pasti akan dilanda kebingungan. Ken akan terus memaksa dirinya untuk mengingat dan berfikir keras tentang masalalunya. Arjuna tidak ingin melihat adiknya berada di ujung maut karena kecerobohannya.
Bukankah Ken bilang Kakaknya sudah meninggal? Lalu siapa yang tega mengatakan hal itu padanya. Arjuna tidak habis fikir. Jelas-jelas Arjuna masih hidup dan berdiri di depan Ken. Dalam keadaan sehat wal'afiat tanpa kurang satu apapun.
"Kakakmu.." lanjutnya dalam hati penuh rasa sakit.
" Jun," panggil Ken lembut karena penasaran dengan lanjutan kalimat Arjuna yang terpotong.
" - turut berduka cita," tambah Arjuna dengan perasaan yang hancur.
" Aku turut berduka cita," tambahnya lagi terlihat sedih. Hatinya terasa sakit sekali.
Mega bangga pada Arjuna. Setidaknya, tanpa diminta, Arjuna tau bagaimana harus bersikap di depan Ken untuk sementara ini. Bukan maksud Mega untuk menutupi status Arjuna, tapi semua belum waktunya saja. Biarlah lambat laun Ken akan mengingat semuanya pelan-pelan. Bertahun-tahun Mega menjaga Ken dengan penuh hati-hati. Mega tidak ingin kehilanganya. Bahkan, melihatnya saat kesakitan pun Mega tidak sanggup.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANAH & PASIR [ONREVISI]
Teen FictionKenshaka sangat menyayangi binatang, tapi dia bukan tarzan Kenshaka juga suka melukis, tapi melukis dengan pasir karena baginya, indah itu tidak harus memiliki warna Kenshaka pandai memanah, tapi dia bukan pemburu. Dia hanya pemburu kasih sayang kel...