Mario menyenderkan bahunya ke kursi kantin. Ia mengusak rambutnya seperti orang yang frustasi.
"Jadi lo Keano?" ada nada menyesal di wajah tampan Mario.
Keano memandang cowok itu dengan heran. Setelah Mario menyuruhnya untuk menceritakan penyebab yang membuatnya menangis, Mario bertanya namanya. Keano pikir Mario sudah tau namanya.
"Iya nama Aku Keano, maaf ya kemarin aku gak ngenalin diri Aku."
"Gak gak papa. Hahh."
Helaan napas Mario menunjukkan ada hal yang membebaninya. Keano yakin itu. Sadar kalau dirinya di perhatikan, Mario memutuskan untuk jujur.
"Gue sepupunya Deandra,"
Keano sedikit terkejut, tapi kalimat selanjutnya yang di katakan Mario membuatnya lebih terkejut,
"dan gue orang yang bilang kalo lo pacarnya Deandra. Gu-gue bisa jelasin!" Ucapnya terburu buru. Takut Keano salah paham.
Keano segera mengendalikan dirinya. Cowok itu kembali mengingat kalimat terakhir dari gadis yang di cintainya itu.
"Gue reflek aja pas asisten pribadi Deandra nanya tuh motor punya siapa, ya gue bilang aja punya pacarnya Deandra namanya Keano, soalnya Deandra bilang kalo nama yang punya emang Keano. Tapi gue bilang gitu juga bermaksud supaya motor lo sampe dengan aman, buktinya di kawal kan sampe rumah?" cerocos Mario panjang lebar yang hanya mendapat gelengan dari Keano.
"Lo tanya deh orang tua lo atau siapa gitu, pasti iya."
"Aku kemaren sampe rumah, motornya uda ada. Terus tadi pagi Mama juga nanya soal itu."
Giliran Keano yang menghela napasnya, "tapi Mama cuma nanya siapa yang udah nganterin motor Aku sampe rumah, pas Aku mau nanya sama Deandra dia malah Marah."
Mario menjadi iba, ingatkan dia untuk menggetok kepala Deandra setelah ini. Cewek itu selalu saja menyimpulkan apa yang menurutnya benar.
"Deandra pikir, Aku mau nanya soal pacar itu padahal enggak sama sekali, Aku kirain bang Kenan bercanda."
Kenan?
"Tadi Deandra bentak bentak Aku, Mario. Hiks."
Mario menepuk nepuk bahu Keano, untung hanya mereka berdua dikantin ini. Cowok itu bersyukur cabut sendirian, kalau tidak anak anak lain pasti akan mengolok Keano yang seperti anak kecil sekarang ini.
Mario merasa bersalah, dia memang titik awalnya tapi Deandra saja yang selalu membesarkan hal hal kecil seperti itu..
.
.
.
.
.
.
.
.
."Gue mau ngomong sama lo Ra." Mario menahan tangan Deandra yang hendak masuk ke mobilnya.
Gadis itu segera menepisnya, "Apa?"
"Gue udah jelasin ke Keano dan sekarang giliran lo minta maaf."
"Urusannya sama gue apa?" tanya gadis itu tak paham.
"Lo gak sadar uda buat dia sakit hati? gue denger cerita dia tadi, kelewat lo ya. Kalo lo marah sama gue aja Ra, Keano sampe gak mau masuk kelas tadi gara gara lo!"
Deandra menutup kasar pintu mobilnya dan menatap Mario tajam,
"Oh, jadi gue salah? dia aja yang cengeng. Lo juga lebay Mar! sifat lo yang jadi pahlawan kesiangan, mending lo ubah. Makin kesini lo makin mirip sama nyokap lo!"
Mario meredam emosinya yang siap siap keluar, Ia menggeram rendah.
"Terserah lo mau benci nyokap gue atau gue sekalipun, gue gak peduli Ra. Itu hak lo. Permintaan gue, lo minta maaf sama Keano. Harusnya lo ilangin sifat egois lo yang keterlaluan ini, lo sadar gak Ra? kelakuan lo udah kayak Kakek!" Mario menarik napas untuk melanjutkan ucapannya, emosinya tersalur lewat tiap kata yang terucap.
Deandra masih kekeuh dengan tatapan tajamnya, ucapan tadi Mario cukup membuatnya tersinggung.
"Kalo lo tau gimana sedihnya Keano tadi, lo pasti bakalan nyesel. Dia gak ada maksud nanya soal pacaran yang basi itu tapi dengan sifat sok taunya elo, lo malah nuduh dia dan ngehina dia! lo terlalu childish Ra. Soal kayak gitu doang lo besar besarin. Hidup lo terlalu serius."
Mario memutuskan pergi dari parkiran sana. Sedikit berharap kalau Deandra sadar akan kesalahannya.
Meski hanya sedikit, Mario percaya pada harapan.
Deandra memukul stir kemudinya kesal. Perkataan Mario tadi sangat mengganggunya. Ia sampai tidak berkonsentrasi menyetir. Klakson dari kendaraan lain sering mengambang, Ia tidak fokus.
Deandra tau Keano menangis tadi, tapi dia kan tidak terlalu kasar-menurutnya.
Menurutnya lagi, cowok itu terlalu lebay sampai menangis.
Tapi kenapa perasaan bersalah tiba tiba memasuki hatinya. Untuk pertama kalinya.
Suasana hatinya selalu berubah saat mengingat Keano. Kadang Deandra curiga apa dia terkena bipolar disorder?Deandra bisa gila lama lama memikirkan hal hal tadi. Ia teringat sesuatu hal,
"Besok jumat libur ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Tepat lampu merah menyala dan kendaraan wajib berhenti, ia mengambil smartphonenya saat sebuah ide aneh muncul di otaknya.
Cara merayu pacar yang ngambek
"Aissh kok pacar sih!?"
Cara membuat pacar bahagia
"Enggak nggak!" racaunya sendiri. Semakin frustasi.
Deandra memutuskan keluar dari google, lalu menekan ikon telepon.
Gadis itu mengambil napas dalam, menghilangkan gengsi yang seketika datang mengganggu ide gilanya yang terakhir.
"Halo?" ujar suara dari seberang,
"Ehem... Gue..." Deandra meneguk ludahnya susah payah, semua yang ia lakukan hari ini terlalu banyak untuk yang pertama kalinya.
"Apa?"
suara dari seberang telepon menyahut tak sabar.
Deandra menyemangati dirinya sendiri.
Ayo Deandra, fighting!
"Gue mau nanya sama lo," ia menggantung ucapannya, berharap orang yang di seberang telepon sana tidak akan menertawainya setelah ini.
"Gimana caranya minta maaf?"
"Pfttt Hahahahah"
Sudah ia duga orang itu akan tertawa. Inilah alasan Deandra benci sekali berharap. Ia menjauhkan hpnya dari telinganya menghindari gelegak tawa dari saluran telfon.
TIN TIN!
"Apasih Anjing!" Kaget Deandra mendengar bunyi klakson yang bergiliran.
Oh uda hijau.
"Wah lo maki gue?"
Deandra menghidupkan loudspeaker hpnya, lalu kembali menyetir.
"Gak usah ke ge-eran." ketus Deandra,
"Kasih tau aja caranya!" sosok disana tertawa lagi.
Di rumahnya, Mario tergelak bahagia. Pasti Deandra sangat kesal sekarang.
"Sabar, nanti gue kabarin. Mending lo sampe rumah dulu, gue tau lo di jalan." ucapnya pada Deandra yang entah sudah dimana.
"Oke."
PIP.
"Hahh Deandra Deandra."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Gimana? Gak nyambung? Jelas🙄
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANDRA
Teen Fiction"Mungkin Aku bisa hidup tanpamu, tapi Aku tak akan mati sebelum mendapatkanmu." Itulah kalimat Deandra yang di ingat oleh Keano. Kalimat yang membuatnya percaya kalau hatinya berlabuh di dermaga yang tepat. Sampai di suatu saat, akhirnya Keano merag...