Ruang keluarga cukup sunyi. Ada Bunda, tapi sibuk memilih resep kue dari majalah kuliner. Sedangkan Dearin dan Dion asyik belajar. Jam 9 lebih, Ayahnya baru pulang kerja dan langsung tidur setelah mandi.
Saat mereka begitu tenang menikmati kesibukan mereka. Tiba-tiba saja Dearin tersentak karena teringat sesuatu yang belum. ia lakukan. "Bunda !"
Dan tentu saja seruannya itu membuat Dion dan Bunda terkejut. Sesaat setelah menghela nafas, Dion mengabaikan Dearin. Membiarkan adiknya bicara di ruang waktu selanjutnya.
"Apa sih, Rin? Kamu ngagetin Bunda."
"Dearin lupa, Bun."
"Lupa apa?"
"Ibu guru minta Dearin fotocopy buku catatan punya teman. Tapi Dearin lupa pinjam... Aduh!" Dearin merengek bingung. Tangan kirinya mengacak ubun-ubunnya sendiri.
"Emang buat kapan?" Tanya Dion dengan tatapanya yang masih tertuju pada buku yang sedang ia baca.
"Besok, Kak. Gimana ya ?? Duh!"
"Coba kamu tanya Val. Kali dia bisa bantu?" Saran Bunda. Mendengar nama Val, Dearin lantas meracau lebih bingung. Dia menggeleng keras menolak usul bundanya.
"Sungkan, Bun. Dearin menghindar terus dari Val."
"Loh, kok gitu? kenapa?" Tanya Bunda meletakan majalahnya di atas meja lalu mulai siap mendengar Dearin sepenuhnya.
"Val nya sih gak kenapa-kenapa, Bun. Dearin yang canggung, kurang srek punya temen baru tapi tetanggaan."
Dion dan Bunda malah tertawa setelah mendengar cerita Dearin. Mereka sangat paham, Dearin sedang berada dalam zona masa remaja yang segala sesuatunya diikuti perasaan. Jadi menurut mereka, sudah hal lumrah jika Dearin merasa begitu terhadap Val.
"Haha... Jangan gitu, Rin. Temenan plus tetanggaan tuh untung banget loh. Bisa kerja sama, gampang." Ujar Dion dengan sisa ketawanya. Dearin tak tersinggung. Ia menganggap tawa bunda dan kakaknya semata kebahagiaan dari proses sosial yang sedang ia jalani.
"Haduh, bingung deh aku." Keluhnya bagai lemas.
"Udah, sana tanya dulu. Val pasti mau bantu." Kata Bunda lembut.
"Doain ya, Bun." Dengan sedikit rasa takut, malas, dan ragu, ia berangkat ke rumah Val.
Dearin merasa tidak enak hati. Harus datang dengan wajah memelas lalu meminta bantuan pada Val. Disisi lain dia bingung harus minta tolong ke siapa lagi selain Val. Dia belum meminta satupun nomor telepon rumah teman di kelasnya. Dia juga tak tau alamat tempat tinggal mereka.
Dan daripada itu, wajah Bu Sarah guru matematika killer itu sudah membuat Dearin merinding duluan. Belum karena statusnya yang masih murid baru. Dia bakal jadi incaran utama guru killer itu kalau sampai tugas pertamanya dari Bu Sarah tidak dijalankan. Mana jam pelajaran itu tepat sekali jam pelajaran pertama.
"Tok - tok - tok!"
"Malem, Tante." Sapa Dearin pada Mama Val yang membukakan pintu. Senyum hangat menyambut Dearin.
"Eh, Dearin... Ayo, masuk." Dearin mengikuti Mama masuk ke dalam rumah lalu duduk di sofa. Sejenak Dearin mengamati wajah lelah Mama Val yang sudah mengantuk. Dan membuatnya langsung merasa tidak enak hati karena mengganggu.
"Ada apa, Sayang? Namu nya malam nih."
"Maaf, Tante. Dearin ganggu. Dearin ada perlu sama Val, dia udah tidur ya Tante?" Mama tersenyum kemudian menggeleng pelan.
"Belum. Dia juga baru pulang dari rumah temanya. Tante panggil dulu ya." Mama Val masuk ke bagian ruang tengah yang di batasi gorden. Terdengar suara mama yang memanggil lembut Val. Tak lama setelah itu, Val keluar dan duduk berseberangan dengan Dearin. Wajahnya segar sekali. Dia bahkan tersenyum lebar sejak melihat Dearin yang duduk menunggunya."Dearin, ada apa?"
![](https://img.wattpad.com/cover/173441311-288-k569805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tanda
Teen FictionBertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka, lalu menjalin hubungan. Bukankah itu sudah biasa? Bagaimana kalau bertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka tapi tak bisa menjalin hubungan? Itu yang dirasakan Dearin saat ia b...