Senin, hari ketiga kedatanganya di Jakarta. Mendung bertata rapi. Angin yang berhembus cukup kasar membuat jaket yang di pakai Dearin tersibak berkali-kali. Dia berjalan di tepi trotoar menuju sekolah setelah Dion, Kakaknya menurunkanya di persimpangan jalan. Bukan tak mau mengantarnya sampai tepat di depan gerbang, tapi Dion buru-buru karena ada janji dengan temanya. Dearin bukan orang yang mudah kesal. Dia bisa memaklumi kakaknya. Karena itu ia rela berjalan kaki cukup jauh.
Di depan gerbang sana terlihat Val sedang bersenda gurau dengan Pak Rahmat dan Pak Ginto, guru BP SMA Setyo. Ada tawa lepas yang dapat terlihat dari tempat Dearin berdiri. Gadis itu cuma heran, ia tak menyangka anak nakal itu bisa tertawa bersama guru singa sekolah. "Tuh anak beneran lagi sama guru BP?"
Tak mau berfikir jauh mengenai itu, Dearin segera melanjutkan langkah.
"Pagi, Pak... " Sapa Dearin pada Pak Ginto dan Pak Rahmat dengan sedikit menundukan kepala saat melewati gerbang."Aku gak di sapa?" Tanya Val penuh percaya diri. Dia tersenyum saat Dearin memutar badan melihat ke arahnya.
"Oh, ada kamu ya? Sorry. Gak kelihatan."
"Gak kelihatan apa gak kelihatan? Aku Segede ini loh."
"Udah ya, bentar lagi upacara. Aku buru-buru. Maaf." Dearin bergegas berlari meninggalkan tempatnya tanpa menengok lagi ke arah Val. Dearin gugup. Dia bisa membaca maksud Val mendekati dia. Dan itu membuat Dearin merasa canggung untuk bersikap ramah pada Val.
"Valdo kenal Dearin?" Tanya pak Ginto penasaran.
"Kebetulan tetanggaan, Pak... Saya ke kelas dulu ya, Pak. "
Val berlari menyusul langkah Dearin yang belum jauh. Pak Ginto dan Pak Rahmat yang baru saja ditinggal Val hanya menggeleng kepala sambil tersenyum. "Kayak kita dulu pas muda ya, Pak... Ketemu yang bening langsung di sabet."
"Wajar rasanya, Mat... Anak muda ya normalnya begitu." Ujar Pak Ginto menanggapi Pak Rahmat.
Sementara itu Val sudah berhasil menyusul Dearin. Tak bermaksud macam-macam. Val hanya ingin memastikan sesuatu yang menurutnya penting pada Dearin.
"Dearin... ?""Apa?"
Nada suara Dearin yang terdengar datar sama sekali tak membuat Val melunturkan senyum yang ia pasang untuk Dearin. "Gak lupa kan?"
"Lupa apa?"
"Bekal." Val mencoba berjalan menyampingi langkah Dearin yang memang seperti orang buru-buru.
"Gak kog. "
"Jangan lupa lagi ya... " Dearin melirik sedikit ke arah Val yang masih tetap tersenyum ke arahnya.
"Makasih."
"Sama-sama. Aku duluan ke kelas, okey?" Sebelum Dearin menjawab, Val sudah melesat meninggalkanya lebih dulu. Gadis itu masih menatap punggung Val yang berjalan melewati beberapa siswa lain yang juga melewati lorong kelas. Sesekali Val mengangguk memberi salam pada beberapa dari mereka. Dan entah mengapa dari tadi Dearin mengamati Val yang sudah hilang diujung lorong. Ada penilaian lain yang tiba-tiba muncul di kepalanya tentang Val dari apa yang baru saja ia lihat.
"Dia sopan juga." Dan senyum kecil mulai terukir di pipi Dearin.
"Dia gak bener-bener nakal kan? Lihat dulu deh." Batinya berbisik mempertimbangkan. Setidaknya sekarang Dearin tau sedikit tentang Val. Selanjutnya dia pasti akan tahu bagaimana Val sebenarnya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tanda
Teen FictionBertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka, lalu menjalin hubungan. Bukankah itu sudah biasa? Bagaimana kalau bertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka tapi tak bisa menjalin hubungan? Itu yang dirasakan Dearin saat ia b...