21

1.1K 128 6
                                    

A/N : gomen kalo banyak typo Minna, baru pertama kali apdet pake hp soalnya. 😊😊😊
.
.
.

Dengan gemetar jemari Naruto menekan variasi tombol keyboard hp. Ia menelpon Gaara tapi line seberang tak menyahut. Ia sangat takut. Hidupnya seperti dihantui psikopat gila, surai pirangnya diaduk dan waktu makan malamnya terlewatkan.

Perut yang keroncongan membawa Naruto ke dapur, membuka lemari es dan mencomot susu kotak dan roti tawar. Lalu benda ringan tiba-tiba jatuh di bahunya, jantung Naruto memacu, napasnya terasa berat di ruangan yang temaram. Ia masih di posisinya, tak sanggup bergerak.

"Ben-"

"AAAA!!"

Naruto terpekik ketika menoleh dan mendapati wajah putih tepung dan rambut tergerai.

"Aissh.. kau penakut sekali."
Itu ibu. Memakai masker pemudar bekas jerawat tengah malam. Naruto mengggaruk pipi.

"Berapakali ibu bilang, makan tengah malam membuatmu gendut dan berpenyakit."

Naruto meringis, cepat-cepat ia letakkan makanan itu diatas meja. Perutnya berbunyi lagi. Naruto menatap ibunya dengan memelas.

"Memangnya memegangi perutmu yang bergemuruh itu membuat kenyang?" Kushina mengelus rambut Naruto." Makanlah tapi jangan ulangi lagi, ne?"

Mata si pirang menyipit karena cengiran, "Akan kubawa ke kamar." ujarnya, mendekap satu pack roti tawar dan susu kotak. Ia mengiyakan ibu yang bersorak jangan makan terlalu kenyang.

"Nanti kekasihmu mati.."
Naruto berhenti, kening mengerut, ia menoleh, memastikan pendengarannya

"Apa yang-"

Tapi ruangan tiba-tiba kosong.
.
.
.
.
Langkah gontai mengiringi si pirang di lorong koridor. Matanya menghitam seperti panda akibat begadang semalaman. Ia masih ingat kejadian aneh yang menimpanya semalam. Benarkah yang tadi malam bukan ibu? Naruto bertanya namun ibu menggeleng ketika mereka sarapan tadi pagi, ia bersumpah bahwa tak pernah keluar kamar jam 12 malam.

Menyeramkan! Sontak si pirang merinding sepi sekelilingnya juga mendukung.

Benar, camp musim panas berakhir. Murid-murid kembali menjalani aktivitas monoton di SMA. Tak banyak yang hadir di hari pertama. Mungkin hanya 50% dari keseluruhan siswa dan siswi. Ya, mana yang mau hadir saja. Guru memaklumi bahwa mereka juga lelah. Kelas Naruto pun sama. Tak ada guru yang masuk, dunia terasa sepi dan ia memutuskan untuk datang ke kampus Itachi.

Pria itu sempat terkejut mendapati si pirang duduk di bangku taman sembari melambai dan tersenyum padanya. Perlahan senyum Itachi merekah, ia duduk di sebelah Naruto.

"Ada apa?"

"Aku rindu."

"Jangan rindu, rindu itu berat."
Satu pukulan ringan mendarat di bahu Itachi, pria itu tertawa-tawa melihat pipi merah Naruto. Walaupun candaannya sudah basi, Itachi senang hal itu bisa membuat si pirang tertunduk malu. Niat menggoda malah ia yang digoda, huh?

"Mmm..Nii-chan, dimana Sasuke?"

Kening Itachi mengerut, bukankah tadi pagi adiknya itu memakai seragam sekolah?

"Ia tak datang?"

Naruto menggeleng, niatnya menanyakan Sasuke untuk memberikan berkas osis yang sudah di print ini. Ia telah berputar-putar keliling sekolah mencari pemuda raven itu. bahkan ruang osis sudah ia jajah tapi tak ada tanda-tanda kehidupan disana.

"Setahuku, dia tidak dirumah. Nii-chan sempat pulang tadi siang, menjemput proyek kelompok yang ketinggalan."

Naruto mangut-mangut, napasnya dihela. Bagaiamana cara memberikan berkas ini, terlambat ia bisa disemprot. Sasuke tak menerima alasan apapun walau keterlambatan itu salahnya sendiri. Tapi sedikit banyak jiwanya masih ragu untuk menemui Sasuke setelah insiden waktu itu. mudah-mudahan si raven tidak mabuk saat mengatakannya.

ENMYTI✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang