01 { Tentang Gadis Berkuncir Kuda }

79 5 0
                                    

"Kalian semua kenapa? Nilai pada anjlok. Nggak ada yang  belajar apa? Saya sudah buat soal sesuai yang kita pelajari. Kenapa makin hari nilai makin turun? " ucap guru itu dengan nada tegas namun terdengar kecewa. Semua murid di dalam kelas tersebut tidak ada yang berani menjawab perkataannya. Mereka tertunduk mengakui kesalahan masing-masing.

"Kamu Shaka, yang biasanya tinggi sekarang kenapa jatuh banget? Apa salah soal yang saya buat? Apa soal seperti itu susah bagi kalian?" Tanyanya lagi sambil memijat sedikit dahinya.

Kelas tersebut makin merunduk. Tak satupun yang berani menatap. Jangankan menatap, mengangkat kepala saja tak ada.

"Kalau seperti ini terus, bagaimana cara kalian bisa lulus? Bagaimana bisa kalian masuk perguruan tinggi ternama? Kalian sadar tidak sih? Nilai kalian saat ini itu yang dibutuhkan. Nggak ada lagi bagi waktu bagi kalian untuk bermain. Kalian harus mulai ngerancang masa depan kalian. Kalian dengar atau tidak yang Ibu katakan ini?" Ucap guru itu semakin frustasi.

"Dengar bu" dua kata yang berhasil keluar bebarengan masih dengan kepala tertunduk.

Guru itu menghela napasnya keras, "Senaya sini"

Gadis berkuncir kuda di belakang itu sedikit terkejut. Lalu mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Ya bu?" Tanyanya di depan guru tadi.

"Tolong tulis ini. Kerjakan sekarang, nanti dikumpul. Pas pergantian pelajaran. Antarkan ke meja saya" ucap guru itu memerintah lalu meninggalkan kelas dengan perasaan kecewa bercampur marahnya.

-
-
-

"Gimana kalau kita jawab soalnya bareng-bareng? Ini kan materi baru nih, jadi mungkin sedikit susah. Hmm trus yang tahu bisa sekalian jelasin. Kan biasanya Ibu kalau ngasih tugas nggak ngejelasin lagi. Gimana? Setuju?" Tanyaku yang masih menatap pertanyaan-pertanyaan yang ada di buku ini.

"Boleh juga. Lagian kan ada Shaka yang bisa jawab semuanya" ucap Renita, salah seorang temanku diikuti tawa recehnya.

"Kenapa harus aku? Yang lain kan ada" balas Shaka tidak setuju dengan sarannya.

"Emang ada berapa soal sih?" Tanya Anindita dari pojok kelas sambil memperbaiki kaca matanya.

"20 Dit" jawabku.

"Yaudah, kita buat kelompok aja. Bagi jadi satu kelompok satu soal. Ntar yang udah siap kirim grup. Gimana?" Usul Anindita yang disetujui oleh seluruh kami.

"Ngerjain semua ya. Nanti dikumpul. Pergantian jam. Biarpun nilai ulangan kita anjlok paling tidaknya kita selalu ngumpul latihan. Semangat teman-temanku" ucapku.

-
-

Itulah aku, gadis berkuncir kuda yang duduk di baris kedua kolom ke tiga dari arah pintu. Gadis dengan jabatan sekretaris di kelas yang tulisannya nggak begitu bagus. Gadis dengan lesung pipi yang selalu muncul tak hanya ketika tersenyum. Bukan termasuk cewek populer sekolah bukan juga anggota OSIS atau ekskul ternama.

Gadis 16 tahun dengan segala sisi kekanakannya. Dengan segala pemikiran dewasanya. Dengan segala keabsurd-an dan kerecehannya.

Senaya Diandra.

-
-

"Gimana? Udah siap semua?" Tanyaku merapikan beberapa buku yang ada di meja.

"Tunggu Nay. Satu soal lagi" jawab Dito yang tergesa-gesa.

"Cepet Dit. Ntar kena marah lagi" balasku sedikit kesal. Bagaimana tidak, pas orang dari tadi sibuk ngerjain dia malah santai main game. Untung aku orangnya baik, mau nunggu.

"Ini ni" ucapnya beberapa saat kemudian sambil berlari kecil.

"Oke. Udah ngumpul semuakan? Aku kumpul lagi ya?" Tanyaku memastikan yang hanya dijawab anggukan dari yang lain.

"Shaka bantuin!" Teriakku membuat Shaka menoleh kesal.

"Minta tolong itu baik-baik. Jangan kek gini. Nggak sopan kesannya" ucapnya mengambil sebagian buku dari tanganku dan berjalan duluan.

"Hmm" balasku mengikutinya.

-
-

"Maaf ya Ibu. Makin hari kami makin buruk aja" ucapku menunduk dihadapan Bu Dini yang kini sibuk menghitung-hitung angka dihadapannya.

"Kami janji Bu nggak bakal ngulangin lagi kesalahan kami. Kami janji di ujian selanjutnya, nilai kami bakal naik" lanjutku yang diikuti dengan anggukan ragu Shaka.

"Hmm, letakkin aja bukunya di situ" jawaban yang terdengar sedikit mengusir dari bu Dini.

Aku dan Shaka hanya mengangguk lalu keluar kantor dengan menunduk.

"Kenapa ngomong kek gitu? Yakin emang nilai bakal naik? Materinya aja makin susah" ucap Shaka tepat saat pintu kantor ku tutup.

"Ya mau gimana lagi. Dari pada ngambek mulu" balasku pasrah.

"Gimana nanti kalau ternyata nilai makin turun? Mau kamu tanggung jawab? Ha?" Lanjutnya sedikit kesal.

Aku menatapnya sebentar lalu menghela napas kasar.

"Yang nanti ya nanti aja" jawabku pergi meninggalkannya.

"Aduh" ucapku spontan ketika tubuhku tak sengaja menabrak seseorang. Aku terduduk menahan sedikit sakit dan banyak malu. Kudengar langkah sepatu yang datang ke arahku.

"Kamu nggak kenapa-napa?" Tanya Shaka dari sampingku. Yang kubalas hanya dengan anggukan. Shaka membantuku berdiri. Dan tepat saat tubuhku kembali ke posisi semula. Aku melihat wajah orang yang ku tabrak.

"KAMU"

-
-

Semoga suka😊😊

Pekanbaru, 22 Desember 2018


(Pekanbaru, 9 Oktober 2019)

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang