#8

14 2 0
                                    

"haduh... kok lama ya?" Keluh Bu Warsi sembari mondar-mandir di depan ruang TU. Wajahnya nampak resah seperti ada yang ditunggu. Dearin yang kebetulan melintas untuk pulang menjadi penasaran dengan Bu Warsi. Dia memutuskan untuk menghampiri wali kelasnya itu.

"Siang, Bu." Sapa Bu Warsi. Melihat Dearin yang datang, Bu Warsi langsung sumringah seperti mendapat pertolongan. "Dearin, kebetulan banget."

"Kenapa, Bu? Ada yang bisa Dearin bantu?"

"Ibu tadi nyuruh si Bobby ambil map laporan kelas di Lab. Biologi, bisa tolong susulin? Udah 20 menit, Rin. Ibu gak bisa kesana. Bentar lagi harus ketemu kepala TU."

"Oh iya, Bu. Dearin susul Bobby." Jawab Dearin. Ia langsung memutar langkah menuju Lab. Biologi yang letaknya hanya berjarak satu ruangan dengan toilet siswa.

Sesampainya, Dearin segera masuk sembari melihat ke kanan dan ke kiri mencari temannya yang bernama Bobby. Matanya menyapu seluruh isi ruangan laboratorium yang gelap.

"Bob?" Matanya kembali memutar untuk mencari. "Bobby?" Panggilnya lagi berharap mendapat sautan.

"Sssssssssshhhhhh, sssssssssshhhhhh" Dearin merinding ketika tiba-tiba ada suara desisan ular yang terdengar cukup jelas dari bawah kolong meja. Berani tak berani, akhirnya ia mencoba berjongkok untuk mengecek kolong meja.

"Aaaakkkkkhhhh !!!"

"Ada yang teriak !" Kata Rizal. Val yang sedang berkumpul dengan Kevin dan yang lain di toilet langsung berlari ke arah laboratorium secepatnya.

Val yang sampai pertama begitu terkejut saat melihat Dearin duduk di lantai dengan wajah takut dan nafas tak beraturan.

"Dearin... " Ia langsung berlari menghampirinya dengan cemas. Disusul empat temannya yang juga nampak khawatir.

"Ular, woe!" Dengan sigap Teno segera menangkap ular itu dengan hati-hati lalu mengembalikanya ke dalam akuarium ular yang ada di sana.

"Ini ular kayaknya lepas kandang."

"Bobby, Val... " Ucap Dearin lemas menunjuk Bobby yang terkapar di pojok ruangan.

"Bobby !" Val bergegas menuju ke arah Bobby.

"Bi ! Bobby !" Panggil Val menepuk pipi Bobby.

"Argh!" pekik Bobby lirih.

"Val, tangannya." Ujar Juan memberi tahu Val bahwa di tangan kiri Bobby terdapat gigitan ular.

"Ah..." Val mengangkat tangan Bobby ke arah wajahnya lalu menghisap lukanya perlahan.

"Jangan sampai ketelen, Val." Kata Kevin khawatir.

"Cuih! Juan dan Teno, tolong siapin tandu! Kevin panggil guru! Tolong ya." Val memberi perintah setelah membuang darah Bobby yang ia hisap. Kevin, Teno, dan Juan segera bergegas. Dearin hanya kaku tak mampu bergerak karena shock.

Val berkali-kali mengulang hisapannya pada luka Bobby berharap bisa mengeluarkan racun ular itu ditubuh Bobby.

"Lepasin dasi gue, Zal!" Pinta Val. Rizal segera melepas dasi Val. Lalu dengan sigap Val mengikat dasinya erat-erat di lengan Bobby agar racun tak menyebar ke dalam tubuhnya.

"Uhuk - uhuk !"

"Lo gak apa Val?" Tanya Rizal. Val hanya mengangguk. Sesaat setelah itu beberapa orang guru datang bersamaan dengan Teno dan Juan yang membawa tandu. Bobby segera dibawa untuk mendapat pertolongan medis di rumah sakit terdekat. Val, Dearin, dan yang lain di amankan ke ruang BK untuk mendapatkan ketenangan setelah kepanikan yang di alami mereka.

"Dearin?" Panggil Val menghampiri Dearin yang duduk menunduk karena masih shock.

"Kamu baik-baik aja kan?" Tatapan mata Val menyampaikan dia benar-benar cemas pada Dearin saat ini.

"Iya, Val. Aku baik-baik aja. Makasih ya." Ucap Dearin membalas tatapan Val. Pemuda itu tersenyum lalu duduk di samping Dearin.

"Syukur, untung kami gak telat." Kata Val.

"Valdo," panggil Pak Ginto menghampiri mereka dengan wajah cemas. "Kamu yang hisap racun Bobby?"

"Iya, Pak." Jawab Val. Pak Ginto duduk disampingnya lalu merangkulnya.

"Gak ketelen kan?"

"Gak, Pak. Tapi lidah saya pahit."

"Juan !" Panggil Pak Ginto. Juan yang sedang membantu Kevin dan Rizal melipat tandu beranjak menghampiri Pak Ginto.

"Iya, Pak."

"Bilang Bu Darsih, bikin susu anget dua ya. Kalau kamu sama yang lain mau, pesen aja."

"Siap, pak! Makasih." Juan segera bergegas.

"Dearin gak kenapa-kenapa kan?"

"Saya baik-baik aja, Pak." Pak Ginto melepas nafas lega.

"Kalau susu angetnya udah datang, di minum ya. Terutama kamu, Val. Biar rasa pahitnya ilang."

"Iya, Pak Ginto. Makasih, Pak." Ucap Val.

"Bapak harus nyusul si Bobby dulu. Kalau kalian udah adem, mau pulang, bilang Bu Indar ya."

"Siap, Pak." Pak Ginto berlalu meninggalkan Val dan seisi ruangan BK. Kevin, Teno, dan Rizal duduk bergabung dengan Val dan Dearin. Sekalian melepas lelah karena mereka yang mengangkat Bobby. Lumayan berat, jadi mereka cukup pegal.

"Kamu gak apa-apa, Rin?" Tanya Kevin.

"Aku baik-baik aja."

"Kamu shock banget ya?" Dearin mengangguk menjawab pertanyaan Rizal.

"Bahaya gak sih, ular macem tadi?" Tanya Dearin cemas pada Bobby.

" Bahaya sih, tapi tenang aja. Bobby gak akan kenapa-kenapa. Kan racunnya udah di keluarin sama Val." Jawab Teno. Dearin langsung melempar pandanganya pada Val.

"Beneran gak ketelen kan?" Val menarik senyum simpul saling menatap dengan Dearin yang mencemaskannya.

"Kamu khawatir sama aku?"

"Aku tanya, beneran gak ketelen kan?"

"Kalau ketelen? Kamu mau nolongin aku? Keluarin racun yang ketelen lewat sini." Val menunjuk mulutnya yang kemudian membuat Dearin segera mengalihkan wajahnya. Sementara itu teman-teman Val hanya tertawa cekikikan.

"Aku bercanda kok." Kata Val selanjutnya. Dearin meraih tasnya, bangkit lalu meninggalkan ruangan tanpa bicara.

"Hey, mau kemana?" Tanya Val sedikit berseru agar Dearin mendengarnya. Pemuda itu segera menyusul Dearin.

"Gue duluan ya, guys..." ucap Val pada temen-temennya sambil berlari menyusul gadis itu.

"Kita pulang bareng." Kata Val berjalan disamping Dearin.

"Gak, makasih."

"Kamu marah?" Val mengamati wajah Dearin yang murung.

"Apaan sih."

"Aku salah ya? Maaf." Ucap Val. Dearin berhenti berjalan dan memilih menatap kesal ke arah Val yang juga menatap nya namun sambil tersenyum.

"Tadi bercanda kok, Rin. Kalau beneran ketelen, aku juga gak akan minta kamu buat nolongin aku." Jelas Val.

"Aku beneran khawatir Val... Emang bagus ya kalau dibercandain pas lagi cemas gitu?"

"Maaf." Ucap Val menunduk seakan merasa bersalah. Dearin tak berucap lagi. Dia langsung berjalan meninggalkanya. Val sengaja tak menyusul Dearin. Dia tersenyum sendiri melihat punggung Dearin yang menjauh. Perasaannya meletup. Yang ia rasakan seperti ingin melompat senang sambil berkata "Yes!"

"Dia khawatir juga sama aku!" Gumamnya bahagia dalam hati seraya menatap puas ke arah Dearin pergi.

Dalam TandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang