DUA

47 34 0
                                    

Janagan lupa tinggalkan jejak volt and coman

Ingatan itu  kejam, dia menyuruhku untuk mengingatmu kembali, disaat kou jelas jelas menyakitiku.

---------

Wanita itu menatap sepasang lelaki dan perempuan yang sedang berbincang  di depan rumah lelaki itu, ya dia adalah Afraz dengan seorang wanita yang entah siapa Indah tak tau. Ada binar kesenangan yang terpancar di mata Afraz, dan hal itu mampu membuat  rasa aneh yang menyeruak kedalam dirinya, rasa sakit dalam dadanya, ia sadar, ia merasa cemburu, ia sadar itu. Rasanya ia tak mampu bertemu Afraz kali ini, ia takut tak bisa mengontrol perasaannya yang mampu ia tahan selama ini. Lebih baik ia menelpon Afraz dan memberi alasan untuk tak datang.

Ia menguatkan perasaannya untuk terdengar baik baik saja oleh Afraz, di sebrang sana terlihat Afraz mengangkat telpon dengan sangat malas, dan hal itu membuat hati indah serasa diremas.

"Halo Fraz lo masih nungguin gue?"

"Ia ni lo dimana?"

"Aduh gimana ya fraz, kayaknya gue gak bisa kesana, mama gue baru datang dari Amrik." indah meremas ujung bajunya, air matanya sudah tak bisa ia tahan.

"Oh yaudah santai aja."

"Yaudah yah fraz gue tutup dulu mama gue udah manggil."

"Iya"

Tut tut tut...

tangan Indah melemas kebawah. Benar benar merasa legah meski sakit tak terhingga. Ia hanya bisa menangis,  berharap rasa sesak itu segera sirna dalam dadanya.

      🌟🌟🌟

Elsa mengambil sebuah buku berwarna biru langit yang bertulisan im feeling.
Rasanya hatinya sedang tak tenang, bayang bayang laki laki berengsek itu selalu menghantuinya. Bagaimana tidak?, seorang laki laki yang begitu ia sayangi dengan sepenuh hati, tega menghancurkan cerita yang ia rangkai dengan baik menjadi kepingan kepingan kaca yang tiada bentuk. Seketika sekelebat bayangan itu hadir kembali, merobek kembali luka hati yang hampir membaik.

Baru saja pena itu akan mencoretkan tinta, tiba tiba ia mendengar embusan nafas di ambang pintu, ia sudah tau siapa itu.

Matanya memicing, tangannya mengeras memgang pena, merasa muak karna terus terusan mengganggu hidupnya.

Dibalik pintu Elya mardana kaka dari Elsa memandang Elsa dengan penuh rasa bersalah. Elya masuk kekamar Elsa dengan hati yang masih bimbang. Iya tau kedatangannya tidak akan diterima, mungkin sebentar lagi dia akan di usir secara kasar oleh Elsa, hal seperti ini sudah sering terjadi di kamar ini.

"Sa kamu lagi apa?" Elya mendekati Elsa yang masih tampak tenang.

"Suruh siapa lo masuk?" Tanya Elsa balik. Nada yang datar memberi kesan menyeramkan pada siapapun yang mendengarnya. Tatapannya masih fokus kearah depan mengarah ke jendela.

"Sa, kaka minta maaf, jangan diemin kakak kayak gini, udah hampir 2 tahun kmu diemin kakak." Elsa tak menjawab, ia tetap diam tak bergeming.

"Sa plis maaf." Elsa berbalik menatap Elya yang hampir menangis

Elsa tersenyum sinis. Apa dengan Elya menangis seperti ini semua akan membaik, dan Elsa akan memaafkannya?, cih.. jangan harap. "Semua udah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. sayangnya, rasa sakit di hati gue gak bisa memaafkan lo semudah lo lakuin ini sama gue."

"Tapi sa, kaka gak sengaja ngelakuin ini, kakak ju-" Elsa menutup mulut Elya dengan telunjuknya.

"Gue gak butuh penjelasan yang sama sekali gak berguna, lebih baik lo pergi dari sini, dari pada gue makin benci sama lo."

Elya menatap Elsa tak percaya, sebenci inikah ia pada Elya, rasanya Elya sudah beratu ratus kali meminta maaf, tapi tak pernah dimaafkan.

"Pergi!" Suara Elsa meninggi, membuat elya menciut,. Elya pergi dari kamar Elsa dengan air mata yang bercucuran di pipinya. Hal itu membuat Bundanya bingung menatapnya, sedangkan Ayahnya sudah bisa menebak apa yang terjadi. Ayahnya pergi kekamar Elsa, diikuti mamahnya di belakang yang setia mengelus pundak sang suami, memberikan kenyamanan supaya tetap tenang.

"Elsa apa yang kamu lakukan sama kaka kamu?" Tanya mardana Ayah Elsa.

Elsa menatap Ayahnya sekilas,  lalu kembali mentap jendela.
"Kenapa?, ngadu lagi dia?" Jawab Elsa santai.

"Elsa kamu ini kenapa si?, dulu kamu ini anak baik lo."

"Manusia itu bisa berubah."

"Tapi pasti ada alasannya kan?"

Elsa tersenyum kecut."Ayah mau tau?" Sekarang Elsa menatap Ayahnya dg tatapan aneh.

"Iya."

"Tanya aja sama anak kesayangan Ayah, kalo aku jelasin Ayah gak akan percaya."

"Elsa jangan gitu sama kakak, mau gimanapun dia tetep kakak kamu." Ucap Bundanya dengan lembut. Bukannya semakin luluh, Elsa malah semakin muak mendengarnya.

Huft ... "Aku bilang apa, kalian gak akan pernah dengerin aku, kalian cuma sayang sama Elya." Elsa bangkit lalu pergi meninggalkan Ayah dan Bundanya yang masih mematung di kamarnya.

Elsa pergi dari kamarnya menuju Roftoop rumahnya, meresapi udara malam yang berhembus, berharap angin bisa melepaskan beban yang memberatkan pikirannya selama ini.

---------

Hallo guys masih ada yang nungguin cerita ini gak?, semoga aja ada yah 😁😁 ngarep dikit.

Tetep tunggu capter selanjutnya ya.

FrazelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang