[ CHAPTER 6 ]

2.6K 250 7
                                    


Aku menerima kritik apapun itu, asal bahasanya sopan😉. Buat yang baca usahain buat comment ya hwehehehe karena itu yang bikin semangat buat lanjutin ceritanya....



Hujan masih turun mengguyur bumi sampai malam. Untungnya Biru sudah berada di rumah setelah melewati jalanan yang macet. Jihoon pun sudah tiba di rumah beberapa menit setelah Biru sampai.

Kini keduanya sudah mandi dan tengah melakukan aktifitasnya masing-masing di atas meja bar.

Jihoon dengan pekerjaan kantornya dan Biru yang sibuk meniupi cokelat panas buatan appanya.

" Luka jahitan di kepala kamu masih sakit gak?" tanya Jihoon membuka topik.

" Enggak kok."

" Kalau ada yang sakit lagi bilang ya, jangan diem aja."

" Iya, appa."

Jihoon mencubit pelan pipi kanan putranya, " Good boy!"

" Em.. appa. Biru mau nanya deh."

" Iya?"

" Kalau ada cewek yang ngegangguin Biru mulu, ngatain Biru mulu, tujuannya apa sih?"

" Emang ada yang gangguin Biru?"

" Iya, gak jelas orangnya."

Jihoon terkekeh, " Dia suka kali sama kamu."

" Suka apanya appa? Dia ngatain Biru anak appa!"

" Loh kan kamu emang anak appa."

" Ih iya, tapi tujuan dia ngomong kayak gitu buat ngejek Biru!"

" Selain itu ada lagi?"

" Dia ngatain Biru pendek!"

" Makanya kolam renang di belakang rumah tuh dipake jangan dianggurin aja."

" Ish! Dia ngatain Biru cantik!"

" Cantik?"

" Iya! Kan Biru cowok, harusnya ganteng bukan cantik!"

Jihoon manggut-manggut, tak dipungkiri jika putranya memiliki wajah cantik, mirip sang bunda.

Tapi masih ada sisi tampan yang menurun dari dirinya.

" Biru ganteng! Kan Biru anak appa."

" Tapi wajar kan Biru kesel?"

" Wajar kok, tapi Biru harus tau kalau dia cuma bercanda, jangan diambil hati."

" Hm.. maaf appa, Biru kayak anak kecil masalah gini aja ngadu."

" Gak papa. Appa suka dengernya, tandanya Biru terbuka sama appa. It's okay!"

Tangan Jihoon terulur untuk mengusap rambut putra kesayangannya, " Ya udah, habisin coklatnya. Habis itu sholat isya terus tidur. Appa mau ke kamar dulu, Good night!"

Setelah mengecup singkat dahi putranya, Jihoon meninggalkan dapur untuk pergi ke kamarnya.

Tak mau membuang waktu, Biru menghabiskan cokelat panasnya yang mulai dingin, ia ingin cepat-cepat masuk kamar.

Tiba-tiba Bi Anis datang untuk mencuci seluruh piring bekas makan malam Biru dan appanya.

" Bi, itu Biru aja yang nyuci. Sekalian mau nyuci gelas ini." Biru mengangkat gelas cokelat panasnya yang sudah habis.

" Gak usah den. Ini udah malem, mendingan aden tidur aja, itu gelasnya biar bibi cuciin juga sini."

" Udah gak papa. Biru belum ngantuk kok." Biru menghampiri bi Anis dan menggeser tubuhnya pelan.

" Nanti appanya den Biru marah kalau tau den Biru cuci piring." bisik bi Anis.

" Gak bakal ketahuan kok, appa udah ke kamarnya."

Bi Anis akhirnya membiarkan anak majikannya mencuci piring-piring yang lumayan banyak itu.

" Tapi bibi disini aja, temenin Biru. Bibi duduk aja."

Bi Anis baru ingin duduk di lantai, tempatnya biasa duduk jika sedang seruangan dengan majikannya ketika suara Biru kembali terdengar.

" Di kursi dong Bi."

" Tapi den, itu lancang. Bibi gak papa duduk dibawah aja."

" Gak papa bi, santai aja. Bibi duduk di sini sambil ceritain appa waktu muda ya."

Biru menggeser kursi dari ruang makan ke dekat tempat cuci piring, mempersilahkan pembantunya yang sudah bekerja dari appanya SMA itu untuk duduk.

" Ayo bi, cerita." ucap Biru yang sudah mulai menyabuni piring-piring.

" Emm.. Bibi tuh mulai kerja di rumah kakeknya aden pas masih di Bandung. Waktu itu, tuan Kim baru pindah dari Korea. Appanya aden baru masuk SMA pas itu."

Biru masih diam dan menunggu lanjutan ceritanya.

" Appanya aden waktu SMA tuh beda sama Aden."

" Beda gimana?" Biru mulai tertarik dengan cerita bi Anis.

" Appanya aden tuh gak pernah kayak gini, ngajakin bibi ngobrol. Tiap pulang sekolah langsung masuk kamar, keluar pas makan malem, masuk kamar lagi."

" Pendiem?"

" Ya bisa dibilang pendiem, cool gitu den. Terus apa lagi ya, oh ini appanya aden pernah bawa bundanya aden ke rumah juga."

" Oh ya?!"

" Iya den, pas itu bunda aden masih cimit-cimit, tapi cantik sekali. Ramah, sama kayak aden."

" Menurut bibi, bunda gimana?"

" Nyonya Brianna itu baik sekali, cantik, pintar memasak, sama kayak appanya aden."

Bi Anis kembali melanjutkan ceritanya, " Waktu nyonya sama tuan menikah, mereka pindah ke Korea. Bibi diajak juga, bantu-bantu disana."

Bi Anis menjeda kalimatnya, kemudian kembali berucap.

" Waktu nyonya hamil, nyonya seneng banget. Dulu dokter bilang bayinya perempuan, ternyata yang keluar ganteng!"

" Ganteng apa cantik bi?"

Bi Anis terkekeh, sebenarnya wajah Biru memang lebih mirip bundanya, wajah mungil itu lebih didominasi cantik daripada tampannya.

" Dua-duanya, cantik nurun dari nyonya, ganteng nurun dari tuan. Intinya, nyonya sama tuan sayang banget sama aden."

Tak terasa, semua piring sudah bersih dan telah ditata di rak piring dengan rapi. Biru sudah menyelesaikan pekerjaannya.

" Udah selesai kan den? sekarang aden masuk kamar ya, udah malem. Jangan tidur terlalu larut."

" Kapan-kapan ceritain lagi ya bi."

" Iya, gampang itu mah."

" Ya udah, Biru ke kamar dulu. Malem bi!"

TBC

Don't be sad, Biru. ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang