1. Start

8.1K 565 11
                                    

Perempuan dengan balutan busana modis itu menatap sang ibu dengan pandangan setengah tak percaya. Wanita lima puluh tahun itu rela jauh-jauh ke tempat pemotretan hanya untuk mengingatkan hal konyol yang mampu membuatnya terbahak jika ia tak ingat bahwa ia seorang berkelas yang harus menjaga etika dan tata krama.

"Seul, kau tidak boleh telat." ini adalah ucapan ke tujuh semenjak Sieunㅡsang ibu datang tiga puluh menit yang lalu. "Gunakan pakaian yang paling cantik." lanjutnya sembari mengelus telapak tangan putih milik putrinya. "Acaranya jam tujuh."

"Iya, Ma."

"Mama harap kamu tidak mengecewakan mama. Mama pulang." ucapnya lalu memeluk tubuh Seulgi sebelum hilang dibalik dinding pembatas.

Perjodohan. Kata itu yang sedari tadi dipikirkan Seulgi hingga membuat sang photographer menegur beberapa kali ketika fokusnya menurun. Konyol. Kata itulah yang pertama kali Seulgi ucapkan ketika Sieun mengatakan akan menjodohkanya dengan laki-laki yang dipilihkan sang ayah sebelum beliau meninggal karena kecelakaan pesawat.

Ingin sekali sebenarnya Seulgi menolak perjodohan ini. Alasan utama Seulgi menerima perjodohan ini tak lain adalah untuk kebahagiaan sang ibu. Semenjak Seulgi mengiyakan perjodohan itu, Sieun lebih banyak tersenyum, berbeda dengan Sieun yang lebih suka merenung dan jarang tersenyum semenjak kepergian sang ayah.

Dan malam ini adalah pertama kalinya Seulgi akan bertemu dengan calon suaminya itu, begitu senangnya Sieun sampai menyempatkan datang ke tempat pemotretan untuk mengingatkan agar perempuan itu tidak lupa dan datang tepat waktu. Seulgi yang berperan sebagai anak tunggal hanya mengiyakan.

"Oke Seul, pemotretan selesai." ucap sang photographer, Lucas Wong. Dengan jempol yang mengacung keatas. "Kau bisa istirahat." lanjutnya dengan mata tak lepas dari kamera yang memperlihatkan potret Seulgi dengan bermacam-macam gaya dan busana.

Seulgi berjalan lunglai menuju ruang ganti dan mengganti gaun yang dikenakannya dengan dress yang dipadukan dengan jaket denim. Seulgi mendudukkan dirinya disamping Wendy yang sibuk bermain ponsel.

"Aku harus bagaimana, Wen?" ucapnya menyandarkan kepala pada sofa, tersirat rasa lemas dan gelisah pada suaranya.

"Hmm." gumamya lalu menyimpan ponsel ditas minimalis yang tersampir dibahu kananya, lalu Wendy menaruh seluruh atensinya pada perempuan disampingnya itu.

"Bagaimana apanya Seul, kau  kan sudah menyetujuinya dan nanti malam kau akan bertemu dengan keluarganya. Siap atau tidak kau harus menerimanya, lagipula ibumu pasti pilih-pilih jika itu menyangkut denganmu. Memangnya apa lagi yang kau ragukan?"

Seulgi diam lalu menegakan punggungnya disandarkan sofa. Ucapan Wendy tak semuanya salah, apa yang perempuan itu ucapkan memang benar. Ia tersenyum samar. "Mungkin ini yang terbaik." lirihnya.

"Memang itu yang terbaik." lanjut Wendy lalu mengambil bungkusan keripik yang ujungnya sudah terbuka dan memakan isinya.

"Kau bilang ingin kurus?" tanya Seulgi memandang beberapa bungkus makanan ringan yang tergeletak diatas meja.

"Yoongi bilang aku tidak perlu diet." ucapnya lalu membuka bungkusan lain yang ia beli dari toko swalayan sebelum datang kesini. "Katananya proporsi tubuhku sudah cukup dan dia bilang aku sangat mengemaskan." sambungnya dengan senyum lebar.

Seulgi memutar bola matanya malas menanggapi cerita Wendy. Selah enam tahun bersahabat Seulgi baru sadar jika Wendy itu labil kuadrat, kemarin bersikukuh ingin menurunkan berat badannya namun hari ini ia malah memakan sesuatu yang mampu membuat berat badanya melonjak.

"Kalau begitu aku pulang ya. Kau dijemput suamimu, kan?" tanya Seulgi yang mendapat anggukan ringan dari Wendy. Perempuan itu bangkit lalu mengemasi barang-barang miliknya yang berserakan lalu memasukanya kedalam tas dan berlalu untuk pulang.

Eau De Perfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang