Sesaat setelah memanggil Arjuna, Ken mengajak Arjuna keluar dari rumah. Duduk di depan api unggun yang meyala, sambil mencari kehangatan di depan api itu. Mengobrol di tempat itu sepertinya terasa lebih menyenangkan daripada di dalam rumah. Tentunya sambil menikmati keindahan langit bertabur bintang dan mendengar suara jangkrik di malam hari. Biarlah udara malam di luar rumah lebih dingin, mereka juga sudah memakai jaket untuk menghalaunya. Ini hampir tengah malam. Mega juga sepertinya sudah tidur. Hanya ada mereka berdua yang masih terjaga selain Giman.
Giman lah si pembuat api unggun itu, tapi entahlah dimana laki-laki tua itu sekarang. Dia biasa membuat api unggun di halaman rumah untuk berjaga-jaga sampai sepertiga malam. Hewan ternak Ken butuh dijaga. Kalau lengah sedikit saja, bisa saja ada maling yang mencuri. Rumah yang mereka tinggali rawan dari kejahatan. Jauhnya lokasi dari keramaian dan tidak adanya penjagaan yang ketat bisa saja menjadi kesempatan pencuri untuk mengambil hewan ternak mereka.
Sudah hampir setengah jam mereka duduk berdua. Sudah banyak juga yang mereka bicarakan. Mulai dari hal yang tidak penting sampai hal yang penting. Mereka tampak asik sekali saat berbincang. Arjuna lebih banyak mendominasi perbincangan karena pengalamannya lebih banyak. Dia juga punya banyak teman dan suka bepergian saat di kota, jadi Arjuna punya banyak bahan untuk diperbincangkan.
Berbeda sekali dengan Ken. Sepanjang hidupnya hanya ia habiskan di dalam rumah dan sekolah. Paling jauh pergi hanya saat kontrol kesehatan ke rumah sakit atau saat kesehatannya menurun dan harus menginap disana. Sangat tidak ada yang menarik untuk diceritakan.
" Jadi inget camping kalau duduk di depan api unggun begini." Arjuna masih saja mendominasi perbincangan. Dia menghadapkan telapak tangannya di depan api agar terasa hangat.
Lain halnya dengan Arjuna. Ken menyibukkan diri dengan mengecek singkong mentah yang setengah jam lalu ia bakar di dalam bara api itu. Mungkin saja sekarang sudah matang.
Ken tampak menekan daging singkong itu dengan sebilah kayu. Setelah merasa dagingnya cukup matang karena sudah empuk, Ken mengambilnya perlahan dari bara api itu dengan kayu.
" Hati-hati Ken." Arjuna berniat membantunya, tapi Ken sudah berhasil mengambilnya dari bara api itu, menggulingkannya pelan dari api dengan kayu, lalu mendekatkan di sebelah Arjuna dengan daun talas sebagai alasnya.
" Santai.. Aku udah profesional, kok. Hehe." Ken mulai membersihkan sisa abu yang menempel di kulit singkong itu dengan meniup-niupnya pelan. Lantas duduk bersebelahan lagi dengan Arjuna.
" Camping asik nggak sih?" tanya Ken penasaran. Seumur hidup dia sekolah, dia belum pernah merasakan camping. Kata teman-temannya, camping itu seru.
Dia mulai mendengarkan Arjuna dengan seksama karena benar-benar ingin tau. Aktivitasnya meniup singkong bakar dihentikannya sejenak sambil sesekali mengipasnya dengan tangan agar panasnya cepat menghilang.
" Emang kamu belum pernah camping?"
Ken menggeleng pelan. Agak merasa malu juga karena sudah sebesar ini belum pernah merasakan camping. Padahal semua teman-teman seusianya sudah merasakannya.
Mau bagaimana lagi? Ken cukup tau diri dengan kondisinya sendiri. Upacara rutin hari senin saja dia tak hanya sekali duakali ambruk ditempat karena tak kuasa berdiri terlalu lama. Apalagi ketika panas terik, sudah dapat dipastikan belum ada dalam hitungan sepuluh menit dia akan langsung terkapar tak berdaya karena pingsan.
" Tergantung sih. Ada yang bilang seru. Ada juga yang enggak. Kalau menurutku nggak seru dan terlalu ribet. Di jaman serba tehnologi gini kita dipaksa buat lebih dekat dengan alam. Nyuci di kali, masak dengan tungku, tidur di dalam camp hanya beralaskan tikar. Gimana kalau ada serangga berbahaya merayap di badan kita? Kurang kerjaan banget kan?" Arjuna melirik Ken yang masih sibuk mengipas singkong dengan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANAH & PASIR [ONREVISI]
Fiksi RemajaKenshaka sangat menyayangi binatang, tapi dia bukan tarzan Kenshaka juga suka melukis, tapi melukis dengan pasir karena baginya, indah itu tidak harus memiliki warna Kenshaka pandai memanah, tapi dia bukan pemburu. Dia hanya pemburu kasih sayang kel...