Lagi?

11.2K 428 182
                                    

Amarahnya takkan bertahan lama
Jika ia benar-benar mencintaimu.

•••

Irwan GANTENG Banget

Tidur!

"TAIK NYAMUK!" eh sorry, maaf kelepasan. Maksud Irwan apa nih? Bukannya membalas apa yang aku bahas dia malah nyuruh aku tidur, masih peduli atau gak mau diganggu ini masnya?

Tidak mau kalah dan tidak mau dianggap skakmat. Aku segera membalas pesan Irwan itu tanpa menunggu menit berganti.

Me

Kamu yang tidur
Lagi chat sama yang lain ya?


Bodo amat gimana tanggapan Irwan di sana, aku udah capek di mode ngemis-ngemis minta maaf, nanti lagi aja aku lanjut kalau belom habis masanya.

Irwan GANTENG Banget

Dah tau nanya.

Dan ...
Yang kulakukan setelah membaca itu adalah mewek sambil jungkir balik. Ups, bohong, hoax, becanda. Tanpa basa-basi, Aku langsung mem-video call-nya. Bodo amat sama dini hari eh, pukul tiga, pagi atau dini hari sih? Lupain!

"Wan," ujarku setelah dia menerima video call-ku tapi, ia tak menunjukkan wajahnya ia membuat kamera belakang dan memperlihatkan selimut putihnya yang tidak ia gunakan, ranjangnya, kakinya dan dinding kamarnya yang penuh dengan gambar-gambar pemain bola.

Dia hanya berdehem.

Rasanya, sedikit kelegaan hadir di hatiku. Dia sedang berada di kamarnya. Aku yakin dia begadang karena game tapi, bisa saja main game-nya sama cewekkan ya? Iyakan?

Bibir dan mulutku seakan kaku untuk dibuka dan berbicara. Aku hanya menatap gambar kamar Irwan yang terlihat dari kamera ponselnya.

"Tidur. Gausah mikirin yang gak-gak. Besok kujemput," ujar Irwan sangat pelan tapi telingaku masih berhasil mendengarnya. Dan setelah mengatakan itu, Irwan memutuskannya hubungan kami, eh gaklah! Sambungan video-call-nya dong.

Gak perlu dipastikan lagi, perasaanku sudah pasti bahagia tiada tara. Tau kayak gimana bahagianya? Kayak ngelihat doi putus sama ceweknya, bahagia gak tuh? Bahagia banget malahan.

•••

Dengan semangat aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah bukan karena aku tidak sabar lagi untuk segera belajar, bukan juga karena free less, tapi karena hari ini Irwan jemput.

Ini bukan kali pertama Irwan menjemputku. Tapi, kali ini rasanya beda karena kami baru saja bertengkar kecil-kecilan. Kayak jualan aja, kecil-kecilan.

Aku mendengar sebuah suara klakson motor. Aku mengenali klakson itu dengan baik, itu klakson motor Irwan.

"Aku duluan ya," kataku pada Widya yang masih dengan santainya menikmati sarapannya.

"Ayah, Bin duluan!" pamitku pada ayah yang sedang menikmati teh manis buatan mama. Aku menyalim ayah kemudian ibu yang sedang membawa baju kotor.

"Sama siapa?" tanya ayah.

"Sama temen," jawabku sambil mengenakan sepatuku.

"Hati-hati, jangan ngebut," pesan ayah.

"Siap Ayah," kataku kemudian ke luar dari rumah.

'Bilang apa ya? Hai apa langsung naik aja ke motornya?'

Aku kebingungan sendiri setelah ke luar dari rumah. Aku tak melangkahkan kakiku lagi dari depan pintu. Masih berpikir kata apa yang cocok untuk mengawali pertemuan pertama setelah kejadian aneh kecil-kecilan semalam.

"Bin?" Irwan memanggil. Aku tersenyum kikuk kemudian melangkahkan kakiku mendekatinya.

"Nggh---" aku tidak tahu harus bilang apa. Padahal biasanya asal nyerocos aja.

"Nih," kata Irwan menyerahkan helm yang biasa kupakai.

"Mm ... Makasih," kataku sambil menerima helm berwarna kuning kemudian memasangkannya pada kepalaku sendiri.

"Yok, nanti malah telat," kata Irwan. Aku segera mengangguk dan naik ke boncengan Irwan.

"Udah?"

"Udah Wan," kataku setelah duduk dengan nyaman di belakangnya.

Motor Irwan mulai bergabung di jalanan bersama motor lainnya. Tidak ada yang mengeluarkan suara di antara kami dua. Mungkin Irwan juga merasakan apa yang kurasakan, bingung, tidak tahu mau berkata apa.

Aku tidak mau kami berlama-lama dalam keheningan seperti ini, meskipun sebenarnya tidak hening dalam arti tidak ada suara apapun karena suara kendaraan lain dari tadi sudah saling sahut-sahutan.

"Irwan,"

"Bindella,"

Apa-apaan ini, kenapa kami malah bersamaan memanggil nama? Haduh, jodoh emang gak kemana.

"Apa Wan?" aku bertanya lebih dulu. Suaraku kubuat selembut mungkin meskipun sebenarnya tidak bisa lembut karena suaraku akan tetap cempreng kata Irwan, sih.

"Tetap aja cempreng, Bin," kata Irwan kemudian tertawa pelan tapi masih bisa kudengar.

"Cempreng-cempreng gini kamu suka aku nyanyiin, kamu suka denger suaraku, kamu--" aku sengaja menjeda ucapanku biar Irwan penasaran.

"Kamu apa?" kan benar dia penasaran.

"Kamu tetap sayang akukan?" tanyaku hati-hati.

Irwan diam sebentar. Kok buat hatiku nyut-nyutan gitu ya? Dia enggak sayang aku makanya dia diam gitu?

"Banget." kata Irwan membuatku tidak bisa menahan senyumanku. Pasti pipiku sekarang merona.

•••

Aku dan Irwan memasuki kelas yang belum lumayan ramai bersama-sama sambil ketawa. Rasa canggung tadi sudah melayang begitu saja.

"Dah baikan?" tanya Devo yang sedang duduk di kursi guru. Aku dan Irwan berhenti, kami berdua memperhatikan Devo.

"Dah tau nanya," kataku mengikuti ucapan Irwan tadi malam.

"Samaku aja marahnya lama banget, dulu,"  pasti Devo sedang mengungkit-ungkit ketika aku berpacaran dengannya dulu.

"Ups, anda siapa ya?" tanyaku sambil menahan tawa.

"Sebenarnya posisiku dan Irwan itu sama sekarang, sama-sama mantan kamu Bin," kata Devo membuat Irwan kembali melangkahkan kakinya menuju mejanya. Irwan meninggalkan aku yang masih terdiam di dekat Devo.

"Sama? Ya bedalah. Irwan masih esyege sedangkan kamu enggak ada esyege-nya, terus kemarin itu aku juga gabut mau sama kamu." Ucapku ketus.

"Ha, gabut? Terus apaan tuh esyege?" Devo terlihat bingung. Supaya Devo tidak bingung, aku segera mengambil marker dan mendekat ke papan tulis.

"Es," aku menulis huruf 'S' di papan tulis.

"Ye," aku menulis huruf  'Y' di samping huruf 'S' tadi.

"Ge." terakhir, aku menulis huruf 'G' di samping 'Y' tadi.

"Njir, sayang!" kata Devo langsung mengerti. Aku hanya tertawa kemudian menatap Irwan. Dia tersenyum. Sebelum Devo membuat ulah lagi, aku memilih pergi menuju mejaku.

"Dulu a--"

"Stop! Gausah ke masa lalu dah, aku gak bakal balik ke kamu kali," ujarku pada Devo yang ternyata mengikutiku menuju mejaku.

"Kalo balek gimana?" tanya Devo dengan menaikkan satu alisnya. Jijik deh tapi, aku tidak bisa berkata apa-apa dan tak pernah mengira kalau Devo akan kembali.

"Eh, Wan gue becanda elah," teriak Devo saat melihat Irwan ke luar dari kelas tanpa memberikan komentar.

•••

Mantan Kok Romantis [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang