"Dearin, pulang ?" Val menghentikan motornya didekat Dearin. Masih di tempat dan posisi yang sama, dimana ajakan pulang bersama Val ditolak oleh gadis itu. Hanya saja kali ini Val memilih untuk tetap berada diatas motornya. Sedangkan Dearin masih mematung karena tidak sadar ada Val yang datang. Pemuda itu tersenyum, dia betah mengamati wajah Dearin yang melamun.
'Lebih cantik ' dan itu membuatnya sengaja tak memanggil Dearin lagi.
Hingga Dearin tak sengaja menengok ke samping dan menemukannya dengan sedikit terkejut. "Kamu... ""Nglamun?" Tanya Val .
"Dari tadi disini? Kok gak manggil?"
"Udah kok. Kamunya gak denger." Jawab pemuda itu sambil terkekeh sesaat.
"Oh, maaf kalau gitu." Dearin masih belum memberi senyumnya pada Val walaupun pemuda itu selalu tersenyum di depanya.
"Pulang? Nunggu Bunda?"
"Iya Val." Jawab Dearin walau tanpa melihatnya. Setidaknya suaranya terdengar ramah. Tidak dingin seperti
saat itu."Kalau gak dijemput?"
" Ya pulang sendiri."
"Pake apa?" Val terus memberinya pertanyaan.
"Pake . . ." Dearin memutar bola matanya berfikir. Setelah beberapa detik ia melanjutkan sambil mencoba memberi senyuman pada Val. "Sepatu di kaki."
Val semakin melebarkan senyum. Senang... Akhirnya dia melihat senyum limited edition milik gadis itu juga.
"Aku pake roda di motor loh... " Ujarnya.
"Aku gak nanya tuh." Kata Dearin menutupi tawa kecilnya.
"Aku ngasih tau aja." Val ngeles seolah tak mau kalah.
"Kalau aku gak perlu tau?"
"Aku ngasih tau sepatu kamu." Dahi Dearin mengernyit mendengar jawaban sembarang yang di ucapkan Val.
"Kok sepatu aku?"
"Kamunya bilang gak perlu tau." Dearin diam untuk menyahutnya dengan mengalah. "Iya sih..."
Hening sesaat lalu Dearin memintanya untuk pulang duluan.
"Aku belum kelar ngasih tau sepatumu." Elak Val menghindari usiran Dearin. Gadis itu menggeleng atas perkataan konyol Val. "Apalagi?"
"Tadi Bunda nyuruh roda motorku bawa sepatu di kakimu buat pulang."
"Ha? Nyuruh roda motormu apa kamu?"
Val melirik ke atas seolah sedang berfikir.
"Aku sama roda motorku. Kamu mau nitip sepatumu aja? Apa sama kamunya sekalian?" Dearin langsung terkekeh mendengar tawaran gila dari Val. Hanya tak-tik bahasa agar Dearin menerima ajakannya pulang bersama. Tanpa obrolan lagi Dearin langsung duduk dibagian belakang motor Val.
"Nah gitu dong." Umpat Val senang mulai melajukan motornya. Perjalanan pulang sekolah bersama untuk pertama kalinya bagi Val dan Dearin. Mereka berdua tak bicara karena terlalu senang. Seperti ada yang menggerayangi dada mereka. Senyum-senyum tak jelas dalam tanya penyebab nya.
"Val, kamu ngrokok ya?" Dearin mencoba mengisi kosongnya suasana perjalanan. Ya disisi lain dia ingin mencari jawaban yang benar dari pernyataan yang diberikan Icha kemarin mengenai Val yang tidak merokok.
"Bukan aku!" Jawab Val sedikit keras agar terdengar oleh Dearin. Jalanan cukup ramai. Suara motor dan mobil yang melintas mengalahkan suara orang yang sedang bercakap.
"Yang dibelakang gudang hari Sabtu itu apa?"
"Aku yang beli rokoknya, Rin. Tapi aku gak ngrokok. Yang ngrokok mah tuyul kembar empat." Mendengar jawaban Val, Dearin tertawa tapi hanya sebentar. Dia melega karena jawaban Val sesuai keinginanya.
"Kamu juga tuyul? Kan temanmu tuyul semua?"
"Bukan!" Sahut Val cepat. "Terus apa?" Dearin dibuatnya penasaran dan menyimpan tawa.
"Aku emaknya. Kan aku yang ngempanin." Dearin lagi-lagi tertawa.
Beberapa obrolan ringan yang menyenangkan juga mereka bincangkan sampai tak terasa sudah sampai di depan rumah Dearin. Val menurunkannya tepat di depan pintu pagar rumah.
"Makasih ya." Ucap Dearin ringan. Ada sisa senyum bahagia disudut kedua pipinya.
"Buat siapa nih? Tempo hari makasih mu kan buat Allah juga." Val menggoda lagi. Membuat Dearin jadi ingin berlama-lama berhadapan dengan Val. Dia bahkan tak merasa kalau ada yang mulai dia suka dari pemuda itu.
"Buat roda motormu." Jawabnya menanggapi candaan Val. Val membungkuk. Mengarahkan wajahnya pada roda motor dan membisikan sesuatu.
"Hey, kamu dapet ucapan makasih dari Dearin." Dearin tak bisa menahan untuk tidak tersipu melihat tingkah Val. Pemuda itu menegakan badanya lalu menatap Dearin.
"Sama-sama katanya." Dearin menggeleng seperti tak tau lagi harus mengucapkan kata yang tepat untuk sikap Val. Dia tergelitik.
"Gemesin banget tingkah mu..." Batin Dearin. Val melambaikan tangannya di depan wajah Dearin yang menyembunyikan senyumnya dibalik telapak tangan yang menutup setengah wajah.
"Jangan ditutup. Aku gak bisa lihat senyum langka mu." Kata Val.
"Udah ah." Sahut Dearin yang mulai merasakan pegal dibagian pipinya karena terus tersenyum.
"Aku pulang dulu. Dah." Senyum Val tidak luntur sedikitpun dari pandangan Dearin. Bahkan setelah motor nya melaju lalu membelok masuk ke pekarangan rumah dan hanya terlihat sebagian saja dari wajah pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tanda
Teen FictionBertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka, lalu menjalin hubungan. Bukankah itu sudah biasa? Bagaimana kalau bertemu, mengenal, saling membuat nyaman, sama-sama suka tapi tak bisa menjalin hubungan? Itu yang dirasakan Dearin saat ia b...