Dapur cukup ramai. Suara mixer yang mengocok adonan kue dan benturan kecil alat-alat dapur yang ada di atas meja yang penuh dengan loyang. Beberapa kue siap dikemas, tapi Mama Val belum mengerjakanya karena kue yang ada dalam oven sudah siap diangkat. Dan itu lebih utama dari pada mengemas kue yang sudah jadi.
Val berdiri di ambang pintu dapur dari 10 menit yang lalu. Dia tak memanggil Mamanya yang juga tak sadar dengan kedatangan Val. Pemandangan yang sudah sangat biasa untuknya setiap pulang sekolah. Dapur berantakan, tepung yang mengotori celemek Mama, dan wajah lelah Mama yang selalu berhasil membuat Val merasa harus membantu Mama.
"Ma, Val pulang." Dia berjalan menghampiri Mamanya lalu mencium punggung tangan Mama yang masih kotor dengan tepung. "Eh, Val. Tangan Mama kotor."
"Gak masalah, Ma... "
"Tante, aku Dateng." Sapa Kevin yang baru saja masuk ke dapur menyusul Val.
Seperti yang dilakukan Val, Kevin juga mencium tangan Mama. "Kevin main juga, yang lain gak ikut?"
"Gak, Tante... "
"Maaf ya, berantakan. Lagi banyak pesanan." Ucap mama ramah. Kevin hanya tersenyum memperlihatkan giginya sambil mengangkat jempol. "Slow, Tan...."
"Kayag gini PR aku, Vin." Kata Val berlalu untuk mengambil sapu yang ada di pojok ruangan.
Kevin juga tak mau hanya diam berdiri di sana. Setelah meletakan tasnya diatas laci dapur yang cukup lega, ia meraih kain lap yang kemudian ia gunakan untuk membersihkan noda-noda tepung di beberapa sisi dapur. "PR aku juga. Kan aku disini."
"Vin, udah deh. Lo duduk aja mending." Ujar Val seraya mencoba merebut kain lap ditangan Kevin. Namun Kevin memutar badannya agar Val gagal.
"Udah ah, gini doang mah gue juga bisa. Sana nyapu Lo,"
Val menggeleng sambil tersenyum. Dia merasa beruntung punya teman yang selalu tak pernah merasa keberatan untuk membantunya. Dia beruntung teman-temannya selalu ada untuk dia. Dan untuk Val, mereka sudah seperti saudara sekandung karena setiap hari yang ia lewati selalu bersama dengan Kevin dan yang lain.
Sekitar 2 jam mereka membantu Mama dan beres-beres dapur. Baik Val maupun Kevin merasa cukup lelah. Bahkan seragam yang mereka kenakan sudah berubah jadi kumal. Namun setidaknya mereka lega dan puas, karena Mama jadi tak terlalu lelah dan bisa istirahat lebih cepat.
"Jadi ikutan repot, padahal Lo kan tamu." Kata Val menghampiri Kevin yang sudah menunggunya di bawah pohon mangga rindang depan rumah. Disana ada kursi kayu panjang yang biasa ditempati Val dan teman-temannya. Tempat yang dingin dan cocok untuk menunjukan selera berteman anak muda yang sederhana.
"Kayak gue baru sekali aja ke rumah Lo," Kevin meraih gelas es teh yang dibawakan Val untuknya.
"Kalau baru sekali, gue bakal nyuruh Lo gosok WC !"
"Pake setrika? Nggosok kan?" Kevin meringis menanggapi candaan Val yang sudah duduk disampingnya.
"Kamu setrikanya?" Balas Val lagi menahan tawa.
"Eh Val, itu Dearin kan?" Kevin menunjuk Dearin yang duduk di teras rumah bersama Bunda nya. Kelihatan jelas karena rumah Dearin dan rumah Val hanya berbatasan pagar kayu pendek.
"Cantik banget memang." Kata Kevin kagum.
"Ngiler Lo ntar. Udah, jangan dilihatin !" Val dengan telapak tangannya meraup wajah Kevin.
"Lo mah apaan. Gak ngerti ciptaan Allah."
"Kambing juga ciptaan Allah, Vin."
"Lo juga kan?" Kevin menjulurkan lidahnya ke arah Val. Val tersenyum mengalah pada Kevin. Matanya kini mengarah kepada Dearin yang masih di seberang sana. Dia diam-diam memperhatikan setiap lekuk wajah dan gerak tubuh gadis itu.
"Emang cantik sih," Bisiknya dalam hati. Setelah lama memandangi Dearin dan mengabaikan Kevin yang memejam melepas lelah, Val menyadari satu hal yang ingin ia lakukan. Mendapatkan Dearin.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tanda
Ficção AdolescenteBertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka, lalu menjalin hubungan. Bukankah itu sudah biasa? Bagaimana kalau bertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka tapi tak bisa menjalin hubungan? Itu yang dirasakan Dearin saat ia b...