Kamu memang bukan sejenis obat-obatan yang ada di apotek. Tapi, kamu adalah obat untuk senyumku yang hilang.
•••
'Tidur, jam berapa ini?'
"Entar, nanggung ada satu lagi yang belum kutahu jawabnya,"
'Kan besok bisa.'
"Kalo bisa sekarang kenapa harus besok? Hm?"
'Udah malam, Bin.'
"Iya iya, tunggu bentar ya. Aku cuci muka dulu,"
'Oke.'
Bindella pergi meninggalkan ponselnya yang masih menunjukkan wajah laki-laki yang beberapa tahun belakangan ini mendiami hatinya. Seseorang yang sebenarnya hanya seorang mantan, namun memiliki sejuta ide agar Bindella bahagia. Seseorang yang anti dengan tangisan Bindella.
"Hey!" ujar Bin sambil mengambil ponselnya yang tergeletak di dekat buku.
'Udah?'
"Udah, yuk tidur," ujar Bin sambil berbaring di kasurnya lalu menarik selimut untuk menutupi setengah badannya, biar gak kepanasan dan gak kedinginan.
'Duluan, tadi udah janjian sama Reandra mau push rank. Kamu duluan ya, tapi jangan matiin vece-nya. Aku mau denger ngorok kamu.'
"Ish, akukan gak ngorok,"
'Kamu mana tahu, kamukan tidur. Irwan tertawa.'
"Nyebelin deh," ujar Bin sambil meletakkan ponselnya menggunakan popsocket di bantal yang ada di samping bantal yang sedang Bin pakai. Setelah itu, ia memiringkan badannya menghadap ponselnya.
Irwan sudah berbaring juga. Tapi bedanya, Irwan tidak meletakkan ponselnya, ia memegangnya.
'Silakan berdoa dulu, Tuan Putri.'
Bindella mengangguk. Ia segera berdoa.
"Aku tidur ya, kamu jangan terlalu kemaleman tidurnya. Nanti sakit," ujar Bin setelah berdoa.
'Iya. Mimpi indah ya.'
"I love you,"
'Iya, I love you too.'
Bin menguap. Setelah menguap, ia segera mengangguk. Sebenernya dari tadi ia sudah menahan kantuknya. Perlahan, wajah Irwan yang terlihat di layar ponselnya menghilangkan karena matanya sudah tertutup. Bin tertidur.
Setelah gadis itu terlelap sekitar sepuluh menit, Irwan memutuskan sambungan video-call mereka. Bukannya tidak mau melihat cara tidur gadis itu, tapi Reandra sudah mendesak supaya push rank.
•••
"Ibu, Ayah!" aku mendengus kesal mendengar suara cempreng khas Widya. Gadis itu benar-benar selalu membuatku kesal. Bagaimana tidak kesal? Ia selalu bangun dengan telat sehingga membuatku ikut-ikutan telat pergi sekolah. Ayah tidak mau mengantar kalau kami tidak berangkat bersama kecuali salah satu dari kami ada yang dijemput teman.
"Cepat banget kayak siput ya siap-siapnya," sindirku dengan tajam. Widya langsung memelototiku. Emang aku takut sama pelototannya itu? Enggak dong, udah biasa!
"Sarapan yang cepat kenapa sih?" ujarku. Aku sudah sangat sebal padanya. Ia sedang sarapan sedangkan aku lebih memilih membawa bekal saja. Aku sedang malas untuk sarapan bersamanya, biarlah nanti saja di sekolah.
"Ini juga udah cepat!" balasnya dengan judes. Aku mengabaikannya. Memilih men-scrool beranda sosial mediaku satu persatu. Males buka Direct Message, Irwan sudah offline.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Kok Romantis [COMPLETED]
Ficção Adolescente"Siapa bilang mantan itu harus musuhan? Buktinya aku dan dia tetap bisa kompak, pulang bareng, belajar bareng dan lainnya. Malahan kekompakan kami melebihi kalian yang taken." - Bin & Irwan #8 ROMANTIS : 14 November 2020