10 { Berteman? }

5 1 0
                                    

Pagi ini aku, Ibu dan Ayah berencana untuk pergi liburan. Hari tenanglah ibaratnya. Iya seminggu lagi aku akan ujian semester satu. Cepat banget emang rasanya. Perasaan baru kemarin aku berada di kelas yang entahlah. Aku nggak bisa deskripsiin kelasku ini. Karena mereka itu semua luar biasa. Nggak ada yang bisa dideskripsikan dengan sebenar-benarnya.

Beberapa hari yang lalu Dito menelponku.

"Assalammualaikum Nay" ucap suara Dito dari seberang telepon.

"Waalaikumsalam, ada apa Dit? Tumben nelfon?" Tanyaku merasa aneh.

"Kemarin setelah aku dan Nino berkelahi katanya ada 3 orang yang nggak datang" ucapnya terhenti.

"Hmm. Kenapa?" Tanyaku mulai mengerti maksudnya.

"Shaka kenapa?" Tanyanya langsung tanpa basa basi. Aku diam cukup lama sampai Dito kembali berucap.

"Aku tahu apa yang aku lakuin kemarin itu salah dan aku nggak bisa nahan emosi cuma karena masalah kecil. Aku nggak tahu entah Nino nyeritain ke kamu gimana kejadiannya. Yang pasti semua itu salah aku dan aku akui" ucapnya menyesal. Aku masih diam karena aku yakin dia pasti akan berbicara lagi.

"Aku sudah melakukan kesalahan pada Nino dan juga Shaka. Aku mengakuinya tapi jujur aku nggak tahu gimana cara minta maaf ke mereka. Terutama Shaka, aku yakin dia pasti kecewa banget sama aku. Iya aku tahu aku salah besar sampe dengan teganya buat dia mimisan. Aku salah Nay" ucapnya sesuai dugaanku.

"Trus kamu mau gimana sekarang?" Tanyaku setelah yakin bahwa Dito tak akan bicara lagi.

"Aku nggak tahu" ucapnya.

Aku menghela napas pelan, "Kamu harus akui kesalahanmu. Aku tahu emosi itu bisa menguasai diri dengan sepenuhnya dan emang sulit untuk melawan penguasaan itu. Tapi ya mau bagaimana lagi, udah kejadiankan?" Ucapku tanpa dibalas apapun olehnya.

"Hmm, jadi sekarang satu-satunya cara kamu harus minta maaf ke keduanya. Senin besok jumpai Nino dan minta maaf. Untuk Shaka, kamu hubungi dia sekarang. Ntar kalau dibalas hubungi aku lagi. Jangan gegabah. Ntar masalahnya makin rumit" ucapku memberinya saran.

"Okelah. Makasih ya Nay udah ngasih saran. Ntar aku coba hubungi Shaka" balas Dito dan menutup sambungan telepon setelah mengucapkan salam.

Dan sebenarnya sampai sekarang Dito belum juga menghubungiku kembali. Entah karena ia belum menghubungi atau karena Shaka yang tidak membalasnya.

-
-

"Bu, kita mau kemana?" Tanyaku di mobil sambil melihat ke arah jendela. Ibu dan Ayah duduk di depan sedangkan aku duduk sendiri di belakang. Nasib anak tunggal mah gitu.

"Ke mana aja boleh" jawab Ayah dengan nada bercanda. Aku hanya membalasnya dengan memutar mata malas lalu kembali melihat ke arah jendela.

Tanpa ku sadari, aku teringat Shaka. Sudah dua hari sejak kejadian itu ia tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Aku belum ada menghubungi dia sejak hari itu.

-
-

"Da.. da.. darah" ucapku terkejut saat melihat cairan berwarna merah mengalir sari hidung Shaka, begitupun dengan Nino dan Dito. Shaka menghapus cairan itu dengan cepat dan pergi begitu saja. Tanpa pikir panjang aku mengejar Shaka dan meninggalkan Nino dan Dito berdua.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang