Tidak semua mantan
harus dimusuhi.
Mereka berhak
menjadi teman.•••
Jalanan di kota ini tak pernah lenggang, mau pagi, siang, sore maupun malam hari, selalu saja sama. Selalu dipenuhi oleh kendaraan yang berlalu-lalang. Semuanya tampak begitu sibuk dan terburu-buru membuat suara klakson selalu terdengar di saat lampu merah baru saja berganti menjadi hijau.
Dari boncengan, aku memperhatikan jalanan itu. Berpikir, kapan ya jalanan ini sepi. Kapan ya, kendaraan ini tidak saling membunyikan klakson yang sangat mengganggu di telinga.
Lelah memikirkannya, aku mengalihkan pandanganku pada seseorang yang selalu memboncengku beberapa tahun belakangan ini. Hari ini dia mengenakan jaket kain berwarna maroon, salah satu warna kesukaanku. Tetapi, tentu saja ia selalu tampak keren dengan setiap warna pakaian yang ia kenakan. Merah jambu? Hey, dia terlihat sangat cute mengenakan t-shirt merah jambu minggu lalu saat kami video call.
"Masih ada orang di boncenganku gak? Kok enggak berisik ya dari tadi?" sindirnya membuat lamunanku buyar. Aku memukul pelan pundaknya yang kokoh.
"Iss! Aku pengen jadi pendiam hari ini, lho," kataku sambil mendekatkan wajahku ke pundaknya. Supaya suaranya terdengar lebih jelas.
"Kenapa? Biasanya juga bawel kayak pantat ayam," ledeknya. Aku mendengkus kesal kemudian mencubit bahunya. Bukannya kesakitan, dia malah terkekeh.
"Emang pantat ayam bawel apa?" tanyaku mencoba membayangkan bagaimana pantat ayam yang bawel dan tentu aku tak bisa membayangkannya.
"Maksudku enggak bisa diam. Selalu melenggak-lenggok ke sana-sini, Sayang," katanya membuat pipiku merona. Panggilan 'sayang' ini bukan yang pertama kali kudengar dari mulutnya, tapi selalu berefek sama pada pipiku.
"Dih sayang-sayang kok ke mantan," kataku sambil tertawa.
"Emang gak boleh manggil sayang ke mantan pacar sendiri?" katanya membuatku tertawa. Yaa, kami memang hanya mantan. Jangan terlalu pusing memikirkan hubungan kami yang aneh ini, saling sayang tapi tidak berniat untuk kembali pacaran.
"Yaa bolehlah Irwan!" kataku masih tertawa. Yap! Namanya adalah Irwan. Irwan Aditama, pria yang berhasil menetap di hatiku selama tiga tahun belakangan ini. Lama juga ya? Tetapi, kami berpacaran hanya bertahan selama satu tahun empat bulan saja, sisanya kami habiskan dengan hubungan mantan tapi romantis begini.
"Wan, perutku minta diisi nih," ucapku karena tak mendengar tanggapan Irwan lagi.
Aku benar-benar tidak bisa diam kalau lagi sama Irwan. Lagi-lagi, aku tak mendengar tanggapannya. Huh, dia mulai nyebelin!
Perutku memang benar-benar minta diisi karena tadi sebelum makan siang, Irwan sudah mengirimiku pesan kalau dia sudah mau menjemputku.
"Kita makan dulu," kata Irwan sambil mengendarai motornya ke dalam area parkir sebuah cafe indoor. Cafe ini menjadi salah satu cafe favorit kami karena makanannya enak dan WiFi-nya lancar, haha.
Aku dan Irwan memilih tempat duduk yang nyaman kemudian memesan makanan seperti biasa. Aku duduk bersampingan dengannya.
Sambil menunggu makanan yang kami pesan datang, aku memperhatikan pelanggan cafe ini satu-persatu.
Saat ini, cafe sedang tidak terlalu ramai dan juga tidak sepi. Ada dua orang siswi sepertinya juga baru pulang sekolah langsung mampir ke sini.
Lalu, ada seorang laki-laki menggunakan hoodie berwarna navy sedang mengetik di laptopnya, kutebak ia sedang mengerjakan tugas memanfaatkan WiFi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Kok Romantis [COMPLETED]
Ficção Adolescente"Siapa bilang mantan itu harus musuhan? Buktinya aku dan dia tetap bisa kompak, pulang bareng, belajar bareng dan lainnya. Malahan kekompakan kami melebihi kalian yang taken." - Bin & Irwan #8 ROMANTIS : 14 November 2020