Tak Sesuai Ekspektasi

7.6K 325 211
                                    

Semuanya punya penjelasan, dengerin aja dulu. Jangan berperang dengan pikiranmu sendiri. Itu hanya akan membuat sakit hati

•••

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku dengan cepat mengemasi alat-alat sekolahku dan memasukkannya ke tas. Setelah Pak Josep ke luar kelas, aku segera menyusul, aku benar-benar tidak mau pulang bareng Irwan. Aku masih kecewa padanya.

Aku belum cerita pada siapapun, aku masih menyimpan apa yang kurasakan sendirian. Tina? Gadis itu sudah bertanya sejak pelajaran keempat, tapi aku diam saja. Aku belum mampu.

"Bin!" teriak Irwan. Aku mengabaikannya, aku segera melangkahkan kaki menuju gerbang sekolah. Di gerbang, aku menunggu siapapun yang membawa motor yang boncengan kosong.

Dan, aku segera memberhentikan Arson. Karena lelaki itu tak membonceng siapapun.

"Son, ikut!" kataku pada Arson tepat saat ia melihat kebingungan kepadaku. Aku mendekatinya, lalu duduk di boncengannya.

"Ayok," kataku.

"Belum juga diiyain," kata Arson sebelum menjalankan motornya.

"Emang lo mau bonceng siapa? Kayak ada aja," ledekku. Dia tertawa, "Ada, banyak malah. Tapi, enggak ada yang pas," kata Arson pede.

"Lo aja yang jelek," becandaku. Iya, becanda, ini Arson woi, banyak kakak kelas yang suka dia.

"Jelek-jelek gini mantan gue princess semua," kata dia memuji mantannya yang memang cantik-cantik. Arson punya tiga mantan. Pertama, Kak Devi, beda satu tahun dengan kami, dia cantik dan banyak yang mengidam-idamkan Kak Devi menjadi pacar. Kedua, Renatha, seangkatannya kami yang sangat manis dan kepintarannya belum bisa kutandingi. Dan terakhir, Jesi, adik kelas kami saat SMP.

"Kan mantan, bukan pacar," kataku tidak mau kalah. Dia tertawa keras.

"Lo bisa aja bikin gue ingat sama kejomboloan gue yang gak ngenes ini," kata dia. Iyalah gak ngenes, mau jalan? ajak siapa aja pasti bisa. Arson aja yang punya kriteria tinggi banget. Harus manislah, imutlah, pintarlah, enggak boleh inilah itulah, buset dah kayak rokok aja, sempurna.

"Eh, btw, kenapa lo gak sama Irwan?" tanya Arson. Aku diam, tidak tahu mau menjawab apa.

"Gak dengar lo?" tanya Arson memastikan apakah aku mendengar pertanyaannya.

"Yaelah, kagak mau bawa gue lo ye?!" kataku mengabaikan pertanyaannya.

"Bukannya gak mau Bindellah, tapi heran aja. Biasanya ke mana-mana sama mulu, kayak beban dia tau gak sih?" kata Arson dengan sangat keras mungkin pengendara lain juga bisa mendengar suaranya.

"Beban mata lo bulat!"

"Emang geblek!"

Lalu, terjadilah perdebatan di atas motor hingga motor Arson berhenti di depan rumahku. Dan tanpa kutahu, ada seseorang yang sedang menahan panas api cemburu di belakang.

•••

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam Cafe bernuansa bunga ini. Aku segera mencari keberadaan Devo yang katanya sudah sampai.

Benar saja, dia sudah sampai dan berada di meja paling sudut. Tapi dia tidak sendiri, ada seseorang bersamanya. Seseorang yang sudah melukai hatiku, siapalagi kalau bukan Irwan? Untuk apa dia di sana? Untuk apa Devo mengajaknya? Arg! Ke sana tidak ya? Ke sana aja deh, tamggung banget kalau langsung pulang.

"Lama bener sih, lumutan kita nungguin," kata Devo. Dia benar-benar cerewet.

"Kenapa di sini?" tanyaku pada Irwan, mengabaikan perkataan Devo.

Mantan Kok Romantis [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang